Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2013

#ThreeMasKenthis - A Journal (which seems too late to tell, by the way)

Three Mas Kenthis adalah sebuah pertunjukan komedi tunggal yang diadakan oleh komunitas Stand Up Comedy Kota Semarang (disingkat S.U.C.K.S) , dalam rangka perayaan ulang tahun ke-2 komunitas ini. Bertempat di ballroom Pakoe Boewono - Hotel Pandanaran Semarang, acara yang dimulai pada pukul 19.00 pada hari Sabtu 7 September 2013 (hehe.. udah lama ya? Sorry baru cerita sekarang) ini dibuka oleh duo MC kocak Parweed dan ...... ah, lupa siapa nama pasangan MC-nya. Kayaknya Bignoy deh. *habis mukanya kurang ganteng sih, jadinya kelupaan. hehehe* Yang bikin acara ini spesial adalah bintang tamunya. Khusus di acara ulangtahun keduanya, komunitas StandUp Comedy Semarang mengundang tiga juara ajang StandUp Comedy KompasTv season 2. Genrifiadi Pamungkas (juara 1), Gilang Bhaskara (juara 2) dan Kemal Palevi (juara 3) khusus didatangkan untuk menghibur acara malam itu. Bagi yang tidak suka acara StandUp Comedy, acara seperti ini pasti dianggap biasa. Apalagi acaranya pas Sabtu Malam. P

"Saya nggak tidur kok, tapi ....."

Ini salah satu cerita kodian yang sering banget saya re-tell ke temen-temen. Cerita ini saya dapat ketika mengikuti seminar di IKIP PGRI Semarang sekitar 5 tahun lalu. Saya masih ingat tanggalnya. 6 Agustus 2008. * errr... tunggu, tunggu,  sebenernya saya nggak murni ingat sih. Cuma ingat waktu itu masih kelas 2 STM, tahun 2008. Habis meeting OSIS, langsung ke IKIP PGRI sama Masrio. Jadi untuk memastikan tanggalnya benar, saya cek lagi tanggal di sertifikatnya. hehehehe* Pada tanggal itu ada seminar pendidikan berjudul Convention of Children Right, Classroom and School Management yang diadakan oleh IKIP PGRI Semarang, bekerjasama dengan SIDA - Lund University Swedia. Pak Wirawan menunjuk beberapa siswa SMK 7 termasuk saya, Akmal, Imam, Himma, dan Ossy untuk mengikuti seminar berbahasa Inggris ini. Beberapa murid SMP Negeri 2 juga datang bersama guru mereka. Peserta seminar ini didominasi para guru sekolah negeri dan swasta, dan beberapa petugas dinas pendidikan. Pembicaranya datang

Life is A Decision

Pernah nonton film Polar Express? Ini film animasi lama yang diangkat dari buku The Polar Express karangan Chris Van Allsburg dan diluncurkan menjelang Natal, dengan pengisi suara Tom Hanks (as The conductor of the train) Tokoh utamanya adalah anak laki-laki yang ingin membuktikan keberadaan Santa Clauss, and he's hoping for belief in the true spirit of Christmas. Pada malam Natal dia mendapati sebuah kereta api tiba-tiba melintas di depan pintu rumahnya. Padahal seingatnya di depan pintu rumahnya adalah jalan biasa, bukan rel kereta. Ternyata kereta itu adalah Polar Express, kereta ajaib menuju Kutub Utara tempat Santa Clauss berada. The conductor (atau dipanggil Mr. C) menawarkan si anak laki-laki untuk ikut ke Kutub Utara. Anak laki-laki itu ragu. Haruskah dia ikut? "Sounds to me like this is your crucial year. If I were you, I would think about climbing onboard" kata Mr. C. Si anak laki-laki melihat di dalam kereta telah ada anak-anak lain. Rupanya mereka juga

