Ini salah satu cerita kodian yang sering banget saya re-tell ke temen-temen.
Cerita ini saya dapat ketika mengikuti seminar di IKIP PGRI Semarang sekitar 5 tahun lalu.
Saya masih ingat tanggalnya. 6 Agustus 2008.
*errr... tunggu, tunggu, sebenernya saya nggak murni ingat sih. Cuma ingat waktu itu masih kelas 2 STM, tahun 2008. Habis meeting OSIS, langsung ke IKIP PGRI sama Masrio.
Jadi untuk memastikan tanggalnya benar, saya cek lagi tanggal di sertifikatnya. hehehehe*
Pada tanggal itu ada seminar pendidikan berjudul Convention of Children Right, Classroom and School Management yang diadakan oleh IKIP PGRI Semarang, bekerjasama dengan SIDA - Lund University Swedia.
Pak Wirawan menunjuk beberapa siswa SMK 7 termasuk saya, Akmal, Imam, Himma, dan Ossy untuk mengikuti seminar berbahasa Inggris ini. Beberapa murid SMP Negeri 2 juga datang bersama guru mereka.
Peserta seminar ini didominasi para guru sekolah negeri dan swasta, dan beberapa petugas dinas pendidikan. Pembicaranya datang dari SIDA-Lund University sendiri, namanya Dr. Bodil Rasmusson, mentor of CRC Training.
Dari seminar ini saya jadi tau bahwa Swedia adalah salah satu negara (selain Finlandia, kalo gak salah) yang tidak memberikan pekerjaan rumah ke muridnya. Aih, enaknya!
Idealnya tiap kelas terdiri dari 20 murid. Itu saja sudah cukup banyak. Dan grade (rangking) seharusnya tidak diterapkan, karena secara tidak langsung akan membentuk kasta diantara murid.
Murid yang rangking 5 besar masuk kasta Brahmana. Elit, disegani, dan ningrat. Sementara yang rangkingnya bawah, adalah kaum fakir nilai. It's not an ideal situation for learning, right?
But offcourse, how to manage education system in a country is a complicated thing. Hanya karena sebuah sistem berhasil memajukan sebuah negara, bukan berarti kita bisa langsung mengadopsinya untuk negara lain.
Harus memperhatikan aspek lain. Jumlah murid, kondisi fasilitas, dan kesiapan siswa menerima metode baru.
Soal pendidikan, kita singgung nanti saja ya ;-)
Dalam seminar ini, salah satu moderator (saya lupa namanya siapa. Soalnya kurang ganteng sih. *halah!*) membuka sesi pertanyaan. Tapi sebelum ke sesi pertanyaan, beliau menceritakan sebuah cerita.
Cerita ini begitu memorable buat saya, dan menjadi salah satu cerita favorit yang saya share ke temen-temen. Diantara kalian mungkin sudah pernah saya ceritain juga.
Ceritanya gini :
Di Way Kambas, Sumatra, ada seorang guru laki-laki yang mengajar di sekolah dasar. Ngomong-ngomong, Way Kambas itu kan area yang terkenal sebagai cagar alam gajah, dan disana SPG (Sekolah Pendidikan Guru) sering diplesetkan menjadi Sekolah Pendidikan GU..ajah. Hehehehe.
Pak Guru yang mengajar di kelas enam ini hobi banget main catur.
Suatu hari Pak Guru ini main catur sampai malam dengan tetangganya. Dan besoknya, beliau mengantuk di kelas. Terlalu lelah untuk membacakan materi pelajaran ke muridnya.
Akhirnya beliau menyuruh si ketua kelas untuk menyalin materi pelajaran di papan tulis, agar teman-teman sekelasnya bisa mencatat. Sementara itu, Pak Guru diam-diam tidur di ruang guru.
Yep, beliau tertidur karena kelelahan =P
Sampai waktunya pulang, Pak Guru ini belum juga kembali ke kelas. Akhirnya si ketua kelas pergi ke ruang guru, dan mendapati gurunya tertidur.
"Pak, ini sudah waktunya pulang sekolah Pak. Wah... Pak Guru ketiduran ya?" si ketua kelas membangunkan gurunya.
Pak Guru gelagapan. Malu karena kepergok sedang ketiduran.
