Langsung ke konten utama

Me and Debate

Nama saya Devi Oktaviasari. Saya seorang English debater.

Tidak banyak yang tahu bahwa debater disini bukan berarti tukang adu mulut yang gemar meributkan hal-hal remeh.

Bukan. Bukan seperti itu. Debater adalah orang yang berdebat, dalam hal ini Debat menggunakan bahasa Inggris, dengan etika dan tatacara Australasian Parliamentary debate system, Presidential system atau British debate system.
Jadi bukan hanya debat kusir. Debat yang cuma ngotot-ngototan tanpa ada alasan yang logis.

Apa enaknya debat? Pada beberapa kesempatan, pertanyaan ini sering diajukan kepada mantan-mantan debater. Terutama saat kami menyambangi sekolah.

Enaknya ikut debat bahasa Inggris, in my humble opinion, salah satunya bisa membuka pikiran untuk menilai sesuatu dari sisi positif dan negatif. Bukan berdiri di garis abu-abu dan cari aman.

Sebelum berdebat, kita diharuskan menganalisa topik. Menganalisa topik berarti mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan topik itu. Dari sisi negatif (opposition) maupun positif (affirmative).
Contohnya ada topik atau motion "THBT Indonesia should expand the use of bio-fuel". Saat berdiskusi dengan tim, kita musti paham bio fuel itu apa, cara bikinnya gimana, kenapa Indonesia harus mengaplikasikan biofuel, bagaimana cara implementasi program Bio Fuel di Indonesia, dan akan se-efektif apa penggunaan biofuel di Indonesia.
Semua point-point ini didiskusikan saat case building. At the same time, we also analyze our negative point of view : kenapa kita nggak usah menerapkan bio fuel, apakah kita masih mampu memenuhi energi tanpa biofuel, apa buktinya bahwa biofuel nggak akan efektif, dan solusi apa yang akan kita tawarkan jika kita menganggap bio fuel tidak efektif.

Berdiskusi semacam ini menuntut kita mencari data sebanyak-banyaknya sebagai reference. Googling, baca koran, lihat berita. A debater must be craving for information.
Terbiasa mengumpulkan informasi seperti ini akan membuat  'otak' seorang debater lebih kaya pengetahuan daripada orang lain. Another benefit from joining debate.

Is that all? Nope. Debat juga membuat kamu kaya kosakata dan istilah. Juvenile delinquency, Civil Act, Euthanasia. Ini istilah-istilah baru yang saya pahami saat ikut debat. Dari apa yang saya alami, debat juga membantu kita mempertinggi level kosakata.
Sebelum debat, istilah yang saya pakai adalah Held, Useful, Happen, Separation in Family, Ilegal logging. Bener-bener standard dan contekan dari majalah.
Setelah debat, saya mengganti kata-kata itu dengan Implemented, Beneficial, Occured, Parental divorce, Smuggling. These new vocabularies was learned when I saw my seniors practised, not from daily lesson at the class.
You can count how many new vocabs that you earn while you are debating.

Manfaat ketiga dari debat yang sering saya sampaikan adalah : English Debate can stimulate your brain to think fast.

Saat debat, tiap pemain hanya diberi waktu 5 menit + 20 detik, atau kadang-kadang 7 menit 20 detik untuk menyampaikan materi. Dan mereka harus menyampaikan materi selengkap mungkin. Ini demi keselamatan tim mereka.
Kalau ada satu poin yang missing dan lupa disampaikan, itu akan menjadi santapan empuk untuk lawan. Mereka akan mempertanyakan poin yang missing itu.
Jadi kamu bisa bayangin, tiap speaker harus mengatur speech mereka supaya timingnya pas.
Masih mending kalau ini speech. At least kan materi-nya bisa disiapin dari jauh-jauh hari.
Lha ini? Kita dikasih waktu 30 menit doang untuk casebuilding dan membuat materi, lalu kita disuruh tampil sempurna biar lawan nggak ada celah untuk menyerang.