PI - DA - TO

Apa yang ada di benak kalian kalau ada kata pidato?  Boring! Bikin ngantuk! Deretan kalimat-kalimat menggurui, penuh dalil, dan berharap secepatnya diakhiri. Bener kan? Mengaku saja. Menurut saya juga gitu sih. Malas rasanya saat mendengar MC mengumumkan "Sambutan kepala departemen blablabla.. kepada yang terhormat blablabla kami persilakan" Karena rata-rata pasti pidatonya datar, text reading , dan terasa membosankan. Kamu sering mengalami juga? oke, toss dulu! But wait for a second....... sebetulnya yang membosankan itu isi pidato atau si orator? Pidato dengan tema yang menggugah seperti "Soeharto : Hero or Foe?" bakalan jadi super borriiiinngg.... kalau si orator menyampaikannya dengan nada monoton. Nggak ada tempo, nggak ada stressing, nggak ada ekspresi. Kayak orang manjat pohon kelapa aja. Datar melulu. Di sisi lain, ada pidato yang isinya biasa saja, tapi malah diperhatikan. Kenapa? Karena oratornya memang atraktif. Dia menyampaikan pidatonya dengan

Kalau kita kehilangan

Skenario 1 Bayangkan kamu sedang didalam kereta ekonomi. Karena tidak mendapatkan tempat duduk, kamu berdiri di dalam gerbong tersebut. Saking ramainya, kamu tidak sadar kalau handphone-mu jatuh. Lalu kamu dikejutkan oleh seseorang yang menepuk bahumu. "Mas..Handphone mas barusan jatuh nih," kata orang tersebut seraya memberikan handphone milikmu. Apa yang akan kamu lakukan kepada orang tersebut? Mungkin kamu akan mengucapkan terima kasih. Begitu kan? Setelah mengucapkan terima kasih, maka selesai. Kamu kembali fokus ke perjalanan. Sambil sesekali mengecek tas, siapa tau ada yang jatuh lagi. Skenario 2 Sekarang kita beralih kepada skenario kedua. Bayangkan kamu sedang didalam kereta ekonomi. Karena tidak mendapatkan tempat duduk, kamu berdiri di dalam gerbong tersebut. Kamu tidak sadar kalau handphone-mu jatuh. Salah satu penumpang ada yang melihatnya dan memungutnya. Orang itu tahu handphone itu milikmu tetapi tidak langsung memberikannya kepada kamu. Hingga

Devi Men-survei....

Awalnya cuma melamun. Lalu teringat waktu makan sama Megan di kantin sekolah. Di kantin Mbak Septi itu, Megan pesan nasi rames, saya pesan mie instant goreng. Megan duduk menghadap ke arah TV yang ada di pojokan warung Mba Septi. Sementara saya duduk di menghadap Megan, membelakangi TV. Megan bilang "Kamu itu kayak Adji deh (maksudnya Prasetyo Adji, adik kelas saya yang juga debater). Sukanya duduk berhadapan. Padahal kalau kamu duduk di sebelahku, kamu pasti juga bisa lihat TV". Saya waktu itu cuma senyum. Malas berdebat dengan Megan. Toh, akhirnya tetep dia yang menang pendapat. Tapi setelah melamun itu saya jadi mikir, kira-kira banyak yang suka duduk berhadapan juga nggak ya saat makan bersama? Atau lebih enak duduk bersebelahan? Saya memutuskan untuk memposting pertanyaan ini di Facebook. Trust me, walaupun Facebook itu isinya 85% orang-orang galau (sumpah, saya sering eneg baca status-status semacam itu) tapi Facebook menjadi media pilihan saya untuk sharing

Angka - angka ini

Ini adalah puisi yang dibuat untuk mengikuti lomba Penulisan Puisi Matematika Angga Brian Fernandi, adik kelas saya ngasih tau kalau ada lomba nulis puisi yang temanya Matematika, deadline tanggal 8 November. Saya nggak suka matematika, tapi saya seneng bikin puisi. Yah... itung-itung pelampiasan juga. Ini puisi yang saya buat. Emang nggak berharap menang juga sih.   ANGKA - ANGKA INI Namaku Devi. Aku tak suka matematika. Aku tak tau apa indahnya angka-angka Apa gunanya menghitung-hitung kecepatan sebuah roda? Kenapa harus repot mengalikan jarak dan massa? Kenapa harus pusing mencari sisi miring segitiga? Hitungan-hitungan itu tak akan kaupakai saat melamar kerja atau meminang wanita Lima tahun lalu di akademi aku belajar algoritma Berminggu-minggu dijejali aritmatika Berjam-jam kupelajari aljabar dan geometri Adakah yang kumengerti? Tidak sama sekali. Aku pasti sangat bodoh sampai guru matematika menyuruh