Nama saya Devi. Saya bekerja di
sebuah perusahaan swasta, di sektor manufaktur pakaian jadi.
*nama perusahaannya nggak perlu
disebutin aja kali ya*
Sampai postingan ini ditulis, saya
masih kerja di bagian perencanaan, atau dalam istilah resmi pabriknya :
Production Planner and Material Control.
Dibandingkan dengan teman-teman lain
yang juga bekerja di perusahaan swasta, saya termasuk awet. Sementara teman saya
yang lain udah pada resign dan pindah ke tempat kerja baru, saya masih aja
stay disini. Betahkah saya? Enggak juga sih. Saya juga pengeeeeen
banget pindah ke perusahaan lain yang kerjanya cuma dari Senin - Jumat. Jadi
saya punya waktu untuk kuliah di hari Sabtu dan Minggu. But until today, I
haven't proposed my resignation letter and still sit in my chair doing my
task.
Rencananya sih taun ini saya bakal
mengundurkan diri. Doakan aja. hehehe
Tapi soal rencana resign ini mending
saya bahas sama HRD aja ya. Nggak perlu saya jelasin di blog
:D
Balik lagi ke fakta pertama : banyak
teman-teman saya yang sudah resign, sementara saya masih bertahan di tempat yang
sama.
Di tim planning, saya bekerja bersama
17 orang lain. Dari tahun ke tahun, biasanya ada 1 atau 2 orang dari ruangan
saya yang resign.
Setiap kali ada teman yang resign,
bulan berikutnya kepala departemen kami akan mencari orang baru.
Orang baru ini akan
di-training, diberikan orientasi tentang pekerjaan, lalu diminta
mengerjakan hal-hal sepele sampai dia mampu menghandle pekerjaan si karyawan
lama.
Kalau nanti ada karyawan yang resign
lagi, maka proses yang sama akan berulang. Cari orang baru, di-training, diberi
orientasi, dilatih bekerja.
Dari total 18 orang yang menghuni
ruangan planning, 11 diantaranya adalah penghuni lama yang sudah
bekerja disini lebih dari 3 tahun (termasuk saya, hehehe) sementara 8 orang
lainnya adalah karyawan baru masuk karena menggantikan orang-orang lama yang
resign.
Kalau diantara 8 karyawan baru ini
ada yang resign, maka proses tadi berulang lagi. Cari orang baru, di-training,
diberi orientasi, dilatih bekerja.
Dan proses
Rekrut-Training-Orientasi-Latihan-Kerja itu tidak hanya terjadi di departemen
kami. Departemen cutting (bagian motong kain), sewing (menjahit), packing sampai
QC (quality control) juga pasti ada. Bukan cuma 1 atau 2 kali, tapi
berkali-kali.
Dan bukan cuma perusahaan kami
yang mendapati karyawannya resign dan mencari orang baru. Perusahaan lain juga
mengalaminya :D
Cuman, alasan resign para karyawan di
tiap perusahaan pasti beda-beda.
Ada yang mengundurkan diri karena
udah nggak betah bekerja, karena menikah dan ikut suami (buat yang cewek), atau
karena gajinya nggak sepadan.
Padahal, ada
compliment dari perusahaan untuk para karyawan yang menunjukkan hasil
kerja bagus. Istilah lainnya : remunerasi, atau pembelian hadiah (penghargaan
atas jasa, dsb) semacam imbalan. Harusnya kalau soal uang mah nggak ada
masalah.
Lalu kenapa
perputaran karyawan tinggi walaupun remunerasinya di atas rata-rata? Uangkah
pemicunya?
Atau ada faktor
lain yang menentukan kesetiaan para karyawan sehingga mereka memutuskan
resign?
Beberapa survey
membuktikan bahwa jika sebuah perusahaan kehilangan karyawan berbakat,
periksalah atasan langsung mereka.