Hal ini jadi semakin sulit manakala tim kamu bermain sebagai tim negatif. Dan topicnya impromptu alias diberikan pada saat menjelang lomba.
Buat saya, bermain sebagai tim negative saja sudah mimpi buruk. Menjadi tim negative dengan motion impromptu adalah bagian terburuk dari mimpi buruk.

Tapi justru hal ini akan mengasah kamu untuk berpikir cepat dan mencari rebuttals (bantahan) untuk setiap poin yang diberikan lawan.
Kamu jadi terbiasa menggali pertanyaan untuk mencari kelemahan lawan. Just use the 5W+1H dari motion yang diberikan.

Contohnya begini. Ada topic atau motion National Examination should be banned. Ini adalah motion klasik dan sering banget dimainkan.
Saat bermain sebagai tim negative, waktu case building kamu harus bikin 'bank of question' untuk tim lawan. Satu lagi : buat banyak options. Tulis semua kemungkinan-kemungkinan kasus : Kalau affirmative bawa ke kasus ini, saya akan bikin kasus begini. Kalau affirmative bikin kasus ke arah ini, saya akan bicara begini.

Di motion National Examination should be banned misalnya, kamu bisa bikin 'bank of question' seperti National Examination yang dimaksud disini tuh ujian Nasional buat siapa? As we all know, National Examination alias Ujian Nasional itu ada tiga level : Ujian Nasional buat SD, SMP dan SMA. Kalau affirmative nggak nyebutin ujian nasional yang spesifik, sebagai tim negative kamu berhak untuk assume.
Pertanyaan lainnya misalnya : how to ban, who will ban it, when the banning will be implemented. Kalau terlalu lama nunggu diimplementasikan, bisa-bisa nanti ganti kabinet dan ganti kebijakan lagi. Kalau ujian nasional di ban, nanti gantinya apa?

Intinya : pasang kuping baik-baik. Kamu harus memperhatikan apakah tim affirmative sudah menyebutkan definisi dengan jelas atau belum. Dan untuk setiap kalimat yang mereka ucapkan, langsung 'nyalakan' pikiran kamu untuk bertanya why. Why they say like this, why they say like that. Seperti itu.

Gimana kalau kasusnya si Affirmative itu exceeds expectation alias diluar dugaan? Pertama, jangan panik. Tetep dengerin argumen mereka.
Itulah kenapa di awal-awal pas case building tadi saya bilang supaya bikin banyak options.
Sering-sering begini terus, maka otak kamu akan terbiasa bertanya dan mikir dengan cepat.

Other benefits? Hm.. let's say : melatih keberanian dan pede. Dalam debat, akan ada adjudicator (juri) yang jumlahnya 3, 5, 7 atau 9 (pokoknya jumlahnya ganjil).
Nggak semua adjudicator punya senyum ala Asmirandah. Mereka rata-rata pasang muka posh. Jangan gugup, maju aja.

Biasanya, kalau sudah terbiasa debat, nggak akan kesulitan untuk maju ke lomba Speech atau story telling. Metode menyusun materi speech juga lebih rapi karena kita bisa pakai cara penyampaian ala debat (tapi nggak pakai rebuttal lho ya) =p

Anything else? Oh.. dapat banyak temen dari sekolah lain, kadang juga bisa terjebak cinlok alias cinta lokasi. Ehem.


Selama empat tahun bersekolah di SMK Negeri 7 Semarang, saya mengikuti ekstrakurikuler Stemba English Club. Salah satu kegiatannya (dan mungkin yang paling dominan) adalah Debat Berbahasa Inggris.
Sejak kelas satu saya sudah diajak Pak Wirawan, guru bahasa Inggris sekaligus pelatih debat di SMK 7 untuk ikut latihan debat.
Kadang saya diminta ikut sparing partner juga. Pernah waktu kelas satu, pas hujan-hujan, sebelum pulang saya melihat Pak Wirawan di ruang guru bersama anak debat. Mbak Wigati, Mba Widi, Mas Bagas, Mas Rio dan Pak Hendy Pratama.
Karena kekurangan pemain, saya diminta jadi 3rd speaker, jadi tim dengan Mba Wigati dan Mba Widi soalnya Mbak Riska nggak berangkat.

