Kalimat pertama yang selalu diucapkan Ibu saya setiap kali saya pulang adalah : "Sudah makan?"
Yang unik, bahkan walaupun saya menjawab "Sampun, Bu" (bahasa Jawa, artinya = sudah, Bu) ibu saya tetap akan menyuruh saya makan.
"Tapi kan saya masih kenyang, Bu" jawab saya. Habisnya kalau udah malam pengennya langsung tidur.
"Ya makan lagi lah" kata Ibu, tetep keukeuh.
Tak peduli apa jawaban saya, Ibu akan tetap menyuruh saya untuk makan. Lagi.
Saya sering pergi dengan teman, biasanya sih nonton film. Lalu makan di Bee's atau KFC. Tapi tetep saja, setiap kali sampai rumah, Ibu saya akan bertanya "sudah makan? Makan dulu sana"
Atau kalau saya pulang dari kegiatan (dan biasanya udah dapat jatah makan siang berupa nasi kardus), setibanya dirumah pasti ditanya lagi "Sudah makan? Makan dulu sana"
Beda kesempatan, tapi satu pertanyaan.
Lain Ibu, lain lagi kata bapak.
Saat saya pulang dan kebetulan yang standby di ruang tamu adalah bapak saya, kalimat pertama beliau adalah "kok nggak makan?"
Beda kalimat, tapi satu nuansa.
Intinya : makanlah, nak. Makan. M-A-K-A-N
Maka jangan heran kalau badan saya jadi tambah bulat gini, hehehehe. Misalnya saya tiba dirumah jam 21.30 pun, Ibu pasti akan menyuruh makan nasi, sayur dan lauk. Minumnya air putih dingin.
Sungguh suatu kombinasi yang menyuburkan pertumbuhan lemak dan gelambir :P
Kalian pernah mengalami hal seperti ini nggak? Well... kalaupun iya, mustinya kalian berterimakasih karena Ibu kalian masih perhatian banget.
Kalau kalian pulang tapi malah dicuekin dan ditinggal nonton gosip, nah... justru hati-hati. Siapa tau kamu dulunya anak titipan. Hahahahaha
*bercanda, bercanda*
You know what, ternyata ada hikmah dibalik perintah terselubung untuk makan ini.
Kenapa orangtua kita menyuruh makan? Ya tentu saja agar perut kita kenyang. That's obvious. Di mata orangtua kita, mereka membayangkan betapa capeknya kita setelah hampir seharian beraktivitas. Kita pasti lapar. Maka hal pertama yang mereka sarankan adalah mengisi perut. Perut kenyang akan membuat kita berpikir lebih jernih. Atau setidaknya, berpikir lebih lapang sebelum menjawab.
Dalam keadaan lapar, hal-hal jelek akan menjadi semakin buruk dimata kita. Semuanya salah. Semuanya menyebalkan. Sama halnya binatang yang jadi lebih agresif karena belum makan, manusia juga jadi lebih sensi saat lapar. Percaya deh.
Beberapa waktu lalu saya baca artikel dari Prof Rhenald Kasali. Beliau mengutip salah satu strategi Pak Jokowi untuk menjinakkan calo tanah dan warga Jakarta yang tak mau pindah ke rumah susun yang telah disediakan (dari area waduk Ria-Rio). Pak Jokowi mengajak mereka makan. That's right. Makan.
Sebelumnya, saat menjabat sebagai walikota Solo, Jokowi ternyata juga melakukan cara yang sama saat memindahkan PKL dari tengah kota. Saat itu Jokowi mengajak PKL makan siang dan makan malam sebanyak 54 kali. Setelah itu Jokowi menyampaikan bahwa mereka akan dipindah. Dan mereka diam semua.
Diam yang berakhir dengan kata setuju.
“Setelah itu baru saya sampaikan bahwa mereka akan dipindah. Dan mereka diam semua. Saya katakan, 'kalau begitu setuju ya'... dan mereka menjawab, 'Iya, Pak...'."