"Ah, bukan" kata Pak Guru mencoba ngeles. "Pak Guru tidak tidur kok, tapi merenung. Dalam renungan tadi, Pak Guru ketemu sama Tuhan. Pak Guru lalu bilang sama Tuhan 'ya Tuhan, tolong jadikan anak-anak didikku menjadi orang sukses'. Begitu nak"
Si ketua kelas manggut-manggut.
Keesokan harinya, Pak Guru itu mengajar kelas seperti biasa. Beliau sudah tidak mengantuk lagi.
Tapi, sekarang justru giliran si ketua kelas yang tertidur di kelas. Dia capek karena kemarin sudah menulis berlembar-lembar materi di papan tulis.
Melihat muridnya tertidur saat diterangkan, Pak Guru pun menegurnya.
"Hei, kamu ini gimana sih? Ketua kelas kok enak-enakan tidur di kelas. Keluar sana!"
Giliran si ketua kelas yang menjawab enteng : "Tidak Pak. Saya nggak tidur kok, tapi merenung. Dalam renungan tadi, saya ketemu sama Tuhan. Dan kata Tuhan, kemarin Dia nggak ketemu tuh sama Pak Guru"
Hahahahahaha... cerita ini membuat seisi aula heboh. Pak Wirawan pun tertawa lepas.
"Bagus nih ceritanya. Besok bisa jadi materi cerita di kelas saya"
Saya mengangguk setuju dan bilang ke Akmal, yang duduk di dekat saya. "Boleh tuh Pak. Tapi kan saya sama Akmal udah tau cerita ini. Berarti besok kalau Pak Wirawan cerita, kamu musti pura-pura belum pernah denger cerita ini, Mal. Biar seru"
Si Akmal nyengir. "Tenang aja, Dev. Kalau perlu, besok aku suruh temen-temen buat ketawa" hihihihihi
Pak Wirawan pernah menceritakan kisah ini saat malam pengumuman lomba Mata pelajaran SMA / SMK. Dan semua orang tertawa, kecuali saya. Kan saya sudah pernah dengar.
Okay, Sekian dulu postingan hari ini. See you in the next issued ya!
Cerita ini saya dapat ketika mengikuti seminar di IKIP PGRI Semarang sekitar 5 tahun lalu.
Saya masih ingat tanggalnya. 6 Agustus 2008.
*errr... tunggu, tunggu, sebenernya saya nggak murni ingat sih. Cuma ingat waktu itu masih kelas 2 STM, tahun 2008. Habis meeting OSIS, langsung ke IKIP PGRI sama Masrio.
Jadi untuk memastikan tanggalnya benar, saya cek lagi tanggal di sertifikatnya. hehehehe*
Pada tanggal itu ada seminar pendidikan berjudul Convention of Children Right, Classroom and School Management yang diadakan oleh IKIP PGRI Semarang, bekerjasama dengan SIDA - Lund University Swedia.
Pak Wirawan menunjuk beberapa siswa SMK 7 termasuk saya, Akmal, Imam, Himma, dan Ossy untuk mengikuti seminar berbahasa Inggris ini. Beberapa murid SMP Negeri 2 juga datang bersama guru mereka.
Peserta seminar ini didominasi para guru sekolah negeri dan swasta, dan beberapa petugas dinas pendidikan. Pembicaranya datang dari SIDA-Lund University sendiri, namanya Dr. Bodil Rasmusson, mentor of CRC Training.
Dari seminar ini saya jadi tau bahwa Swedia adalah salah satu negara (selain Finlandia, kalo gak salah) yang tidak memberikan pekerjaan rumah ke muridnya. Aih, enaknya!
Idealnya tiap kelas terdiri dari 20 murid. Itu saja sudah cukup banyak. Dan grade (rangking) seharusnya tidak diterapkan, karena secara tidak langsung akan membentuk kasta diantara murid.
Murid yang rangking 5 besar masuk kasta Brahmana. Elit, disegani, dan ningrat. Sementara yang rangkingnya bawah, adalah kaum fakir nilai. It's not an ideal situation for learning, right?
But offcourse, how to manage education system in a country is a complicated thing. Hanya karena sebuah sistem berhasil memajukan sebuah negara, bukan berarti kita bisa langsung mengadopsinya untuk negara lain.
