Saya sering dilontari pertanyaan ini : "Bagaimana caranya biar bisa pinter bahasa Inggris?"
Biasanya saya akan bertanya balik : "Pinter bahasa Inggris yang bagaimana nih? Pinter dalam pelajaran dan selalu dapat nilai tertinggi dalam bahasa Inggris, atau pintar dalam lancar ngomong Bahasa Inggris?"
Kalau mau pinter dalam pelajaran (grammar, vocabularies), ya harus banyak latian mengerjakan soal.
Kalau mau pintar dalam bicara (speaking) bahasa Inggris, ya harus banyak latihan bicara biar lidahnya luwes.
Beberapa ada yang berkata : "Saya sebenernya mudeng maksud perkataan mereka, tapi nggak bisa caranya menyusun kalimat dan menimpali omongan mereka"
Sama seperti jawaban diatas, lidah harus dilatih dulu supaya luwes. Sering-sering mengucapkan kata bahasa Inggris, walaupun cuma di depan kaca dan bicara kepada diri sendiri.
Otak harus dibiasakan dengan kosakata-kosakata asing ini. Minimal 1 hari ada 3 kosakata baru yang kita pelajari, ada 1 kalimat yang kita susun, ada 1 frasa yang kita serap.
Bahasa Inggris bukanlah bahasa ibu, jadi wajar kalau kita sering kagok saat bercakap-cakap. Kuncinya cuma 3 : latihan, latihan, latihan.
Nggak bisa cuma dibayangkan. Seperti halnya menari atau berdansa. Kalau cuma melihat orang-orang bule dansa di TV, kita merasa seolah-olah kita juga bisa dansa dengan gerakan seperti itu. Tapi coba deh dipraktekan. Dansa itu susah juga lho ternyata. Ya nggak?
Saya belajar bahasa Inggris sejak kelas 2 SD. Mulai dari pelajaran pertama tentang sapaan Good morning, Good afternoon, Good night, Good bye sampai ke kosakata benda di sekitar kita kayak door, window, table, chair, fish, house, father, mother, brother, sister.
Sama seperti beginner lainnya, saya masih sering salah di awal belajar. Sering salah pengucapan. Kata 'bank' diucapkan sebagai banek. Kata 'new' dibaca ne-u, bukan nyu
Saya juga sering sotoy alias sok tau. Ketika diajari bahwa Good morning artinya selamat pagi dan Good night artinya selamat malam, saya langsung menyimpulkan bahwa setiap kata 'Good' berarti selamat. Hehehehe
Kalau kamu ingin belajar bahasa asing, mulailah dari belajar bahasa negerimu dulu. Belajar bahasa Inggris, misalnya, harus dimulai dari bahasa Indonesia.
Begitu juga kalau kamu belajar bahasa Mandarin, Korea, atau Prancis.
Kamu harus mulai dari memahami bahasa Indonesia dulu.
Kok bisa?
Tentu saja bisa. Saya akan coba jelaskan mengapa.
Sama halnya dengan ilmu lain, bahasa juga butuh logika. Bukan, bukan logika seperti matematika atau fisika yang sarat rumus itu. Logika dalam bahasa adalah logika untuk memahami pesan.
Contohnya pertanyaan ini :
(1) "Apa kamu sudah makan?"
(2) "Apa pekerjaan orangtuamu?"
Pertanyaan diatas sama-sama diawali dengan kata 'Apa', tapi jawabannya beda.
Jawaban untuk pertanyaan (1) adalah Ya atau Tidak. Ya, saya sudah makan, atau Tidak, saya belum makan.
Sementara jawaban untuk kalimat (2) lebih variatif. Bisa dijawab dengan kata guru, pegawai swasta, polisi, atau pengusaha. Take your pick.
Ada yang janggal disini. Did you notice that?
Dalam bahasa Indonesia, kalimat tanya yang diawali oleh kata 'Apa' biasanya menunjukkan pertanyaan tentang benda, atau kegiatan, atau subjek.
Kalimat yang diawali kata 'Apa' seharusnya bukan dipasangkan dengan jawaban Ya atau Tidak.
Tapi dalam kalimat diatas 'Apa kamu sudah makan?' jawabannya Ya atau Tidak. Kenapa? Karena sebenarnya, bunyi kalimat yang benar adalah :
"Sudah makankah kamu?"
Atau kalau mau disesuaikan ke bahasa Indonesia modern, cukup disingkat : "Kamu sudah makan?"
