Langsung ke konten utama

Response and Reaction



Oke, bayangkan ada restoran berkelas, luxurious, dan dipenuhi pengunjung saat jam makan malam.

Tamu-tamu elegan duduk dan mulai bersantap. Para pelayan bergiliran menghidangkan pesanan dan menuang anggur.

Gelas-gelas berdentingan, bunyi lirih mulut mengunyah, bunyi sendok beradu dengan piring, mangkuk sup ditaruh dan dibuka tutupnya. Kemudian.......

"Aaaaarrrggghh!!!!"

Seorang nyonya berdiri, berteriak histeris, mengibas-ngibaskan lengannya dan menunjuk meja makan.

Lebih tepatnya, menunjuk kecoak diatas meja makan.

Si suami meraih serbet makan, kemudian -sementara si nyonya masih histeris- si suami menyapukan serbet ke meja makan untuk menjatuhkan si kecoak lalu menginjaknya.

Tapi si kecoak bukannya jatuh ke lantai, malah terlempar dan mendarat di pundak nyonya meja sebelah.

Si nyonya meja sebelah berteriak histeris, nyaris naik ke atas kursi, mengibas-ngibaskan kecoak dari pundaknya....

... lalu si kecoak terlempar lagi dan mendarat di atas kepala seorang nyonya di sisi kiri ruangan. Lalu si nyonya berteriak histeris, and the drama started again.

Si kecoak kembali terlempar dan hinggap di kaki pelayan yang sedang membawa nampan berisi gelas. Apakah pelayan itu histeris dan teriak seperti bencong? Apakah dia kaget lalu menjatuhkan gelasnya secara dramatis? Apakah tiba-tiba muncul Irwansyah?  (Laaah.. ngapain juga dia muncul? dikira lokasi syuting FTV kali)

Tidak, sodara-sodara.

Si pelayan tadi diam. Mengamati kecoak sebentar, kemudian setelah si kecoak tenang dan gampang ditangkap, si pelayan itu mengambil tisu. Dia meraih kecoak, kemudian membungkusnya dengan kertas tisu, lalu membawanya keluar restoran, membuangnya di tempat sampah.

Di dalam restoran, keadaan sudah normal lagi. Some ladies talk, laugh, drinking just like the drama of cockroach never happen.


Lucu ya?

Penyebab masalahnya satu : kecoak. Tapi tanggapan tiap orang berbeda : si nyonya-nyonya berteriak, sementara si pelayan dengan cool-nya mengambil kecoak dan membuangnya.

Ada 2 jenis tanggapan : respon dan reaksi. Dalam bahasa Inggris kita menyebutnya response and reaction. 
Lho, emang reaksi dan respon itu beda?


Iya, ternyata beda. Yet, in practice, there seems to be a gulf of difference.
Saya juga barusan tau kok. Hehehe

Reaksi adalah tanggapan berupa refleks, lebih sering diakibatkan karena panik atau kaget. Reacting is sporadic and emotional.
In our reactions, our emotions take a central role.

Misalnya ya seperti nyonya-nyonya tadi. Mungkin mereka takut dan jijik sama kecoak, kemudian panik dan bereaksi dramatis sampai naik ke atas kursi.

Kelihatannya memang konyol, tapi begitulah. When we react, we let emotions without reason drive us forward. We lose control.

Beda dengan respons. Respon adalah tanggapan yang lebih didasari pikiran atau logika. Responding is guided less by emotion and more by logic.

Pada ilustrasi diatas, respon ditunjukkan oleh mas-mas pelayan yang tetap tenang saat dihinggapi kecoak.
Mungkin aslinya mas pelayan ini geli dan jijik, tapi dia menata emosi. Karena emosinya tertata, mas pelayan ini bisa mengarahkan pikirannya sebelum bertindak.
Dia tenang, menunggu sampai si kecoa berhenti bergerak, lalu mengambilnya dan membuang si kecoak.
It seems easy, right? Setelah membaca ini, kamu mungkin berpikir "alah, gitu doang mah aku juga bisa. Tinggal tangkap si kecoak, trus injek pakai kaki. Beres"

Weeww.. belum tentu juga. Segalanya memang terasa mudah kalau cuma didengarkan atau dibaca, tapi saat mengalaminya sendiri, bisa jadi kamu juga akan seperti nyonya-nyonya : panik, berteriak histeris, mengibas-ngibaskan lengannya.

Reaksi seringnya terjadi secara alamiah, dipicu rasa panik, dan sering dilakukan begitu saja. We blurt, we cry, we scream, we hit, we leave, we insult, we divorce, it's all happening in the blink of an eye.

Kita tidak punya waktu untuk menilai perilaku kita sebelum bertindak. Boro-boro menilai kemampuan, menenangkan pikiran saat panik aja susah banget.