That was delightening experience, as I never had been practising debat with my seniors. Apalagi ada Pak Hendy juga disitu. Gimana nggak semangat?

Karena ikut debat itulah, setiap hari Sabtu jam 13.30 saya sudah 'stand by' nunggu latian, padahal teman-teman lain sudah pulang sejak pukul 11.00. Saya nggak sendirian, kadang ada Ibnu Rosyidin, ada Jihan Maulal, ada beberapa anak dari kelas Mesin Otomotif yang ikut nimbrung. Tapi selama ini, sayalah satu-satunya perempuan yang bergabung.
Memang sih, kadang ada Tsalatsatul Habibah dari kelas Listrik Industri, tapi dia juga nggak sering-sering ikut karena ada tugas.
Kadang saya udah nungguin lama, eh, ternyata nggak ada latian debat. Benar-benar menguji kesabaran. Tapi saya nggak nyerah, karena saya memang senang bicara, terlebih bicara dalam bahasa Inggris.

Moreover, I just love to see people pay attention to me ^_^

Lama-lama sabar itu ada hasilnya juga. Saya jadi LO (Liaison Officer) untuk lomba debat SMK se-Jawa Tengah di LPMP Jawa Tengah. Tidak sendirian, tentunya.
Pak Wirawan menunjuk Aris, Ossy, Himma, Asri, dan anak-anak Elektronika Industri kayak Andana, Tri, Arosadham, Faizun, dan Zulfikar.
Lumayan, selama tiga hari saya dapat duit nyaris 200ribu. Pada masa itu, it's huge amount to earn as a student.
Plus, dapat bonus pengalaman berharga. Saya jadi tahu gaya bicara debater tingkat Jawa Tengah. Beberapa ada yg bagus, beberapa ada yg biasa aja.
Saya jadi tahu seperti apa situasi kompetisi dan penjurian debat.

Bulan Mei 2007 ada lomba debat tingkat SMA se-kota Semarang, dan pesertanya cuma ada 5 sekolah. Nggak mungkin dong, masak debat cuma ada 5 team. Ntar tim yang kelima musti lawan siapa? Tentunya dibutuhkan tim penggenap (istilahnya swing team), sehingga jumlah timnya menjadi 6.
Jadi fair kan. Satu tim lawan satu tim.

Saat itulah Pak Wirawan menunjuk Devi Oktaviasari untuk ikut sebagai swing team. Secara mendadak.
Bayangkan, Senin baru dikasih tau kalo ada lomba, eh lusa sudah diminta tanding. What a sudden information. Masak Devi ikut sendirian? Ya nggak lah. Dalam sebuah tim debat, kita butuh 3 orang pemain.
Selain saya, Pak Wirawan menunjuk Agustinus Subianto dan Riko dari kelas Mesin Otomotif. Benar-benar dadakan.

Saya bahkan nggak kenal siapa mereka. Saya pun bingung. How can we be a team and build chemistry to define a motion within 2 days? Even, debating theory aja saya masih nggak begitu mudeng.

Dan benar saja. Saat hari H, kami benar-benar canggung. Acara lombanya diadakan di SMK6. Rata-rata banyak ceweknya. Ehm. (apa hubungannya sama debat? Gak ada. Cuman Agustinus dan Riko jadi punya alasan untuk tebar pesona. Huh)
Emang dasar milihnya aja mendadak dan serba 'instan', hasilnya ya kayak gini. Komunikasi kami belum terjalin solid, motionnya aja belum mudeng, saya ngomong apa trus Agustinus ngomong kemana. Wah kacau!

Ronde pertama, kami menjadi tim affirmative melawan SMA MAN 1. Hasilnya? Kalah.

Ronde kedua, lawan SMA 4 menjadi affirmative. Kalah lagi. Di ronde ketiga, kami jadi tim negative melawan SMA 2. Menang!

Ya, benar-benar surprise. Nggak nyangka kalau ronde ketiga kami bisa menang, padahal speech mereka bagus loh.

That was my first experience in debate competition. I know it was not a good story to tell, but at least I learnt a lot the situation of debate competition.
Ditambah pengalaman jadi LO di LPMP, my brain got many positive stimulus. Di kesempatan berikutnya, I am ready to be debater.