(dikutip dari kata-kata Gubernur Joko Widodo, artikel Cara Jokowi Membangun Kepercayaan oleh Rhenald Kasali, Kompas Online 28 Oktober 2013)
Cara yang dipakai oleh Pak Jokowi ini bisa dibilang Diplomasi makan malam. Cara yang jauh-jauh sebelumnya sudah digunakan oleh masyarakat Tionghoa dalam mengatasi berbagai masalah. Bagi mereka, semua urusan bisa diselesaikan di meja makan. Secara metafora, yang penting perutnya disentuh dulu. Dan kalau perut sudah disentuh, hati manusia akan adem. Ngomong juga lebih enak.
Di Tokyo ternyata juga sama. Bahkan, pekerja-pekerja Jepang hingga larut malam masih menjinjing tas kerja dan jas hitamnya bersama atasan mereka di bar-bar di sepanjang daerah Ginza atau Shinjuku. Dalam ocehan yang terucap, mereka mengatakan, “kita menanggung sama-sama.” Taihen dakedo. Isshoni gambarimashoo. Saya tau ini sulit, tapi mari berusaha lebih dan lebih lagi.
They talked about jobs or their problems in the bar, while eating dinner :D
Saya jadi inget, ibu saya juga sering melarang saya dan adik saya untuk mengganggu bapak saat beliau baru saja sampai di rumah. Tunggu biar bapak ganti baju dulu dan makan. Baru boleh bicara.
Orang yang baru pulang kerja, kata Ibu saya, masih membawa 'setan' di kepalanya. Bisa aja dia bete karena seharian kerja dan terjebak macet saat pulang. Atau mungkin tadi di jalan mengalami kejadian yang nggak mengenakkan. Atau dia barusan berantem sama seseorang di jalan. Atau... wah, pokoknya macam-macam. Bayangin deh, udah capek banget, eh sampai di rumah malah direcokin. Ya setannya meledak lah.
Segitu pentingnya perkara mengisi perut ini, saya jadi kepikiran : mungkin inilah kenapa banyak sekali film romantis yang menggunakan adegan makan bersama. Tau kan? Si cowok mengajak cewek makan malam saat pedekate, lengkap dengan seikat bunga dan dijemput naik mobil limousine. Setelah makan malam, si cowok mengutarakan perasaannya, atau melamar ceweknya. Gitu-gitu deh. Tipikal banget. Semua adegan romantis rata-rata disetting saat makan. Kenapa? Ya itu tadi. Perut yang terisi akan membuat otak berpikir lebih maksimal. Si cewek mungkin aja sebetulnya nggak siap untuk ditembak, bersiap-siap menolak ajakan Pilihlah-Aku-Jadi-Pacarmu soalnya si cowok suka nyampurin mayonaise yang banyak kalo pas makan. Tapi setelah perutnya diisi, toh akhirnya mungkin aja si cewek bisa melihat lebih 'luas'. Bahwa si cowok ternyata suka banget nonton Drama Korea sehingga si cewek akhirnya punya temen untuk bisa nonton dan nangis bareng. Contohnya gitu.
So, if you had your mother asked you to have a meal, please do. Makanlah, selagi ada makanan ^_^
Kalau kamu minat mau negosiasi bisnis, ajaklah calon partner kamu buat makan bareng biar hatinya takluk.
Kalau lagi ke rumahnya pacar, coba bawa makanan kesukaan orangtuanya. Biar hatinya takluk.
And for closing, ada salah satu quote dari Dylan di film The Clique : My mom always says the best way to a boy’s heart is through his stomach. Bener atau salah, saya nggak tau. Tapi saya percaya sama credo sebelumnya : sebelum menaklukan hati, sentuhlah dulu selera perutnya.
Segitu dulu deh posting hari ini. Ibu saya udah teriak supaya saya makan tuh. Daah!
