Cinta itu gila. Cinta itu absurd.
Cinta itu buta. Cinta itu kancrut.
Tak peduli umurnya setua ayahmu, tingginya hanya sekupingmu, baunya seperti kelincimu, kalau sudah cinta ya mau diapakan lagi?
Seandainya Vino Bastian muncul atau Aura Kasih nongol di depanmu, ya kamu nggak akan terpengaruh. Namanya juga cinta. Bener kan?
Kamu yang tadinya suka Linkin Park, anti nonton film India yang menurutmu lebay, tiba-tiba jadi gila Shahrukh Khan, bersenandung Chalte Chalte, nonton Kabhie Khushi Kabhie Gham sampai tamat. Demi apa? Demi dia yang kamu taksir. Supaya kamu punya sesuatu yang menarik minat dia. Setidaknya kalau kalian bertemu, dia akan mengira bahwa kamu Bollywood lovers juga.
Kamu yang tadinya nggak ngerti soal bola, benci setengah mati saat TV lebih memilih menyiarkan pertandingan bola ketimbang film favoritmu, akhirnya bela-belain nabung buat beli kaos jersey original dengan lambang Barcelona. Demi siapa? Demi dia yang lagi kamu deketin. Dia suka bola, sementara kamu paling cuma hapal Christiano Ronaldo. Kamu akhirnya sering update berita bola, menyimak linimasa Twitter untuk mengetahui berapa skor pertandingan semalam dan siapa yang berhasil memasukkan gol.
Paling tidak dia tau bahwa kamu juga mengetahui perkembangan sepakbola. Hah! Padahal kamu mengikuti perkembangan bola juga untuk mendekati hatinya.
Jatuh cinta itu merepotkan. Pedekate itu melelahkan. Sampai harus menipu diri sendiri untuk belajar menyukai sesuatu yang padahal kamu nggak suka. Iya kan?
Orang bilang jatuh cinta itu seperti dipanah dewa asmara. Cih! Dipanah? Bagiku, saat kamu jatuh cinta berarti kamu sudah dipanah, dirantai, dilumpuhkan, dan dibully sama dewa asmara.
Ya, aku tahu bagaimana rasanya. Karena aku pun pernah mengalaminya. Love make me motionless.
Aku tak bisa berkutik saat melihatnya lewat. Mati-matian menjaga posisi berdiriku. Kelihatan gendutkah? Bagaimana mukaku? Kelihatan cerahkah? Senyumku sudah maniskah?
Dan ketika dia lewat tanpa memperhatikanku, hatiku melesak. Kecewa memang, tapi setidaknya hari ini aku sudah melihatnya.
Aku tak pernah suka social media. Aku tak suka berada di dunia maya. Tapi karena dia, aku selalu punya alasan untuk log in di facebook, di twitter, bahkan hampir membuat Path kalau saja handphoneku bisa dipakai untuk aplikasi ini.
Aku selalu ingin tau apa yang dia tulis di twitter, apa yang dia tonton semalam, apa yang dia lakukan hari ini. Seolah-olah jika aku melewatkan satu saja tulisannya, aku jadi bingung dan dimakan rasa penasaran.
Cinta yang sama kacaunya ini juga membuatku rela menabung, rela berpanas-panas mencari kado hari jadi untuknya. Padahal dia siapa? Baru juga kenal setahun lalu.
Dan ketika hadiah itu jarang dipakai? Tak apa. Toh aku sudah mencium barang-barang itu sebelum membungkusnya.
Cinta juga membuatku absurd, sama seperti kalian saat jatuh cinta. Aku benci melihat SMS dia muncul di inbox-ku dan aku benci kenapa aku harus memakan waktu begitu lama untuk membalasnya, memikirkan kata demi kata, semua detail yang aku ucapkan, katakan, kirimkan, tuliskan ke dirinya menjadi penting, seolah-olah harus tanpa cacat, atau aku bisa jadi kehilangan dia.
Aku benci harus berada dalam posisi seperti itu. Tapi sepertinya aku tidak bisa menawar ya?
Aku benci jatuh cinta, terutama kepada kamu. Demi Tuhan, aku benci jatuh cinta kepada kamu. Aku benci mengalami masa menebak-nebak semua reaksi darimu.
Tapi diatas segalanya, aku benci pada diriku, yang dengan segala kelemahan dan kekonyolanmu.....
.... aku tetap tak bisa meninggalkanmu.
Ah, betapa kacaunya cinta itu!