Memang sih, tiap orang punya kepribadian dan pemberian reaksi yang berbeda-beda. Beberapa orang punya reaksi yang lebih cepat dan lebih sering daripada orang lain. Salah satu faktor timbulnya panik dan reaksi adalah rasa stress. The more stressed we are, the more likely a reaction will seep out un-monitored.

Beda sama respon.

Respon adalah tanggapan yang didasari ketenangan, membuat kita selalu menilai situasi terlebih dahulu sebelum bertindak. Rasa tenang itu memberi jeda waktu antara kejadian dengan penafsiran pikiran. Jeda waktu itu membuat intelegensia kita mengendalikan kekacauan.

It is easy to be pulled into reacting, and it takes more effort to respond.

Reaction is intuitive, respond is adaptive.


Sekarang, sudah paham bedanya, anak-anak?

Nah, kalau sudah, simpanlah tas dan bukumu, lupakan keluh kesahmu. Libur telah tiba.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

i can't believe i have been three years here (part 4 - End)

Chapter #4 : The Planning World  Ah, akhirnya diterusin juga ceritanya. Pada waktu postingan ini pertama dibuat, saya genap tiga tahun kerja di PT USG, hence the title. Kemudian saya lanjutkan ceritanya, lalu sempat vakum, lalu posting lagi cerita lanjutannya, dan vakum lagi cukup lamaaaaaaa di chapter tiga. Ketika chapter empat ini saya susun, saya sudah bekerja di perusahaan ini selama uhmm... delapan puluh sembilan bulan. Sudah menjelang sewindu. Masih ingat kan, hitungan matematika sewindu itu berapa tahun? Gara-gara cerita ini juga, banyak sekali email-email yang masuk ke Gmail dari para calon pelamar kerja yang nanya-nanya soal PT USG kepada saya. Umumnya mereka ini para lulusan baru alias fresh graduate yang lagi nyari kerja, terus mereka lihat lowongan di PT USG sebagai PPMC. Karena nggak paham apa itu PPMC, mereka akhirnya buka Google, terus ngetik keyword "PPMC." Hasil penelusuran mereka salah satunya mengarah ke postingan ini Rata-rata dari mereka adala

Hompimpa (Sebuah puisi dari Tengsoe Tjahjono)

Puisi Hompimpa karangan Tengsoe Tjahjono pertama kali saya ketahui saat kelas 1 SMP. Tepatnya saat classmeeting yang diadakan pasca ulangan umum. Sekolah saya SMP Negeri 6 Semarang mengadakan beberapa lomba. Yah, buat ngisi hari aja sih. Supaya murid-muridnya nggak nganggur gitu. Waktu itu Bu Tamsih (salah satu pengajar Bahasa Indonesia) mengadakan lomba deklamasi puisi Hom-Pim-Pa untuk anak-anak kelas tiga. Syaratnya : saat deklamasi puisi, satu kelas harus maju semua. Tidak boleh hanya satu orang yang maju deklamasi mewakili kelas mereka. Pokoknya, satu kelas maju bareng. Tampil di tengah-tengah lapangan. Ditonton oleh kelas satu dan kelas dua. Asik ya? Tampil rombongan, gitu. Jadi bisa dilihat kekompakan masing-masing kelas. Kalau satu orang salah, ya satu kelas bisa ancur. Pernah ada kelas yang tampil bagus banget di awal. Setelah memasuki bagian tengah-tengah, ada murid yang suaranya cempreng dan cengengesan (sungguh kombinasi yang absurd, hehe) yang tentu saja membuat semua penon

I can't believe i have been three years here

my desk, June 14th 2013 I can't believe i have been three years here. Yep, it is my 3rd year in PT Ungaran Sari Garment. After all the stormy periods, exhausted time, crazy works and many stuffs, I am still alive. Let me emphasize. I - CAN - SURVIVE. Hahaha.. Wow. Waktu cepat sekali berlalu ya? Ceritanya bakal panjang nih. Kalo kamu udah bosen, mending pindah channel aja gih. Biar kayak sinetron, saya akan membagi cerita kilas balik ini dalam beberapa chapter. Dan ini, ladies and gentlement, adalah bagian satu. Chapter #1 : The Beginning Almost three years ago, in 14th June 2010 I was called to be receptionist at Front Office PA1. Nggak kebayang senengnya waktu saya dikasih tau : Kamu keterima. Besok senin mulai masuk ya. Ya Robbi, saya bakal kerja! Setelah hampir satu minggu bolak-balik buat interview, test tertulis, dan test kesehatan, akhirnya besok Senin saya resmi jadi seorang karyawan. Saya bukan anak sekolah lagi! Saya bakal cari duit sendiri! Ay, karam