Yang unik, bahkan walaupun saya menjawab "Sampun, Bu" (bahasa Jawa, artinya = sudah, Bu) ibu saya tetap akan menyuruh saya makan.
"Tapi kan saya masih kenyang, Bu" jawab saya. Habisnya kalau udah malam pengennya langsung tidur.
"Ya makan lagi lah" kata Ibu, tetep keukeuh.
Tak peduli apa jawaban saya, Ibu akan tetap menyuruh saya untuk makan. Lagi.
Saya sering pergi dengan teman, biasanya sih nonton film. Lalu makan di Bee's atau KFC. Tapi tetep saja, setiap kali sampai rumah, Ibu saya akan bertanya "sudah makan? Makan dulu sana"
Atau kalau saya pulang dari kegiatan (dan biasanya udah dapat jatah makan siang berupa nasi kardus), setibanya dirumah pasti ditanya lagi "Sudah makan? Makan dulu sana"
Beda kesempatan, tapi satu pertanyaan.
Lain Ibu, lain lagi kata bapak.
Saat saya pulang dan kebetulan yang standby di ruang tamu adalah bapak saya, kalimat pertama beliau adalah "kok nggak makan?"
Beda kalimat, tapi satu nuansa.
Intinya : makanlah, nak. Makan. M-A-K-A-N
Maka jangan heran kalau badan saya jadi tambah bulat gini, hehehehe. Misalnya saya tiba dirumah jam 21.30 pun, Ibu pasti akan menyuruh makan nasi, sayur dan lauk. Minumnya air putih dingin.
Sungguh suatu kombinasi yang menyuburkan pertumbuhan lemak dan gelambir :P
Kalian pernah mengalami hal seperti ini nggak? Well... kalaupun iya, mustinya kalian berterimakasih karena Ibu kalian masih perhatian banget.
Kalau kalian pulang tapi malah dicuekin dan ditinggal nonton gosip, nah... justru hati-hati. Siapa tau kamu dulunya anak titipan. Hahahahaha
*bercanda, bercanda*
You know what, ternyata ada hikmah dibalik perintah terselubung untuk makan ini.
Kenapa orangtua kita menyuruh makan? Ya tentu saja agar perut kita kenyang. That's obvious. Di mata orangtua kita, mereka membayangkan betapa capeknya kita setelah hampir seharian beraktivitas. Kita pasti lapar. Maka hal pertama yang mereka sarankan adalah mengisi perut. Perut kenyang akan membuat kita berpikir lebih jernih. Atau setidaknya, berpikir lebih lapang sebelum menjawab.
Dalam keadaan lapar, hal-hal jelek akan menjadi semakin buruk dimata kita. Semuanya salah. Semuanya menyebalkan. Sama halnya binatang yang jadi lebih agresif karena belum makan, manusia juga jadi lebih sensi saat lapar. Percaya deh.
Beberapa waktu lalu saya baca artikel dari Prof Rhenald Kasali. Beliau mengutip salah satu strategi Pak Jokowi untuk menjinakkan calo tanah dan warga Jakarta yang tak mau pindah ke rumah susun yang telah disediakan (dari area waduk Ria-Rio). Pak Jokowi mengajak mereka makan. That's right. Makan.
Sebelumnya, saat menjabat sebagai walikota Solo, Jokowi ternyata juga melakukan cara yang sama saat memindahkan PKL dari tengah kota. Saat itu Jokowi mengajak PKL makan siang dan makan malam sebanyak 54 kali. Setelah itu Jokowi menyampaikan bahwa mereka akan dipindah. Dan mereka diam semua.
Diam yang berakhir dengan kata setuju.
“Setelah itu baru saya sampaikan bahwa mereka akan dipindah. Dan mereka diam semua. Saya katakan, 'kalau begitu setuju ya'... dan mereka menjawab, 'Iya, Pak...'."
