Wajahnya adalah wajahku
matanya adalah mataku
ah, bahkan garis senyum kami pun sama
tapi aku belum mewarisi walau hanya sepersepuluh kesabarannya.
Wanita yang kupanggil Ibu ini,
setiap pagi masih membangunkanku seperti membangunkan anak sekolah
mengomel jika aku terlalu gegabah,
masih berkali-kali mengingatkanku untuk makan walau aku berkata ''ndak usah''
Wanita yang kupanggil Ibu ini,
masih tak mengerti bagaimana mengoperasikan seluler
tak paham facebook, apalagi twitter
dia selalu minta tolong pada tetangga kami untuk mengirimiku sms 'kapan pulang' karena tak paham fungsi tombol-tombol di layar
Wanita yang kupanggil Ibu ini,
gemar sekali menyapa orang-orang yang lewat di depan rumah kami
menolehkan kepala ke arah jalan, untuk sekedar tau motor siapa yang lewat, atau siapa yang sedang berjalan dan kemana orang itu pergi
sebentar-sebentar mulutnya berseru "Hei, mau kemana?"
atau "Hei, mampir sini"
atau "Hei, kok kelihatan repot sekali"
dan bermacam-macam hei, hei, hei yang lain
sebentar-sebentar dia menuju tetangga sebelah untuk membantu mengawasi bayinya
kalau-kalau si tetangga sedang mandi
dan kalau bayinya sedang rewel, dia dengan senang hati menggendong dan memamerkannya di hadapanku
"Eh lihat, ini ada mbak Devi. Coba lihat mbak Devi sedang apa"
"Eh sini yuk. Mbak Devi, lihat sini mbak. Nih dedek udah bisa senyum lho"
"Eh lucunya, kakinya dai tadi nendang-nendang. Mau cepet-cepet jalan ya"
dan bermacam-macam eh, eh, eh, yang lain yang diucapkannya padaku, seolah-olah sedang mewakili ucapan si bayi
Wanita yang kupanggil Ibu ini,
masih suka mabuk darat jika berkendara jauh naik mobil
dia tidak terbiasa dengan kipas angin yang dinyalakan di kamar
biarlah dikatakan udik, katanya padaku.
kenyataannya, tubuhnya memang tak pernah bisa akur dengan udara yang diputar-putar oleh baling-baling kipas
Wanita yang kupanggil Ibu ini,
menganggap bahwa roti yang dicampur selada, timun, daging, mayones dan saus adalah hal yang aneh.
maka hamburger yang kubelikan tak mau dimakannya.
dimatanya roti panggang, irisan sosis, bawang dan potongan keju tampak tak wajar.
maka pizza yang kubelikan tak mau dicobanya.
baginya, mie tepung yang disiram saus jamur asam manis juga tak enak.
maka spaghetti yang kuberikan tak mau dicicipnya.
untuknya, makanan yang aneh-aneh itu tak bisa menyaingi makanan favoritnya : mie ayam
bahkan bakso kaki lima terasa lezat dibanding tenderloin steak lapis tepung yang biasa kupesan.
Dia tak suka pada sesuatu yang terlalu asing, terlalu kolot untuk menyatu dengan gaya hidup modern
Tapi aku tetap menyayanginya
Wanita yang kupanggil Ibu ini,
masih suka bertengkar dengan suaminya
dari pertengkaran sepele saat membetulkan lemari
berlanjut ke pertengkaran karena si suami tertidur di kursi di teras rumah
lalu ke pertengkaran keuangan,
sampai pertengkaran yang membawa nama keluarga mereka, hingga hal-hal yang mungkin tak seharusnya kudengar, seolah-olah aku masih dianggap anak ingusan yang belum paham pembicaraan mereka.
Wanita yang kupanggil Ibu ini,
tidak hanya tangkas, tapi hatinya pun terbuat dari materi yang sama : emas
rambutnya sudah mulai memutih di bagian depan, yang selalu kucabuti atas permintaannya
Wanita yang kupanggil Ibu ini,
bukan wanita sempurna
bukan primadona
tidak juga sakti mandraguna
dia cuma ibu rumah tangga
dan seperti ibu rumah tangga lainnya, dia mengupayakan segalanya demi keluarga
untuk ibu Rasiyah bin Rusdi
although I don't always say it to you, I hope you know that I love you
I will make you proud in everything I do
matanya adalah mataku
ah, bahkan garis senyum kami pun sama
tapi aku belum mewarisi walau hanya sepersepuluh kesabarannya.