Disinilah logika bahasa berperan. Kita musti paham dulu struktur kalimat dalam bahasa Indonesia biar ngerti maksud kalimatnya.
Waktu SD dulu, saya sering dikasih latihan begini :
(+) Geri lapar.
(?) Laparkah Geri?
atau kalimat ini :
(+) Edwin menangis.
(?) Menangiskah Edwin?
Can you see the pattern here?
Untuk kalimat dengan jawaban Ya atau Tidak, seharusnya kita tidak menggunakan kata 'Apa', tapi kita tinggal memindahkan predikat di depan, lalu menambahi partikel -kah.
Dalam bahasa Inggris, pola ini juga berlaku. Kalau kita mau bertanya pada seseorang (yang jawabannya Yes atau No), maka kita tinggal menaruh predikatnya di depan (tapi nggak pakai partikel -kah lho ya)
Misalnya begini :
(+) He is a hairdresser.
(?) is he a hairdresser ? (cuma he dan is yang dirubah)
Atau kalimat ini :
(+) They will return.
(?) Will they return ?
Dan banyak contoh lain. See? Kita nggak usah menambahkan kata what atau why untuk menanyakan sesuatu yang jawabannya Ya atau Tidak.
Kalau kita nggak mudeng bahasa Indonesia, bahkan nggak ngerti gimana menyusun kalimat yang benar dalam bahasa Indonesia, kita akan terjebak.
Nggak semua kata 'apa' diterjemahkan menjadi what. Tidak semua kata 'adalah' diterjemahkan menjadi is.
Kembali ke contoh kalimat sebelumnya.
Kalimat "Apa kamu sudah makan?" (jawaban : Ya atau Tidak) kalau ditranslate secara gamblang dan mentah (alias per kata) akan menjadi "What you have eat?"
Padahal, kalau kamu ketemu sama orang bule dan bertanya What you have eat? mereka nggak akan jawab Yes atau No seperti yang kamu harapkan, tapi mereka akan menjawab dengan rangkaian nama makanan seperti a plate of spaghetti, a bowl of chicken soup with tofu, sandwhich with tuna, a toast with peanut butter and jelly. Nggak ada yang jawab Yes atau No.
Lho, kok bisa?
Ya bisa lah. Kan tadi kamu menerjemahkan kata 'apa' di kalimat itu menjadi what.
Sama seperti bahasa Indonesia, kalimat tanya dengan kata 'What' sering merujuk pada jawaban berupa kata benda (nouns). Bisa makanan, pekerjaan, nama gedung, nama sekolah, judul film, dan subjek atau benda lain.
Jadi gimana dong?
Pertama, pahami dulu bahasa Indonesia kamu. Sudah bisa menyusun kalimat dengan baik, belum? Waktu sekolah, kamu sering diminta guru bahasa Indonesia untuk bikin kalimat kan?
Biasanya ada kosakata baru, misalnya retribusi, akuisisi, likuiditas, dan semacamnya. Guru akan menyuruh kamu mencari arti kata tersebut di kamus, lalu menyusun kalimat menggunakan kata itu. Ini semacam latihan supaya kamu terampil dan terbiasa menggunakan kalimat sesuai tata bahasa yang baku.
Masih ingat kan, rumus utama menyusun kalimat bahasa Indonesia? Subyek + Predikat + Obyek + Keterangan. Bener banget.
Bahasa Inggris juga sama. Rumusnya : Subject + Predicate + Object + Adverbial
Dua, selain memahami dan berlatih menyusun kalimat, kamu bisa mencoba mengutak-atik kalimat menjadi kalimat negatif atau kalimat tanya.
Dalam bahasa Inggris, kita juga bisa berlatih mengutak-atik kalimat. Buka aja buku bahasa Inggris, ambil sembarang halaman dan sembarang kalimat. Lalu utak-atik susunannya kayak tadi. Misalnya, kita nemu kalimat ini :
Niken always reads newspapers in the morning.
Tau terjemahannya? Niken selalu membaca berita kertas. Hehehehe... enggak ding.
Yang betul : Niken selalu membaca koran di pagi hari.
Perhatikan pola kalimatnya dulu. Subjectnya adalah Niken, Predicate-nya adalah reads, objectnya adalah newspaper, adverbial-nya adalah in the morning dan always.
Kalau mau diganti jadi kalimat negative, kamu harus menempatkan kata 'Not' setelah predikat. Tapi.... jangan asal nempel kayak gini lah :
Niken not always reads newspapers in the morning.