(dikutip dari kata-kata Gubernur Joko Widodo, artikel Cara Jokowi Membangun Kepercayaan oleh Rhenald Kasali, Kompas Online 28 Oktober 2013)
Cara yang dipakai oleh Pak Jokowi ini bisa dibilang Diplomasi makan malam. Cara yang jauh-jauh sebelumnya sudah digunakan oleh masyarakat Tionghoa dalam mengatasi berbagai masalah. Bagi mereka, semua urusan bisa diselesaikan di meja makan. Secara metafora, yang penting perutnya disentuh dulu. Dan kalau perut sudah disentuh, hati manusia akan adem. Ngomong juga lebih enak.
Di Tokyo ternyata juga sama. Bahkan, pekerja-pekerja Jepang hingga larut malam masih menjinjing tas kerja dan jas hitamnya bersama atasan mereka di bar-bar di sepanjang daerah Ginza atau Shinjuku. Dalam ocehan yang terucap, mereka mengatakan, “kita menanggung sama-sama.” Taihen dakedo. Isshoni gambarimashoo. Saya tau ini sulit, tapi mari berusaha lebih dan lebih lagi.
They talked about jobs or their problems in the bar, while eating dinner :D
Saya jadi inget, ibu saya juga sering melarang saya dan adik saya untuk mengganggu bapak saat beliau baru saja sampai di rumah. Tunggu biar bapak ganti baju dulu dan makan. Baru boleh bicara.
Orang yang baru pulang kerja, kata Ibu saya, masih membawa 'setan' di kepalanya. Bisa aja dia bete karena seharian kerja dan terjebak macet saat pulang. Atau mungkin tadi di jalan mengalami kejadian yang nggak mengenakkan. Atau dia barusan berantem sama seseorang di jalan. Atau... wah, pokoknya macam-macam. Bayangin deh, udah capek banget, eh sampai di rumah malah direcokin. Ya setannya meledak lah.
Segitu pentingnya perkara mengisi perut ini, saya jadi kepikiran : mungkin inilah kenapa banyak sekali film romantis yang menggunakan adegan makan bersama. Tau kan? Si cowok mengajak cewek makan malam saat pedekate, lengkap dengan seikat bunga dan dijemput naik mobil limousine. Setelah makan malam, si cowok mengutarakan perasaannya, atau melamar ceweknya. Gitu-gitu deh. Tipikal banget. Semua adegan romantis rata-rata disetting saat makan. Kenapa? Ya itu tadi. Perut yang terisi akan membuat otak berpikir lebih maksimal. Si cewek mungkin aja sebetulnya nggak siap untuk ditembak, bersiap-siap menolak ajakan Pilihlah-Aku-Jadi-Pacarmu soalnya si cowok suka nyampurin mayonaise yang banyak kalo pas makan. Tapi setelah perutnya diisi, toh akhirnya mungkin aja si cewek bisa melihat lebih 'luas'. Bahwa si cowok ternyata suka banget nonton Drama Korea sehingga si cewek akhirnya punya temen untuk bisa nonton dan nangis bareng. Contohnya gitu.
So, if you had your mother asked you to have a meal, please do. Makanlah, selagi ada makanan ^_^
Kalau kamu minat mau negosiasi bisnis, ajaklah calon partner kamu buat makan bareng biar hatinya takluk.
Kalau lagi ke rumahnya pacar, coba bawa makanan kesukaan orangtuanya. Biar hatinya takluk.
And for closing, ada salah satu quote dari Dylan di film The Clique : My mom always says the best way to a boy’s heart is through his stomach. Bener atau salah, saya nggak tau. Tapi saya percaya sama credo sebelumnya : sebelum menaklukan hati, sentuhlah dulu selera perutnya.
Segitu dulu deh posting hari ini. Ibu saya udah teriak supaya saya makan tuh. Daah!
Komentar
Posting Komentar