Harus memperhatikan aspek lain. Jumlah murid, kondisi fasilitas, dan kesiapan siswa menerima metode baru.
Soal pendidikan, kita singgung nanti saja ya ;-)
Dalam seminar ini, salah satu moderator (saya lupa namanya siapa. Soalnya kurang ganteng sih. *halah!*) membuka sesi pertanyaan. Tapi sebelum ke sesi pertanyaan, beliau menceritakan sebuah cerita.
Cerita ini begitu memorable buat saya, dan menjadi salah satu cerita favorit yang saya share ke temen-temen. Diantara kalian mungkin sudah pernah saya ceritain juga.
Ceritanya gini :
Di Way Kambas, Sumatra, ada seorang guru laki-laki yang mengajar di sekolah dasar. Ngomong-ngomong, Way Kambas itu kan area yang terkenal sebagai cagar alam gajah, dan disana SPG (Sekolah Pendidikan Guru) sering diplesetkan menjadi Sekolah Pendidikan GU..ajah. Hehehehe.
Pak Guru yang mengajar di kelas enam ini hobi banget main catur.
Suatu hari Pak Guru ini main catur sampai malam dengan tetangganya. Dan besoknya, beliau mengantuk di kelas. Terlalu lelah untuk membacakan materi pelajaran ke muridnya.
Akhirnya beliau menyuruh si ketua kelas untuk menyalin materi pelajaran di papan tulis, agar teman-teman sekelasnya bisa mencatat. Sementara itu, Pak Guru diam-diam tidur di ruang guru.
Yep, beliau tertidur karena kelelahan =P
Sampai waktunya pulang, Pak Guru ini belum juga kembali ke kelas. Akhirnya si ketua kelas pergi ke ruang guru, dan mendapati gurunya tertidur.
"Pak, ini sudah waktunya pulang sekolah Pak. Wah... Pak Guru ketiduran ya?" si ketua kelas membangunkan gurunya.
Pak Guru gelagapan. Malu karena kepergok sedang ketiduran.
"Ah, bukan" kata Pak Guru mencoba ngeles. "Pak Guru tidak tidur kok, tapi merenung. Dalam renungan tadi, Pak Guru ketemu sama Tuhan. Pak Guru lalu bilang sama Tuhan 'ya Tuhan, tolong jadikan anak-anak didikku menjadi orang sukses'. Begitu nak"
Si ketua kelas manggut-manggut.
Keesokan harinya, Pak Guru itu mengajar kelas seperti biasa. Beliau sudah tidak mengantuk lagi.
Tapi, sekarang justru giliran si ketua kelas yang tertidur di kelas. Dia capek karena kemarin sudah menulis berlembar-lembar materi di papan tulis.
Melihat muridnya tertidur saat diterangkan, Pak Guru pun menegurnya.
"Hei, kamu ini gimana sih? Ketua kelas kok enak-enakan tidur di kelas. Keluar sana!"
Giliran si ketua kelas yang menjawab enteng : "Tidak Pak. Saya nggak tidur kok, tapi merenung. Dalam renungan tadi, saya ketemu sama Tuhan. Dan kata Tuhan, kemarin Dia nggak ketemu tuh sama Pak Guru"
Hahahahahaha... cerita ini membuat seisi aula heboh. Pak Wirawan pun tertawa lepas.
"Bagus nih ceritanya. Besok bisa jadi materi cerita di kelas saya"
Saya mengangguk setuju dan bilang ke Akmal, yang duduk di dekat saya. "Boleh tuh Pak. Tapi kan saya sama Akmal udah tau cerita ini. Berarti besok kalau Pak Wirawan cerita, kamu musti pura-pura belum pernah denger cerita ini, Mal. Biar seru"
Si Akmal nyengir. "Tenang aja, Dev. Kalau perlu, besok aku suruh temen-temen buat ketawa" hihihihihi
Pak Wirawan pernah menceritakan kisah ini saat malam pengumuman lomba Mata pelajaran SMA / SMK. Dan semua orang tertawa, kecuali saya. Kan saya sudah pernah dengar.
Okay, Sekian dulu postingan hari ini. See you in the next issued ya!
Komentar
Posting Komentar