Wanita yang kupanggil Ibu ini,
setiap pagi masih membangunkanku seperti membangunkan anak sekolah
mengomel jika aku terlalu gegabah,
masih berkali-kali mengingatkanku untuk makan walau aku berkata ''ndak usah''
Wanita yang kupanggil Ibu ini,
masih tak mengerti bagaimana mengoperasikan seluler
tak paham facebook, apalagi twitter
dia selalu minta tolong pada tetangga kami untuk mengirimiku sms 'kapan pulang' karena tak paham fungsi tombol-tombol di layar
Wanita yang kupanggil Ibu ini,
gemar sekali menyapa orang-orang yang lewat di depan rumah kami
menolehkan kepala ke arah jalan, untuk sekedar tau motor siapa yang lewat, atau siapa yang sedang berjalan dan kemana orang itu pergi
sebentar-sebentar mulutnya berseru "Hei, mau kemana?"
atau "Hei, mampir sini"
atau "Hei, kok kelihatan repot sekali"
dan bermacam-macam hei, hei, hei yang lain
sebentar-sebentar dia menuju tetangga sebelah untuk membantu mengawasi bayinya
kalau-kalau si tetangga sedang mandi
dan kalau bayinya sedang rewel, dia dengan senang hati menggendong dan memamerkannya di hadapanku
"Eh lihat, ini ada mbak Devi. Coba lihat mbak Devi sedang apa"
"Eh sini yuk. Mbak Devi, lihat sini mbak. Nih dedek udah bisa senyum lho"
"Eh lucunya, kakinya dai tadi nendang-nendang. Mau cepet-cepet jalan ya"
dan bermacam-macam eh, eh, eh, yang lain yang diucapkannya padaku, seolah-olah sedang mewakili ucapan si bayi
Wanita yang kupanggil Ibu ini,
masih suka mabuk darat jika berkendara jauh naik mobil
dia tidak terbiasa dengan kipas angin yang dinyalakan di kamar
biarlah dikatakan udik, katanya padaku.
kenyataannya, tubuhnya memang tak pernah bisa akur dengan udara yang diputar-putar oleh baling-baling kipas
Wanita yang kupanggil Ibu ini,
menganggap bahwa roti yang dicampur selada, timun, daging, mayones dan saus adalah hal yang aneh.
maka hamburger yang kubelikan tak mau dimakannya.
dimatanya roti panggang, irisan sosis, bawang dan potongan keju tampak tak wajar.
maka pizza yang kubelikan tak mau dicobanya.
baginya, mie tepung yang disiram saus jamur asam manis juga tak enak.
maka spaghetti yang kuberikan tak mau dicicipnya.
untuknya, makanan yang aneh-aneh itu tak bisa menyaingi makanan favoritnya : mie ayam
bahkan bakso kaki lima terasa lezat dibanding tenderloin steak lapis tepung yang biasa kupesan.
Dia tak suka pada sesuatu yang terlalu asing, terlalu kolot untuk menyatu dengan gaya hidup modern
Tapi aku tetap menyayanginya
Wanita yang kupanggil Ibu ini,
masih suka bertengkar dengan suaminya
dari pertengkaran sepele saat membetulkan lemari
berlanjut ke pertengkaran karena si suami tertidur di kursi di teras rumah
lalu ke pertengkaran keuangan,
sampai pertengkaran yang membawa nama keluarga mereka, hingga hal-hal yang mungkin tak seharusnya kudengar, seolah-olah aku masih dianggap anak ingusan yang belum paham pembicaraan mereka.
Wanita yang kupanggil Ibu ini,
tidak hanya tangkas, tapi hatinya pun terbuat dari materi yang sama : emas
rambutnya sudah mulai memutih di bagian depan, yang selalu kucabuti atas permintaannya
Wanita yang kupanggil Ibu ini,
bukan wanita sempurna
bukan primadona
tidak juga sakti mandraguna
dia cuma ibu rumah tangga
dan seperti ibu rumah tangga lainnya, dia mengupayakan segalanya demi keluarga
untuk ibu Rasiyah bin Rusdi
although I don't always say it to you, I hope you know that I love you
I will make you proud in everything I do
Komentar
Posting Komentar