Si atasan adalah
alasan utama karyawan tetap bekerja dan berkembang dalam suatu
perusahaan. Atasan juga menjadi
alasan utama mengapa para karyawan berhenti dari pekerjaannya, membawa pergi
pengetahuan, pengalaman dan klien mereka. Bahkan tidak jarang
selanjutnya secara terang-terangan berkompetisi dengan perusahaan bekas
tempatnya bekerja.
"Karyawan meninggalkan manajernya, bukan meninggalkan perusahaannya", kata para ahli SDM. Begitu banyak uang yang telah dikeluarkan untuk tetap mempertahankan karyawan berbakat, baik dengan memberikan gaji lebih tinggi, bonus ekstra maupun pelatihan mahal. Namun pada akhirnya, perputaran karyawan kebanyakan disebabkan oleh manajer/pimpinannya, bukan oleh hal lain.
Kalau ada perusahaan yang mengalami masalah turnover karyawan, maka pertama-tama periksalah kembali para manajer anda. Apakah mereka biang keladi yang membuat para karyawan tidak betah?
Pada tahap tertentu, karyawan tidak lagi melihat jumlah uang yang ia dapatkan, tapi lebih kepada bagaimana mereka diperlakukan dan seberapa besar perusahaan menghargai mereka.
Kedua hal ini umumnya tergantung dari sikap para pimpinan terhadap mereka. Dan sejauh ini, bekerja dengan atasan yang buruk sering dialami oleh para karyawan yang bekerja dengan baik.
Survey majalah Fortune beberapa tahun lalu mengungkapkan bahwa 75% karyawan menderita karena berada di bawah atasan yang menyebalkan. Dari seluruh penyebab stress ditempat kerja, seorang atasan yang jahat mungkin adalah hal yang terburuk, yang secara langsung akan mempengaruhi kinerja dan mental para karyawan.
"Karyawan meninggalkan manajernya, bukan meninggalkan perusahaannya", kata para ahli SDM. Begitu banyak uang yang telah dikeluarkan untuk tetap mempertahankan karyawan berbakat, baik dengan memberikan gaji lebih tinggi, bonus ekstra maupun pelatihan mahal. Namun pada akhirnya, perputaran karyawan kebanyakan disebabkan oleh manajer/pimpinannya, bukan oleh hal lain.
Kalau ada perusahaan yang mengalami masalah turnover karyawan, maka pertama-tama periksalah kembali para manajer anda. Apakah mereka biang keladi yang membuat para karyawan tidak betah?
Pada tahap tertentu, karyawan tidak lagi melihat jumlah uang yang ia dapatkan, tapi lebih kepada bagaimana mereka diperlakukan dan seberapa besar perusahaan menghargai mereka.
Kedua hal ini umumnya tergantung dari sikap para pimpinan terhadap mereka. Dan sejauh ini, bekerja dengan atasan yang buruk sering dialami oleh para karyawan yang bekerja dengan baik.
Survey majalah Fortune beberapa tahun lalu mengungkapkan bahwa 75% karyawan menderita karena berada di bawah atasan yang menyebalkan. Dari seluruh penyebab stress ditempat kerja, seorang atasan yang jahat mungkin adalah hal yang terburuk, yang secara langsung akan mempengaruhi kinerja dan mental para karyawan.
Coba perhatikan sikap si bos terhadap
karyawan yang berbuat salah. Apakah dia memaki-maki si karyawan di depan staf
lainnya dan tidak memberikan kesempatan si karyawan untuk
menjawab?
Ketika si karyawan memiliki pendapat yang berbeda
dengan si bos, apakah si bos menjadi tidak suka dan mem-blacklist si
karyawan kemudian sengaja tidak memberikannya tugas maupun diikutsertakan dalam pengambilan keputusan, sehingga si
karyawan bingung karena tidak tau apa yang harus dia
kerjakan?
Para ahli SDM mengatakan, dari segala bentuk kekerasan, tindakan memperlakukan karyawan ditempat umum adalah yang terburuk.
Pada awalnya, si karyawan mungkin tidak langsung mengundurkan diri, akan tetapi pikiran itu sudah tertanam : When you did something wrong, your boss will blame in front of other staffs, and you can't speak anything. How embarassing.
