Langsung ke konten utama

Life is A Decision

Pernah nonton film Polar Express? Ini film animasi lama yang diangkat dari buku The Polar Express karangan Chris Van Allsburg dan diluncurkan menjelang Natal, dengan pengisi suara Tom Hanks (as The conductor of the train)

Tokoh utamanya adalah anak laki-laki yang ingin membuktikan keberadaan Santa Clauss, and he's hoping for belief in the true spirit of Christmas. Pada malam Natal dia mendapati sebuah kereta api tiba-tiba melintas di depan pintu rumahnya. Padahal seingatnya di depan pintu rumahnya adalah jalan biasa, bukan rel kereta. Ternyata kereta itu adalah Polar Express, kereta ajaib menuju Kutub Utara tempat Santa Clauss berada.
The conductor (atau dipanggil Mr. C) menawarkan si anak laki-laki untuk ikut ke Kutub Utara. Anak laki-laki itu ragu. Haruskah dia ikut?
"Sounds to me like this is your crucial year. If I were you, I would think about climbing onboard" kata Mr. C.

Si anak laki-laki melihat di dalam kereta telah ada anak-anak lain. Rupanya mereka juga ikut naik dan akan bertemu dengan Father Christmas.

Tapi dia masih ragu. Yep, initially he refused to abroad.
"Come on, come on. I've got a schedule to keep" kata Mr. C lagi sambil melihat arlojinya.

Peluit ditiup, lokomotif dijalankan dan kereta mulai bergerak, akhirnya anak laki-laki itu berubah pikiran dan ikut naik. Sampai di North Pole dia terpisah dari rombongan anak-anak lain gara-gara tak sengaja melepaskan rantai penghubung gerbong. Si anak laki-laki berpetualang di tempat yang penuh kurcaci pembuat mainan bersama anak perempuan (tak tau nama aslinya siapa, tapi di beberapa review tertulis sebegai Hero Girl) dan bocah lain bernama Billy, yang pendiam.
Si anak laki-laki ini awalnya tak percaya pada keajaiban Natal, bahkan tak bisa mendengar bunyi lonceng natal. Padahal anak-anak lain di rombongannya bisa mendengar gemerincing lonceng.
Saat bertemu dengan Father of Christmas, dan setelah meyakinkan hatinya untuk percaya, dia berkata "I believe. I believe. I belieeeevee..!" dan akhirnya bisa mendengar bunyi lonceng yang bergelantungan di leher-leher rusa.
Bunyi lonceng Natal.

Oke, lupakan sejenak kisah tentang Christmas Eve-nya. Atau tentang loncengnya. Atau tentang Santa Clauss disana.

Ada bagian yang saya highlight di film ini, yaitu di bagian akhir cerita saat anak-anak itu pulang ke rumah. Sesampainya di halaman rumah si anak laki-laki, Mr. C berkata padanya :
"One thing about trains : it doesn't matter where they're going. What matters is deciding to get on."
Tak penting kemana keretanya menuju. Yang penting adalah keputusanmu untuk naik dulu.

Di awal tadi si anak laki-laki sedikit bimbang, apakah dia harus ikut naik kereta atau tidak. Tapi akhirnya dia memutuskan untuk ikut. Alasannya? This could be the only chance for him to get the spirit of Christmas.
Kalau saja dia tidak ikut, maka malam itu dia hanya tidur, lalu besoknya bangun dan mengecek hadiah Natal yang dia terima. Lalu merayakan Natal. Seperti biasa. Just ordinary Christmas, and he will never believe in Father of Christmas. Moreover, he will never heard the sound of jingle bell.

Saya begitu tergelitik dengan ucapan Mr. C. Tak penting kemana keretanya menuju. Yang penting adalah keputusanmu untuk naik dulu. Dengan penekanan pada kata ini : Keputusan.
Sebegitu pentingnya arti keputusan. Kalimat dari Mr. C ini jadi mengingatkan saya pada ungkapan : Life is A Decision. Saya lupa pernah baca dimana, tapi yang jelas kalimat ini selalu saya patri di benak.

