Langsung ke konten utama

Inilah hasil dari Devi Okta's Mini Survey : Cinemaniac!

Beberapa waktu lalu mendekati akhir bulan Juli 2016 saya coba-coba bikin survey di website Survey Monkey. Saya tau tentang website ini gara-gara pernah ikutan survey yang diadakan oleh Henry Manampiring (@newsplatter), dimana beliau sering menggunakan aplikasi ini. Ternyata gampang banget bikin survey di website ini. Mana gratis pula. Berhubung saya suka film, maka pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan di survey perdana kali ini tentu nggak jauh-jauh dari soal nonton film. Misalnya tentang kebiasaan nonton ke bioskop, genre film apa yang banyak disuka, sampai latar belakang kenapa mereka menonton sebuah film.
Survey ini saya posting ke Facebook tanggal 23 Juli dan saya sebarkan ke temen-temen biar mereka ikut ngisi. Namanya juga survey pertama alias masih trial, pertanyaan juga nggak banyak. Cuma sampai 14 nomer aja.

"Terus kamu bikin survey kayak gini tujuannya buat apaan, sih?" tanya seseorang.

Oke, yang jelas survey ini bukan untuk tujuan yang serius. Misalnya untuk karya tulis, karya ilmiah, riset, atau bahkan kepentingan sidang skripsi. Ini cuma survey santai kok, yang dibuat karena saya ingin tau tentang :

- seberapa banyak orang yang suka nonton di bioskop
- alasan kenapa masih banyak yang nggak mau nonton film ke bioskop
- jenis film apa yang paling banyak disukai

dan satu lagi : dengan adanya survey ini saya bisa melihat berapa banyak temen-temen yang sukarela berpartisipasi ketika saya minta tolong untuk mengisi sebuah survey.

Dari tanggal 23 Juli - 6 Agustus akhirnya saya bisa mengumpulkan responden sebanyak..... 38 orang.

Lumayan sih untuk permulaan. Walaupun jujur saja, ini lebih kecil dari target saya. Bayangin, temen Facebook saya mah ada 500an lebih, terus temen di grup Whatsapp juga lebih dari 40 orang. Harusnya responden saya bisa nembus angka 50 orang, dong? Tapi nyatanya cuma 38 orang aja yang ikutan. Hah, berarti cuma segitu doang predikat "teman" yang nempel di mereka. Disuruh ngisi survey gratisan aja nggak mau. Teman macam apa itu? Benci aku. Benciiihhh... !!

Ahem.. mari kembali ke laporan survey. Sebelum para pembaca yang budiman ini melihat hasil mini-survey Devi Okta, saya mau menegaskan satu hal. Survey ini tidak mewakili seluruh masyarakat Indonesia. Ini mini-survey, kak, bukan sensus penduduk. Jadi kalau hasil diagram menunjukkan bahwa film Indonesia disukai oleh 11% orang, itu berarti 11% responden ini suka film lokal. Bukan 11% dari seluruh masyarakat. Got it clear? Okay, skip. Dan inilah jawaban dan hasil mini-survey Cinemaniac by Devi Okta:


Pertanyaan #1 : Apakah jenis kelamin kamu?
a. Perempuan (24 responden)
b. Laki-laki (14 responden)
c. Sejujurnya, sayapun masih bertanya-tanya soal ini. (0 responden)

Wiii... ternyata lebih dari separuh responden adalah kaum perempuan (63.16%). Mungkin ini mengindikasikan bahwa kaum perempuan memang lebih giat mengisi kuesioner (atau mungkin karena mayoritas temen saya adalah cewek-cewek). Tapi apapun itu, saya lega nggak ada yang milih option C. Ini berarti nggak ada satupun dari temen-teman saya yang masih bimbang soal gendernya.

Pertanyaan #2 : Berapakah usia kamu?
a. dibawah 20 tahun (6 responden)
b. antara 20 - 30 tahun (30 responden)
c. diatas 30 tahun (1 responden)

Well, ternyata mayoritas responden (81.08%) masih berusia 20-30 tahun, yang adalah teman-teman sebaya atau teman sekolah. Sedangkan yang usianya dibawah 20 tahun presentasenya sebanyak 16.22%. Dugaan saya mereka ini adalah dedek-dedek kelas yang tergabung di grup Whatsapp. Sementara yang usianya diatas 30 tahun cuma satu orang tok (saya curiga orang ini adalah guru saya yang juga tergabung di grup Whatsapp dan entah gimana ikutan ngisi survey)

Dan pada pertanyaan kedua ini, ternyata ada satu responden yang skip dan tidak menjawab. Entah karena malu mengakui usia, atau ketika ngisi survey ini dia nggak sengaja mencet tombol next terlalu kencang sehingga pertanyaannya langsung loncat dari nomer 1 ke nomer 3.