See the picture above? That was me in 2nd grade of High School. Looks thinner than now =p
Di foto itu ada Pak Wirawan, Mas Rio, Mba Widi Astuti, dan Mba Putri mahasiswa Unsoed yang jadi LO.
That picture was taken when we were attending Debate Championship in Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Itu kompetisi ketiga yang saya ikuti setelah lomba debat SMK tingkat kota dan tingkat propinsi. Di tingkat kota kami juara satu. Di tingkat propinsi kami juara satu, dan berhak maju ke tingkat nasional. Karena masih ada waktu, kami akhirnya mendaftarkan sekolah kami, walaupun itu artinya kami harus naik taksi dari Purwokerto ke Semarang.
Kami mungkin satu-satunya tim yang memiliki pemain dari kelas paling senior. Rata-rata lawan kami masih kelas satu dan kelas dua.
Di ajang ini SMA 3 Semarang ikutan juga, tapi gugur di babak 8 besar. Sementara kami? Juara dua! which is a little embarassing because our competitor yang berhasil juara satu adalah anak-anak kecil. Gyahahahaha!!

Lomba Unsoed ini juga mungkin lomba terakhir Mas Rio dan Mba Widi, soalnya mereka udah lulus bulan Juni 2008 dan tak bisa ikut Lomba Debat SMK tingkat nasional pada bulan Oktober.

Setelah lomba ini, saya hiatus dari debat sekitar 6 bulan. Tinggal nunggu pengumuman kapan LKS Tingkat nasional diadakan. Sebetulnya selama masa hiatus 6 bulan ini juga ada kompetisi lain sih, namanya ADC (Australasian Debate Competition) yang diadakan Unnes. Tapi saya nggak ikut.

Atau mungkin sengaja tak dibuat ikut. Hah!

Ceritanya begini. Sebelum mendaftar lomba, pelatih debat dan beberapa alumni memutuskan untuk melakukan audisi. Jadi siswa-siswa yang ingin ikut debat tapi nggak pernah ikut, diharapkan kali ini bisa ikut berpartisipasi.
Beberapa siswa mendaftar audisi. Saya sendiri juga ikut, walaupun saat itu saya yakin kalau saya pasti terpilih. Kan saya udah menang mewakili LKS tingkat kota dan propinsi? Tapi ternyata saya salah.
Walaupun nilai speech saya paling tinggi diantara yang lain, tapi alumni dan kakak kelas tidak meloloskan saya jadi peserta ADC Unnes.
Belakangan saya tau alasannya : saat ditanya "apakah mau bertanding walaupun harus satu tim dengan teman yang tidak disukai?" saya menjawab tidak.

You know the reason why I said NO ? Because I don't want to tell lies anymore.

Sebelum ini, selama hampir enam bulan saya berlatih dan bertanding di LKS Propinsi bersama-sama si pemain keempat yang saya tak begitu saya suka.
Bukan berarti saya benci dia. Bukan. Hanya tak suka. Maka saya bertanding dan berlatih, dan menutupi ketidaksukaan saya dengan pura-pura. Pura-pura ikut tertawa padahal nggak ngerti dan rasanya mau pergi dari situ. Menyembunyikan perasaan yang sebenarnya.
Kenapa? Supaya pembimbing dan teman-teman tak tahu bahwa saya tidak menyukainya.
Saya kadang menangis diam-diam, karena tak tau harus bicara pada siapa. Mengenaskan. Harusnya saya tak se-cengeng itu.

ADC adalah lomba yang selalu saya tunggu, apalagi setelah beberapa senior menceritakan lomba ADC dengan penuh semangat. Namun hingga saya kelas empat, saya tak pernah mendapat kesempatan itu.
Rasanya ironis ya? Didepak dari lomba impian justru pada saat saya mengatakan hal yang jujur.

Tapi sudahlah. Itu cuma serpihan cerita kelam. Masih ada lomba lain untuk diikuti. Tapi sejak peristiwa ini membuat saya benci pada Unnes, hingga kuliah disanapun saya tak mau. Pintu Unnes sudah tak ramah pada saya.

