Langsung ke konten utama

Besi dan Air

Si Besi seringkali bangga pada dirinya sendiri. Ia sering menyombong pada air.
"Lihat, ini aku. Kuat dan keras. Aku tidak seperti kamu. Lemah dan lunak"
Si Air hanya diam.

Si Besi gemas didiamkan, dan menantang air berlomba untuk menembus suatu gua dan mengatasi segala rintangan yang ada di sana. Aturannya : "Siapapun dapat melewati gua itu dengan selamat tanpa terluka maka ia dinyatakan menang"
Si Air setuju.

Dan mereka pun berlomba. Rintangan pertama : mereka harus melalui penjaga gua, berupa batu-batu yang keras dan tajam.
Si Besi mulai menunjukkan kekuatannya, dia menabrakkan dirinya ke batu-batuan itu.Tetapi karena kekerasannya batu-batuan itu mulai runtuh. Menghujam ke besi.
Si Besi pun banyak kena goresan. Dan dia sampai di dalam gua.

Sekarang giliran Si Air.
Air melakukan tugasnya : menetes sedikit demi sedikit untuk melawan bebatuan itu, ia lembut mengikis bebatuan itu sehingga bebatuan lainnya tidak terganggu dan tidak menyadarinya, ia hanya melubangi seperlunya saja untuk lewat tetapi tidak merusak lainnya.
Si Air pun sampai di dalam gua. Tanpa goresan, tanpa ada reruntuhan air.

Jadi sekarang, score sementara 1 : 0 untuk Si Air di rintangan ini.

Rintangan kedua, Si Air dan Si Besi harus melalui berbagai celah sempit untuk tiba di dasar gua. Besi merasakan kekuatannya, ia mengubah dirinya menjadi mata bor yang kuat dan ia mulai berputar untuk menembus celah-celah itu.
Tetapi celah-celah itu ternyata cukup sulit untuk ditembus. Semakin keras Si Besi berputar, memang celah itu semakin hancur tetapi dia juga semakin kena luka-luka.

Air dengan santainya merubah dirinya mengikuti bentuk celah-celah itu. Ia mengalir santai, dan karena bentuknya yang flexible dan bisa berubah bentuk, maka Si Air bisa dengan leluasa mengalir melalui celah-celah itu dan tiba dengan cepat didasar gua.
Tanpa terluka. Maka score air dan besi menjadi 2 : 0

Kemudian Si Air dan Si Besi berhadapan dengan rintangan ketiga : melewati suatu lembah dan tiba di luar gua.

Si Besi jadi semakin gemas, karena dia bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Menggelindingkan diri sepanjang lembah? Memecah-mecahkan diri jadi kecil jadi kerikil? Hmm.

Sementara itu, Si Air segera menggenangkan dirinya. Ah, sebenarnya ia pun kesulitan mengatasi rintangan ini.
Tetapi kemudian Si Air membiarkan sang matahari membantunya untuk menguap. Ia terbang dengan ringan menjadi awan, kemudian ia meminta bantuan angin untuk meniupnya ke lembah seberang, dan mengembunkannya.
Maka air pun tiba di lembah akhir, dan turun sebagai hujan.

Air menang telak atas besi dengan score 3 : 0.

Mana yang kamu pilih? Besi atau Air.
Ah, pasti kamu pilih air. Iya kan? Sama. Saya juga pilih air.

Saya berharap bisa menjadikan hidup ini seperti air. Memperoleh sesuatu dan mencapai tujuan dengan kelembutannya, tanpa merusak dan mengacaukan sekitarnya.
Tidak bergerak dengan ekstrem, tapi membuat perubahan sedikit demi sedikit. Moves step by step. Without stopping.

Sama seperti air yang menaklukan batu tetes-tetes air, hati seseorang hanya dapat dibuka dengan kelembutan dan kasih. Bukan dengan paksaan dan kekerasan.
Kekerasan hanya menimbulkan dendam, dan paksaan hanya menimbulkan keinginan untuk membela diri.

Air selalu merubah bentuknya sesuai dengan lingkungannya, ia flexibel dan tidak kaku. Karena itu ia dapat diterima oleh lingkungannya.
Air tidak putus asa, Ia tetap mengalir meskipun melalui celah terkecil sekalipun. Ia tidak putus asa.