Kita musti tau dulu bahwa dalam bahasa Inggris, kata kerja itu sebetulnya punya 'elemen' yang nggak kelihatan berupa do atau does. Jadi kalau ada kata 'reads' itu artinya kata tersebut sebenarnya terdiri dari does + read (disingkat jadi reads)
Makanya, kalau ditambahi kata Not, jadinya begini :
Niken does not always read newspapers in the morning.
Lihat kan? Setelah kata reads diuraikan menjadi does + read, penempatan kata does-nya setelah subject.
Trus, kalau mau diubah menjadi kalimat pertanyaan, kamu tinggal menaruh susunan kata does itu menjadi :
does Niken always read newspapers in the morning ?
Kalau predikatnya berupa kata kerja (contohnya kata reads diatas) kamu harus memisahkan kata kerja dan elemennya (do dan does). Kalau predikatnya cuma berupa verb to be (is, am, are) maka kita tinggal memindahkan predikatnya di depan. Kayak contoh-contoh diatas tadi.
Gimana? Udah ngerti?
Intinya : pahami dulu bahasa Indonesia. Susah kalau mau mudeng bahasa Inggris atau bahasa asing kalau bahasa negeri sendiri masih belum fasih.
Gimana mau mudeng grammar bahasa orang, kalau nulis pakai bahasa sendiri masih acak-acakan.
Learning language is not only for school or academic score. It's more than just grammar. More than communication..
Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang multilangual (menguasai banyak bahasa asing) memiliki kemampuan lebih baik dalam mengambil keputusan. You know why? Logikanya begini. Karena bahasa asing bukanlah bahasa asli seseorang, maka dia akan lebih berhati-hati dalam menafsirkan informasi, data atau pesan yang diterima. Hal ini akan meningkatkan kemampuan kognisi dan afeksi seseorang. Dua hal yang penting dalam leadership dan decision making.
Dahlan Iskan fasih berbahasa Tiongkok. Haji Agus Salim, pendiri Sarekat Islam fasih berbahasa 7 bahasa asing. Ir. Soekarno fasih berbahasa Belanda.
Cendekia bangsa kita yang lain juga fasih menguasai bahasa asing.
They learn foreign language to negotiate with other nations.
They learn foreign language to prove that Pribumi also can speak like foreigners.
They learn foreign laguange to compete with other countries.
Language connects us with other people. It makes us know the world....
It's not just a language. It's an art.
Biasanya saya akan bertanya balik : "Pinter bahasa Inggris yang bagaimana nih? Pinter dalam pelajaran dan selalu dapat nilai tertinggi dalam bahasa Inggris, atau pintar dalam lancar ngomong Bahasa Inggris?"
Kalau mau pinter dalam pelajaran (grammar, vocabularies), ya harus banyak latian mengerjakan soal.
Kalau mau pintar dalam bicara (speaking) bahasa Inggris, ya harus banyak latihan bicara biar lidahnya luwes.
Beberapa ada yang berkata : "Saya sebenernya mudeng maksud perkataan mereka, tapi nggak bisa caranya menyusun kalimat dan menimpali omongan mereka"
Sama seperti jawaban diatas, lidah harus dilatih dulu supaya luwes. Sering-sering mengucapkan kata bahasa Inggris, walaupun cuma di depan kaca dan bicara kepada diri sendiri.
Otak harus dibiasakan dengan kosakata-kosakata asing ini. Minimal 1 hari ada 3 kosakata baru yang kita pelajari, ada 1 kalimat yang kita susun, ada 1 frasa yang kita serap.
Bahasa Inggris bukanlah bahasa ibu, jadi wajar kalau kita sering kagok saat bercakap-cakap. Kuncinya cuma 3 : latihan, latihan, latihan.
Nggak bisa cuma dibayangkan. Seperti halnya menari atau berdansa. Kalau cuma melihat orang-orang bule dansa di TV, kita merasa seolah-olah kita juga bisa dansa dengan gerakan seperti itu. Tapi coba deh dipraktekan. Dansa itu susah juga lho ternyata. Ya nggak?
Saya belajar bahasa Inggris sejak kelas 2 SD. Mulai dari pelajaran pertama tentang sapaan Good morning, Good afternoon, Good night, Good bye sampai ke kosakata benda di sekitar kita kayak door, window, table, chair, fish, house, father, mother, brother, sister.