Jika kejadian terulang lagi, pikiran
tersebut akan semakin kuat. Dan akhirnya, pada kejadian yang ketiga, karyawan
itu akan mulai mencari pekerjaan lain.
Di sisi lain, ketika seseorang tidak
bisa membalas kemarahannya, ia akan melakukan pembalasan secara
"pasif".
Biasanya dengan cara memperlambat pekerjaan, berleha-leha, hanya melakukan pekerjaan yang disuruh atau menyembunyikan informasi penting.
Biasanya dengan cara memperlambat pekerjaan, berleha-leha, hanya melakukan pekerjaan yang disuruh atau menyembunyikan informasi penting.
Logikanya, jika seseorang bekerja
untuk atasan yang menyebalkan, pada dasarnya dia ingin agar atasan itu mendapat
kesulitan. Jiwa dan pikiran tidak
menyatu lagi dengan pekerjaan.
Para manajer bisa menekan bawahan melalui beragam cara. Misalnya dengan mengontrol bawahan secara berlebihan, curiga, menekan, terlalu kritis, bawel dan sebagainya. Namun para atasan tersebut tidak sadar bahwa karyawan bukan merupakan aset tetap, mereka adalah manusia bebas.
Jika ini terus berlanjut, maka seorang karyawan akan mengundurkan diri, walau tampaknya cuma karena masalah sepele saja.
Para manajer bisa menekan bawahan melalui beragam cara. Misalnya dengan mengontrol bawahan secara berlebihan, curiga, menekan, terlalu kritis, bawel dan sebagainya. Namun para atasan tersebut tidak sadar bahwa karyawan bukan merupakan aset tetap, mereka adalah manusia bebas.
Jika ini terus berlanjut, maka seorang karyawan akan mengundurkan diri, walau tampaknya cuma karena masalah sepele saja.
Take this note : Bukan pukulan ke-100 yang menjatuhkan seseorang, tapi
99 pukulan yang diterima sebelumnya.
Berat ya?
Kalau dipikir,
sepertinya bukan masalah besar bagi perusahaan yang kehilangan seorang karyawan.
Toh mereka mampu merekrut lusinan orang yang lebih baik dari si karyawan yang
resign itu.
Tapi coba pikir
lagi : berapa biaya atas hilangnya seorang karyawan,
apalagi karyawan yang bertalenta tinggi. Ada biaya yang harus dibayar untuk mencari pengganti, ada biaya pelatihan
bagi pengganti karyawan tersebut. Belum lagi akibat yang ditimbulkan karena
tidak ada orang yang mampu melakukan pekerjaan itu saat calon pengganti sedang
dicari, kehilangan klien dan kontak yang dibawa pergi karyawan yang
hengkang, penurunan moral karyawan lainnya,
hilangnya rahasia penjualan dari karyawan tersebut yang seharusnya
diinformasikan ke karyawan lainnya, dan yang terutama turunnya reputasi
perusahaan.
Lagi pula, setiap
karyawan yang pergi, bagaimanapun juga akan menjadi "duta" untuk mewartakan hal
yang baik maupun yang buruk dari perusahaan itu
;-)
Nilai suatu perusahaan juga terletak "diantara
telinga" para karyawannya.
Jack Welch mantan orang nomor satu di perusahaan General Electric
pernah berkata "Setiap perusahaan yang berusaha memenangkan
persaingan harus memikirkan cara untuk mengikat jiwa setiap
karyawannya"
Jadi, buat kamu
yang udah bekerja, coba jawab deh : apakah jiwa kamu sudah terikat erat dengan
perusahaan tempat kamu bekerja?
Kalau enggak, yuk resign
sama-sama. *Lhoh?*
Mbaknya sekarang masih di USG apa udah resign?
BalasHapusKarena saya kemarin habis tes interview dengan user, kira2 selanjutnya apa ya? Dan kalau lolos dikabarin brp lama? Terima kasih
BalasHapus