Dan sekalipun air mengalami suatu kemustahilan untuk mengatasi masalahnya, padanya masih dikaruniakan kemampuan untuk merubah diri menjadi uap.
Saya mungkin nggak bisa berubah jadi uap. Jadi asap juga nggak bisa. *emangnya saya jin?*

Tapi dari air, saya belajar untuk meringankan hati seperti uap. Tanpa beban. Tidak berpura-pura jadi kuat, dan tidak ragu meminta bantuan kalau memang butuh, karena memang hidup itu saling bersosialisasi.

Dan sebagai penutup, ini quote bagus yang saya temukan dari Goodreads :
“Water does not resist. Water flows. When you plunge your hand into it, all you feel is a caress.

Water is not a solid wall, it will not stop you. But water always goes where it wants to go, and nothing in the end can stand against it.

Water is patient. Dripping water wears away a stone. Remember that, my child.

Remember you are half water. If you can't go through an obstacle, go around it. Water does"

(Margaret Atwood, dari buku The Penelopiad)

It's true. Life keep flowing, indeed. Just like water :-)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hompimpa (Sebuah puisi dari Tengsoe Tjahjono)

Puisi Hompimpa karangan Tengsoe Tjahjono pertama kali saya ketahui saat kelas 1 SMP. Tepatnya saat classmeeting yang diadakan pasca ulangan umum. Sekolah saya SMP Negeri 6 Semarang mengadakan beberapa lomba. Yah, buat ngisi hari aja sih. Supaya murid-muridnya nggak nganggur gitu. Waktu itu Bu Tamsih (salah satu pengajar Bahasa Indonesia) mengadakan lomba deklamasi puisi Hom-Pim-Pa untuk anak-anak kelas tiga. Syaratnya : saat deklamasi puisi, satu kelas harus maju semua. Tidak boleh hanya satu orang yang maju deklamasi mewakili kelas mereka. Pokoknya, satu kelas maju bareng. Tampil di tengah-tengah lapangan. Ditonton oleh kelas satu dan kelas dua. Asik ya? Tampil rombongan, gitu. Jadi bisa dilihat kekompakan masing-masing kelas. Kalau satu orang salah, ya satu kelas bisa ancur. Pernah ada kelas yang tampil bagus banget di awal. Setelah memasuki bagian tengah-tengah, ada murid yang suaranya cempreng dan cengengesan (sungguh kombinasi yang absurd, hehe) yang tentu saja membuat semua penon...

I can't believe i have been three years here

my desk, June 14th 2013 I can't believe i have been three years here. Yep, it is my 3rd year in PT Ungaran Sari Garment. After all the stormy periods, exhausted time, crazy works and many stuffs, I am still alive. Let me emphasize. I - CAN - SURVIVE. Hahaha.. Wow. Waktu cepat sekali berlalu ya? Ceritanya bakal panjang nih. Kalo kamu udah bosen, mending pindah channel aja gih. Biar kayak sinetron, saya akan membagi cerita kilas balik ini dalam beberapa chapter. Dan ini, ladies and gentlement, adalah bagian satu. Chapter #1 : The Beginning Almost three years ago, in 14th June 2010 I was called to be receptionist at Front Office PA1. Nggak kebayang senengnya waktu saya dikasih tau : Kamu keterima. Besok senin mulai masuk ya. Ya Robbi, saya bakal kerja! Setelah hampir satu minggu bolak-balik buat interview, test tertulis, dan test kesehatan, akhirnya besok Senin saya resmi jadi seorang karyawan. Saya bukan anak sekolah lagi! Saya bakal cari duit sendiri! Ay, karam...

i can't believe i have been three years here (part 2)

Chapter #2 : The Interview Maka dimulailah proses interview itu. Nina sms kalau di PT USG Pringapus banyak anak Stemba lain yang sedang interview seperti dirinya. Sementara saya? Interview bareng sama ibu-ibu dan anak jebolan kursus menjahit. Mereka melihat saya dengan tatapan ingin tau. Mungkin karena saya masih kecil? Atau kelihatan yang paling pede diantara mereka? Entah, mungkin alasan yang kedua. "Mbak'e mau ngelamar juga ya?" "Iya" "Dari tempat pelatihan mana?" "Oh enggak, saya dari sekolah kok. STM Pembangunan Semarang" "Disana ada jurusan menjahit?" Whoaaa... saya nggak ngelamar jadi operator jahitnya, Bu! On that first day, I was being interviewed with Dessy from recruitment. The interview in English. Yes, in English. It's easy. And then, she asked me to type a document in Microsoft Office. That's easy. After that, I was sent to another-cute-HRD-staff named Rizky. I call him cute because he is still...