Sama seperti beginner lainnya, saya masih sering salah di awal belajar. Sering salah pengucapan. Kata 'bank' diucapkan sebagai banek. Kata 'new' dibaca ne-u, bukan nyu
Saya juga sering sotoy alias sok tau. Ketika diajari bahwa Good morning artinya selamat pagi dan Good night artinya selamat malam, saya langsung menyimpulkan bahwa setiap kata 'Good' berarti selamat. Hehehehe
Kalau kamu ingin belajar bahasa asing, mulailah dari belajar bahasa negerimu dulu. Belajar bahasa Inggris, misalnya, harus dimulai dari bahasa Indonesia.
Begitu juga kalau kamu belajar bahasa Mandarin, Korea, atau Prancis.
Kamu harus mulai dari memahami bahasa Indonesia dulu.
Kok bisa?
Tentu saja bisa. Saya akan coba jelaskan mengapa.
Sama halnya dengan ilmu lain, bahasa juga butuh logika. Bukan, bukan logika seperti matematika atau fisika yang sarat rumus itu. Logika dalam bahasa adalah logika untuk memahami pesan.
Contohnya pertanyaan ini :
(1) "Apa kamu sudah makan?"
(2) "Apa pekerjaan orangtuamu?"
Pertanyaan diatas sama-sama diawali dengan kata 'Apa', tapi jawabannya beda.
Jawaban untuk pertanyaan (1) adalah Ya atau Tidak. Ya, saya sudah makan, atau Tidak, saya belum makan.
Sementara jawaban untuk kalimat (2) lebih variatif. Bisa dijawab dengan kata guru, pegawai swasta, polisi, atau pengusaha. Take your pick.
Ada yang janggal disini. Did you notice that?
Dalam bahasa Indonesia, kalimat tanya yang diawali oleh kata 'Apa' biasanya menunjukkan pertanyaan tentang benda, atau kegiatan, atau subjek.
Kalimat yang diawali kata 'Apa' seharusnya bukan dipasangkan dengan jawaban Ya atau Tidak.
Tapi dalam kalimat diatas 'Apa kamu sudah makan?' jawabannya Ya atau Tidak. Kenapa? Karena sebenarnya, bunyi kalimat yang benar adalah :
"Sudah makankah kamu?"
Atau kalau mau disesuaikan ke bahasa Indonesia modern, cukup disingkat : "Kamu sudah makan?"
Disinilah logika bahasa berperan. Kita musti paham dulu struktur kalimat dalam bahasa Indonesia biar ngerti maksud kalimatnya.
Waktu SD dulu, saya sering dikasih latihan begini :
(+) Geri lapar.
(?) Laparkah Geri?
atau kalimat ini :
(+) Edwin menangis.
(?) Menangiskah Edwin?
Can you see the pattern here?
Untuk kalimat dengan jawaban Ya atau Tidak, seharusnya kita tidak menggunakan kata 'Apa', tapi kita tinggal memindahkan predikat di depan, lalu menambahi partikel -kah.
Dalam bahasa Inggris, pola ini juga berlaku. Kalau kita mau bertanya pada seseorang (yang jawabannya Yes atau No), maka kita tinggal menaruh predikatnya di depan (tapi nggak pakai partikel -kah lho ya)
Misalnya begini :
(+) He is a hairdresser.
(?) is he a hairdresser ? (cuma he dan is yang dirubah)
Atau kalimat ini :
(+) They will return.
(?) Will they return ?
Dan banyak contoh lain. See? Kita nggak usah menambahkan kata what atau why untuk menanyakan sesuatu yang jawabannya Ya atau Tidak.
Kalau kita nggak mudeng bahasa Indonesia, bahkan nggak ngerti gimana menyusun kalimat yang benar dalam bahasa Indonesia, kita akan terjebak.
Nggak semua kata 'apa' diterjemahkan menjadi what. Tidak semua kata 'adalah' diterjemahkan menjadi is.
Kembali ke contoh kalimat sebelumnya.
Kalimat "Apa kamu sudah makan?" (jawaban : Ya atau Tidak) kalau ditranslate secara gamblang dan mentah (alias per kata) akan menjadi "What you have eat?"
Padahal, kalau kamu ketemu sama orang bule dan bertanya What you have eat? mereka nggak akan jawab Yes atau No seperti yang kamu harapkan, tapi mereka akan menjawab dengan rangkaian nama makanan seperti a plate of spaghetti, a bowl of chicken soup with tofu, sandwhich with tuna, a toast with peanut butter and jelly. Nggak ada yang jawab Yes atau No.
Lho, kok bisa?
Ya bisa lah. Kan tadi kamu menerjemahkan kata 'apa' di kalimat itu menjadi what.