LKS Nasional was held on October 2008. For me, that's fine. The problem is ... Mas Rio dan Mba Widi sudah lulus, Jendral! Mereka wisuda di bulan Juni 2008, empat bulan sebelum LKS Nasional.
Mba Widi ada di Samsung Purwokerto, sementara Mas Rio ada di Garuda Indonesia maintenance. Trus saya lomba sama siapa?

Keputusan pun diambil. Kita cari dua orang pemain lagi untuk maju ke tingkat Nasional. And the selection goes to .... Bayu Aprilian Setiobudi and Stephanus Wisnu.

mereka tidak saling mencintai


Bener-bener blessing in disguised buat mereka, kata Pak Wirawan. Mereka dipilih karena skill, dan punya kemauan keras buat ikut latihan (walaupun baru join SEC di tingkat akhir).

Bersama Bayu, Wisnu dan Devi, didampingi oleh Mba Wigati (karena Pak Wirawan nggak bisa ikut), Jawa
Tengah jadi Juara Harapan 1. Devi jadi best speaker.

Tahun berikutnya, Devi bersama Wisnu dan Adji bertanding mendapatkan tiket ke level provinsi. LKS tingkat Kota Semarang kembali kami jadi juara satu.
Di tingkat provinsi saya tak boleh ikut. Alasannya? Saya sudah kelas empat, dan menurut keputusan panitia tak boleh ada kelas empat. Maksimal kelas 3.

Jadi hanya Adji yang bisa bertahan, dan itu tak boleh terjadi. We have to find two more players for Adji. And the choice goes to ..... Arief Rahman and Nurani Handayani.




rani, arief and adji. such a blessing in disguise... (again)

Karena tak boleh ikut,  maka di level provinsi ini saya jadi the girl behind the scene. Melatih mereka, casebuild sama mereka, mengoreksi kekurangan mereka, dan ..... mencatatkan kasus buat mereka saat Mba Wigati membeberkan point of view.
*maybe because they're still new and most of them are fresh in debate, mereka belum terbiasa mencatat cepat dan rinci*

Jadi saya mencatat di "buku sakti" milik saya, dan mereka akan meminjam buku itu lalu menyalinnya. It's tiring.
Tapi semuanya jadi terbayar. Berkat kerja keras dan kerja sama mereka semua, di tingkat provinsi mereka berhasil juara satu.
It means goodbye, LKS province and Hello, National.

Pada LKS Nasional 2009, saya diminta bergabung (karena di Nasional tidak ada larangan bahwa kelas empat tak boleh ikut)
Sayangnya, pada ajang LKS Nasional 2009, Jateng hanya sampai babak 8 besar. I was so sad and still think about this competition until today.
Harusnya saya, yang notabene sudah senior bisa membantu tim ini ke peringkat yang lebih tinggi. Harusnya saya bisa lebih mengayomi mereka. Harusnya saya.... ah. Sudahlah.

English debate sudah seperti jiwa saya. Sudah seperti Horcrux bagi saya. Kalau debat dihancurkan, saya juga hancur.

Voldemort menjaga horcrux-nya dengan cara yang rinci. Disimpan di danau terlarang, diteteskan di buku harian, dimasukkan ke diadem, atau diselipkan dalam liontin yang dijaga Profesor Umbridge.
 
Saya pun begitu. I kept my debate memories and knowledge save. Walaupun saya tak punya diadem, apalagi liontin untuk melindunginya. But I know this debate will go on.

Komentar

  1. Thank you.. Makasih sudah berkunjung dan bersedia membaca posting saya ^_^

    BalasHapus
  2. Oh well, seru ya ikut lomba English Debate vi? Lo beruntung udah ikut lomba debate dari SMA, gue baru mulai ikut event ini pas gue kuliah semester 3, nggak apa, setiap orang punya starting point.y sendiri. Anyway, gue juga buat postingan tentang pengalaman pertama gue ikut English Debate Competition, mampir ya dev: http://dailybloggerpro.blogspot.co.id/2016/01/pengalaman-pertama-jadi-english-debater-eds-uhamka-1.html.