Cinta itu buta. Cinta itu kancrut.
Tak peduli umurnya setua ayahmu, tingginya hanya sekupingmu, baunya seperti kelincimu, kalau sudah cinta ya mau diapakan lagi?
Seandainya Vino Bastian muncul atau Aura Kasih nongol di depanmu, ya kamu nggak akan terpengaruh. Namanya juga cinta. Bener kan?
Kamu yang tadinya suka Linkin Park, anti nonton film India yang menurutmu lebay, tiba-tiba jadi gila Shahrukh Khan, bersenandung Chalte Chalte, nonton Kabhie Khushi Kabhie Gham sampai tamat. Demi apa? Demi dia yang kamu taksir. Supaya kamu punya sesuatu yang menarik minat dia. Setidaknya kalau kalian bertemu, dia akan mengira bahwa kamu Bollywood lovers juga.
Kamu yang tadinya nggak ngerti soal bola, benci setengah mati saat TV lebih memilih menyiarkan pertandingan bola ketimbang film favoritmu, akhirnya bela-belain nabung buat beli kaos jersey original dengan lambang Barcelona. Demi siapa? Demi dia yang lagi kamu deketin. Dia suka bola, sementara kamu paling cuma hapal Christiano Ronaldo. Kamu akhirnya sering update berita bola, menyimak linimasa Twitter untuk mengetahui berapa skor pertandingan semalam dan siapa yang berhasil memasukkan gol.
Paling tidak dia tau bahwa kamu juga mengetahui perkembangan sepakbola. Hah! Padahal kamu mengikuti perkembangan bola juga untuk mendekati hatinya.
Jatuh cinta itu merepotkan. Pedekate itu melelahkan. Sampai harus menipu diri sendiri untuk belajar menyukai sesuatu yang padahal kamu nggak suka. Iya kan?
Orang bilang jatuh cinta itu seperti dipanah dewa asmara. Cih! Dipanah? Bagiku, saat kamu jatuh cinta berarti kamu sudah dipanah, dirantai, dilumpuhkan, dan dibully sama dewa asmara.
Ya, aku tahu bagaimana rasanya. Karena aku pun pernah mengalaminya. Love make me motionless.
Aku tak bisa berkutik saat melihatnya lewat. Mati-matian menjaga posisi berdiriku. Kelihatan gendutkah? Bagaimana mukaku? Kelihatan cerahkah? Senyumku sudah maniskah?
Dan ketika dia lewat tanpa memperhatikanku, hatiku melesak. Kecewa memang, tapi setidaknya hari ini aku sudah melihatnya.
Aku tak pernah suka social media. Aku tak suka berada di dunia maya. Tapi karena dia, aku selalu punya alasan untuk log in di facebook, di twitter, bahkan hampir membuat Path kalau saja handphoneku bisa dipakai untuk aplikasi ini.
Aku selalu ingin tau apa yang dia tulis di twitter, apa yang dia tonton semalam, apa yang dia lakukan hari ini. Seolah-olah jika aku melewatkan satu saja tulisannya, aku jadi bingung dan dimakan rasa penasaran.
Cinta yang sama kacaunya ini juga membuatku rela menabung, rela berpanas-panas mencari kado hari jadi untuknya. Padahal dia siapa? Baru juga kenal setahun lalu.
Dan ketika hadiah itu jarang dipakai? Tak apa. Toh aku sudah mencium barang-barang itu sebelum membungkusnya.
Cinta juga membuatku absurd, sama seperti kalian saat jatuh cinta. Aku benci melihat SMS dia muncul di inbox-ku dan aku benci kenapa aku harus memakan waktu begitu lama untuk membalasnya, memikirkan kata demi kata, semua detail yang aku ucapkan, katakan, kirimkan, tuliskan ke dirinya menjadi penting, seolah-olah harus tanpa cacat, atau aku bisa jadi kehilangan dia.
Aku benci harus berada dalam posisi seperti itu. Tapi sepertinya aku tidak bisa menawar ya?
Aku benci jatuh cinta, terutama kepada kamu. Demi Tuhan, aku benci jatuh cinta kepada kamu. Aku benci mengalami masa menebak-nebak semua reaksi darimu.
Tapi diatas segalanya, aku benci pada diriku, yang dengan segala kelemahan dan kekonyolanmu.....
.... aku tetap tak bisa meninggalkanmu.
Ah, betapa kacaunya cinta itu!
Komentar
Posting Komentar