Sama seperti bahasa Indonesia, kalimat tanya dengan kata 'What' sering merujuk pada jawaban berupa kata benda (nouns). Bisa makanan, pekerjaan, nama gedung, nama sekolah, judul film, dan subjek atau benda lain.
Jadi gimana dong?
Pertama, pahami dulu bahasa Indonesia kamu. Sudah bisa menyusun kalimat dengan baik, belum? Waktu sekolah, kamu sering diminta guru bahasa Indonesia untuk bikin kalimat kan?
Biasanya ada kosakata baru, misalnya retribusi, akuisisi, likuiditas, dan semacamnya. Guru akan menyuruh kamu mencari arti kata tersebut di kamus, lalu menyusun kalimat menggunakan kata itu. Ini semacam latihan supaya kamu terampil dan terbiasa menggunakan kalimat sesuai tata bahasa yang baku.
Masih ingat kan, rumus utama menyusun kalimat bahasa Indonesia? Subyek + Predikat + Obyek + Keterangan. Bener banget.
Bahasa Inggris juga sama. Rumusnya : Subject + Predicate + Object + Adverbial
Dua, selain memahami dan berlatih menyusun kalimat, kamu bisa mencoba mengutak-atik kalimat menjadi kalimat negatif atau kalimat tanya.
Dalam bahasa Inggris, kita juga bisa berlatih mengutak-atik kalimat. Buka aja buku bahasa Inggris, ambil sembarang halaman dan sembarang kalimat. Lalu utak-atik susunannya kayak tadi. Misalnya, kita nemu kalimat ini :
Niken always reads newspapers in the morning.
Tau terjemahannya? Niken selalu membaca berita kertas. Hehehehe... enggak ding.
Yang betul : Niken selalu membaca koran di pagi hari.
Perhatikan pola kalimatnya dulu. Subjectnya adalah Niken, Predicate-nya adalah reads, objectnya adalah newspaper, adverbial-nya adalah in the morning dan always.
Kalau mau diganti jadi kalimat negative, kamu harus menempatkan kata 'Not' setelah predikat. Tapi.... jangan asal nempel kayak gini lah :
Niken not always reads newspapers in the morning.
Kita musti tau dulu bahwa dalam bahasa Inggris, kata kerja itu sebetulnya punya 'elemen' yang nggak kelihatan berupa do atau does. Jadi kalau ada kata 'reads' itu artinya kata tersebut sebenarnya terdiri dari does + read (disingkat jadi reads)
Makanya, kalau ditambahi kata Not, jadinya begini :
Niken does not always read newspapers in the morning.
Lihat kan? Setelah kata reads diuraikan menjadi does + read, penempatan kata does-nya setelah subject.
Trus, kalau mau diubah menjadi kalimat pertanyaan, kamu tinggal menaruh susunan kata does itu menjadi :
does Niken always read newspapers in the morning ?
Kalau predikatnya berupa kata kerja (contohnya kata reads diatas) kamu harus memisahkan kata kerja dan elemennya (do dan does). Kalau predikatnya cuma berupa verb to be (is, am, are) maka kita tinggal memindahkan predikatnya di depan. Kayak contoh-contoh diatas tadi.
Gimana? Udah ngerti?
Intinya : pahami dulu bahasa Indonesia. Susah kalau mau mudeng bahasa Inggris atau bahasa asing kalau bahasa negeri sendiri masih belum fasih.
Gimana mau mudeng grammar bahasa orang, kalau nulis pakai bahasa sendiri masih acak-acakan.
Learning language is not only for school or academic score. It's more than just grammar. More than communication..
Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang multilangual (menguasai banyak bahasa asing) memiliki kemampuan lebih baik dalam mengambil keputusan. You know why? Logikanya begini. Karena bahasa asing bukanlah bahasa asli seseorang, maka dia akan lebih berhati-hati dalam menafsirkan informasi, data atau pesan yang diterima. Hal ini akan meningkatkan kemampuan kognisi dan afeksi seseorang. Dua hal yang penting dalam leadership dan decision making.
Dahlan Iskan fasih berbahasa Tiongkok. Haji Agus Salim, pendiri Sarekat Islam fasih berbahasa 7 bahasa asing. Ir. Soekarno fasih berbahasa Belanda.
Cendekia bangsa kita yang lain juga fasih menguasai bahasa asing.
They learn foreign language to negotiate with other nations.
They learn foreign language to prove that Pribumi also can speak like foreigners.
They learn foreign laguange to compete with other countries.
Language connects us with other people. It makes us know the world....
It's not just a language. It's an art.
Komentar
Posting Komentar