    Salam kenal. :)

    BalasHapus
  3. Salam kenal juga, Gung. Sori baru sempet buka blog lagi sejak 2 minggu kamu komen. I have read your posting as well. Thanks :)

    BalasHapus
  4. Balasan
    1. Wah, tulisanku dibaca sama Hany :)))
      Terima kasih!!

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

i can't believe i have been three years here (part 4 - End)

Chapter #4 : The Planning World  Ah, akhirnya diterusin juga ceritanya. Pada waktu postingan ini pertama dibuat, saya genap tiga tahun kerja di PT USG, hence the title. Kemudian saya lanjutkan ceritanya, lalu sempat vakum, lalu posting lagi cerita lanjutannya, dan vakum lagi cukup lamaaaaaaa di chapter tiga. Ketika chapter empat ini saya susun, saya sudah bekerja di perusahaan ini selama uhmm... delapan puluh sembilan bulan. Sudah menjelang sewindu. Masih ingat kan, hitungan matematika sewindu itu berapa tahun? Gara-gara cerita ini juga, banyak sekali email-email yang masuk ke Gmail dari para calon pelamar kerja yang nanya-nanya soal PT USG kepada saya. Umumnya mereka ini para lulusan baru alias fresh graduate yang lagi nyari kerja, terus mereka lihat lowongan di PT USG sebagai PPMC. Karena nggak paham apa itu PPMC, mereka akhirnya buka Google, terus ngetik keyword "PPMC." Hasil penelusuran mereka salah satunya mengarah ke postingan ini Rata-rata dari mereka adala

Hompimpa (Sebuah puisi dari Tengsoe Tjahjono)

Puisi Hompimpa karangan Tengsoe Tjahjono pertama kali saya ketahui saat kelas 1 SMP. Tepatnya saat classmeeting yang diadakan pasca ulangan umum. Sekolah saya SMP Negeri 6 Semarang mengadakan beberapa lomba. Yah, buat ngisi hari aja sih. Supaya murid-muridnya nggak nganggur gitu. Waktu itu Bu Tamsih (salah satu pengajar Bahasa Indonesia) mengadakan lomba deklamasi puisi Hom-Pim-Pa untuk anak-anak kelas tiga. Syaratnya : saat deklamasi puisi, satu kelas harus maju semua. Tidak boleh hanya satu orang yang maju deklamasi mewakili kelas mereka. Pokoknya, satu kelas maju bareng. Tampil di tengah-tengah lapangan. Ditonton oleh kelas satu dan kelas dua. Asik ya? Tampil rombongan, gitu. Jadi bisa dilihat kekompakan masing-masing kelas. Kalau satu orang salah, ya satu kelas bisa ancur. Pernah ada kelas yang tampil bagus banget di awal. Setelah memasuki bagian tengah-tengah, ada murid yang suaranya cempreng dan cengengesan (sungguh kombinasi yang absurd, hehe) yang tentu saja membuat semua penon

I can't believe i have been three years here

my desk, June 14th 2013 I can't believe i have been three years here. Yep, it is my 3rd year in PT Ungaran Sari Garment. After all the stormy periods, exhausted time, crazy works and many stuffs, I am still alive. Let me emphasize. I - CAN - SURVIVE. Hahaha.. Wow. Waktu cepat sekali berlalu ya? Ceritanya bakal panjang nih. Kalo kamu udah bosen, mending pindah channel aja gih. Biar kayak sinetron, saya akan membagi cerita kilas balik ini dalam beberapa chapter. Dan ini, ladies and gentlement, adalah bagian satu. Chapter #1 : The Beginning Almost three years ago, in 14th June 2010 I was called to be receptionist at Front Office PA1. Nggak kebayang senengnya waktu saya dikasih tau : Kamu keterima. Besok senin mulai masuk ya. Ya Robbi, saya bakal kerja! Setelah hampir satu minggu bolak-balik buat interview, test tertulis, dan test kesehatan, akhirnya besok Senin saya resmi jadi seorang karyawan. Saya bukan anak sekolah lagi! Saya bakal cari duit sendiri! Ay, karam