Life is A Decision. Hidup adalah sebuah keputusan.

Gini deh, selama hidup, berapa banyak pilihan yang kita temui? Banyak.

Pilihan untuk memilih sekolah, pilihan menentukan jurusan atau fakultas, pilihan mencari pekerjaan, pilihan mencari pasangan, sampai yang paling pribadi : pilihan menentukan sikap.

Ibarat kereta, hidup itu stasiun pusat. Disana ada berjenis-jenis kereta yang bisa kita pilih. Kita tak tau kemana kereta-kereta yang kita pilih itu akan membawa kita.
Contoh nih, saat menentukan sekolah atau universitas, apa kita tau besok universitas itu akan membuat kita jadi orang seperti apa? Nobody knows.
Yang penting adalah keputusanmu : are you sure to enter this school or this university?

Saat memilih pekerjaan ini, saya bahkan nggak tau besok kerjanya bakal seperti apa. I am totally beginner in this field.
Tapi toh, akhirnya saya memutuskan untuk tetap melamar pekerjaan ini. It's okay. Penjelasan tentang job-desc mah bisa didapatkan sambil bekerja, yang penting adalah keputusan saya untuk berkata "YA" saat dihubungi oleh pihak HRD.
Kalau saya tidak memutuskan untuk bekerja, mungkin sekarang saya masih dirumah. Terkatung-katung, bingung mau kuliah dimana karena kurang biaya.
Dan pekerjaan ini akan diberikan pada pelamar selanjutnya.

Misalnya saja ada lomba mata pelajaran yang diadakan salah satu bimbingan belajar. Biaya pendaftarannya terjangkau. Lomba ini terbuka untuk semua pelajar SMA dan SMK. Maukah kamu mencoba?
Kalau kamu memutuskan ikut, jelas ada resiko kamu kalah. Bahkan mungkin nilaimu paling rendah. Tapi, coba pikir : kalau kamu nggak ikut, lantas darimana kamu tau sejauh apa kemampuanmu?

Coba pertimbangkan kalimat dari buku A month of Summer ini : The hardest thing about the road not taken is that you never know where it might have led. Kamu nggak tau seberapa ketat persaingannya, seberapa sulit tantangannya, dan seberapa jauh kamu mampu menyelesaikan soal lomba.

Mungkin saja semua peserta lomba diberi 'hadiah' berupa paket belajar gratis selama seminggu di bimbel itu. Ah, siapa tau kan? Kamu nggak nyoba sih.


Siapa yang nggak ingin bahagia dan sukses? Ini mah cuma pertanyaan retoris yang sering digaung-gaungkan sama motivator. Come on, you and I already known the answer is tad obvious. Jelas, semua orang ingin bahagia dan meraih sukses.
But again, in our journey to seek happiness and success, we will face many options. Saat lagi susah payah belajar untuk ujian, ada tawaran untuk nonton film gratis (bagi saya, ini menggiurkan).
Kamu harus memutuskan mau fokus belajar, atau nonton film dulu. Kelihatannya sepele. Nonton film sejenak nggak apa-apa kan, begitu pikirmu. But hey, don't forget ada kemungkinan film itu akan bikin nggak konsen belajar. Atau membuatmu ingin menonton film lainnya. *just like me*

Kamu menemukan handphone di salah satu bangku bis. What will you do with the cellular? Menyimpannya dan membuang SIM-cardnya, atau mencoba menghubungi pemilik HP untuk mengembalikannya? You decide!

Kamu naik bis, di sebelahmu ada mbak-mbak yang dengan cueknya makan gorengan lalu...whoosh! dia membuang bungkus plastiknya lewat jendela bus.
Kamu dihadapkan pada pilihan : membiarkan saja dan ikut cuek, atau menegurnya.

Those are the simple situations. Some of them might occurs to you and all of those situation need the same requirement : A DECISION.
Kita tak tau sampai dimana ujung sebuah jalan, kalau kita bahkan tak memutuskan untuk menempuh jalan itu.

So, have you made a decision?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

i can't believe i have been three years here (part 4 - End)

Chapter #4 : The Planning World  Ah, akhirnya diterusin juga ceritanya. Pada waktu postingan ini pertama dibuat, saya genap tiga tahun kerja di PT USG, hence the title. Kemudian saya lanjutkan ceritanya, lalu sempat vakum, lalu posting lagi cerita lanjutannya, dan vakum lagi cukup lamaaaaaaa di chapter tiga. Ketika chapter empat ini saya susun, saya sudah bekerja di perusahaan ini selama uhmm... delapan puluh sembilan bulan. Sudah menjelang sewindu. Masih ingat kan, hitungan matematika sewindu itu berapa tahun? Gara-gara cerita ini juga, banyak sekali email-email yang masuk ke Gmail dari para calon pelamar kerja yang nanya-nanya soal PT USG kepada saya. Umumnya mereka ini para lulusan baru alias fresh graduate yang lagi nyari kerja, terus mereka lihat lowongan di PT USG sebagai PPMC. Karena nggak paham apa itu PPMC, mereka akhirnya buka Google, terus ngetik keyword "PPMC." Hasil penelusuran mereka salah satunya mengarah ke postingan ini Rata-rata dari mereka adala

Hompimpa (Sebuah puisi dari Tengsoe Tjahjono)

Puisi Hompimpa karangan Tengsoe Tjahjono pertama kali saya ketahui saat kelas 1 SMP. Tepatnya saat classmeeting yang diadakan pasca ulangan umum. Sekolah saya SMP Negeri 6 Semarang mengadakan beberapa lomba. Yah, buat ngisi hari aja sih. Supaya murid-muridnya nggak nganggur gitu. Waktu itu Bu Tamsih (salah satu pengajar Bahasa Indonesia) mengadakan lomba deklamasi puisi Hom-Pim-Pa untuk anak-anak kelas tiga. Syaratnya : saat deklamasi puisi, satu kelas harus maju semua. Tidak boleh hanya satu orang yang maju deklamasi mewakili kelas mereka. Pokoknya, satu kelas maju bareng. Tampil di tengah-tengah lapangan. Ditonton oleh kelas satu dan kelas dua. Asik ya? Tampil rombongan, gitu. Jadi bisa dilihat kekompakan masing-masing kelas. Kalau satu orang salah, ya satu kelas bisa ancur. Pernah ada kelas yang tampil bagus banget di awal. Setelah memasuki bagian tengah-tengah, ada murid yang suaranya cempreng dan cengengesan (sungguh kombinasi yang absurd, hehe) yang tentu saja membuat semua penon

I can't believe i have been three years here

my desk, June 14th 2013 I can't believe i have been three years here. Yep, it is my 3rd year in PT Ungaran Sari Garment. After all the stormy periods, exhausted time, crazy works and many stuffs, I am still alive. Let me emphasize. I - CAN - SURVIVE. Hahaha.. Wow. Waktu cepat sekali berlalu ya? Ceritanya bakal panjang nih. Kalo kamu udah bosen, mending pindah channel aja gih. Biar kayak sinetron, saya akan membagi cerita kilas balik ini dalam beberapa chapter. Dan ini, ladies and gentlement, adalah bagian satu. Chapter #1 : The Beginning Almost three years ago, in 14th June 2010 I was called to be receptionist at Front Office PA1. Nggak kebayang senengnya waktu saya dikasih tau : Kamu keterima. Besok senin mulai masuk ya. Ya Robbi, saya bakal kerja! Setelah hampir satu minggu bolak-balik buat interview, test tertulis, dan test kesehatan, akhirnya besok Senin saya resmi jadi seorang karyawan. Saya bukan anak sekolah lagi! Saya bakal cari duit sendiri! Ay, karam