Pertanyaan #3 : Apakah kamu suka menonton film?
a. Suka, tapi tidak fanatik. (29 responden)
b. Biasa saja. (3 responden)
c. Sama sekali tidak suka film. (1 responden)
d. Suka banget! Nonton film itu kebutuhan primer nomer dua, kak. (5 responden)

Sebanyak 29 orang (76.32%) menyatakan suka nonton film, meski tidak fanatik. Terdapat 3 orang yang mengaku biasa-biasa saja (7.89%), sedangkan 5 responden (13.16%) sangat suka nonton film. Mereka ini satu golongan sama saya, heu heu.. Dan ternyata ada minoritas disini yang mengatakan sama sekali tidak suka nonton film (2.63%). Oh come on, orang macam apa yang nggak suka nonton film? Bahkan FTV (film televisi) siang-siang yang lebay norak kayak gitu aja masih banyak yang suka nonton lho. Jadi mana mungkin ada orang yang berkata mereka nggak suka film sama sekali? Saya menduga orang ini terlalu banyak nonton talkshow-nya Feny Rose setiap kali dia nyalain televisi.

Pertanyaan #4 : Kamu lebih suka film buatan mana?
a. Film lokal dong. Selain untuk mensupport industri film kita, sekarang ini sudah banyak sineas Indonesia yang mumpuni dan berani mengacak genre.
b. Film luar negeri. Beuh, mereka kalo bikin film nggak pernah nanggung
c. Film indie atau film buatannya Steve Honze, Werner Herzog, dan Sofia Coppola. Soalnya saya hipster gitu.

Dan ternyata hasilnya adalah :


Yak, ternyata hanya 4 orang saja (10.81%) yang lebih memilih film Indonesia. Sedangkan 33 responden (89.19%) masih percaya dan memilih film luar negeri. Saya sendiri juga lebih milih nonton film luar sih. Hahaha.. Walaupun kalo punya uang lebih, saya pasti nonton film Indonesia, yang bagus. Dari pengamatan saya, tahun 2016 adalah tahun yang memuaskan bagi film Indonesia. Pertama, cerita yang ditawarkan lebih segar dari tahun-tahun sebelumnya. Walaupun kemasan dan temanya masih berputar-putar pada genre romance, comedy, dan action, tapi sudah banyak kemajuan pada plot cerita. Faktor kedua adalah perolehan penonton yang jauuhh meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Hingga Desember 2016 ada 10 film Indonesia yang nembus jumlah satu juta penonton. See? Film Indonesia bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri. Saya sih berharap geliat film Indonesia yang baik ini masih terus berlangsung di tahun mendatang.

Anyway, pada pertanyaan keempat ini ternyata ada 1 responden yang skip dan tidak menjawab pertanyaan ini. Mungkin dia sukanya nonton film dari luar galaksi, makanya nggak ada di option. Atau barangkali dia terlalu kenceng mencet tombol next sehingga pertanyaan ini (nggak sengaja terlewati).

Di sisi lain, tidak ada satupun responden yang anti-mainstream dan menjawab option C. Mungkin mereka nggak suka film jenis ini. Atau mereka bahkan nggak kenal siapa itu Steve Honze, Werner Herzog, Sofia Coppola, atau nama-nama semacam Shane Caruth, Richard Linklater, Terrence Mallick, atau Asghar Farhadi. Nggak salah sih sebenarnya, karena film kan urusan selera ya.

Pertanyaan #5 : Genre film apa yang paling sering kamu tonton? (Jawaban boleh lebih dari satu)

Pada pertanyaan kelima ini saya menyebutkan 15 genre film yang paling umum mulai dari horor, komedi, drama, fiksi ilmiah, musikal, sampai biografi. Dari hasil survey, presentase tertinggi tentang genre film favorit adalah.....


Action menjadi genre yang paling disuka responden dengan presentase 60.53% (ada 23 responden). Di peringkat kedua adalah genre Comedy (dipilih 21 responden) dan posisi ketiga adalah genre Animation yang dipilih 20 responden. Ini sejalan dengan pengamatan saya ketika nonton di bioskop. Hampir semua studio penuh dan full-booked ketika film-film Marvel dan film Disney/Pixar tayang. Dari ranah film lokal, film komedi trilogi karya Anggy Umbara yang berjudul Comic 8, semuanya masuk 10 besar film Indonesia paling laris dengan perolehan diatas 1.8 juta penonton. Saat ini, predikat film Indonesia terlaris sepanjang masa dipegang oleh Warkop DKI Reborn (2016), yang juga karya Anggi Umbara, dengan perolehan 6 juta penonton, mematahkan rekor sebelumnya yang dipegang Laskar Pelangi (Miles Film). Film dengan genre komedi action lebih banyak diminati, karena bioskop dianggap sebagai tempat escape ketika kita jenuh tapi tak punya waktu piknik ke luar kota.

Sementara itu, berdasarkan survey ini kelihatan bahwa genre Crime, Biography, History dan Documentary kurang diminati (hanya 7-9 orang yang memilih). Entah karena membosankan atau terlalu preachy. Tapi banyak juga kok film tentang figur sejarah yang keren. Dokumenter tentang peristiwa 1965 di Indonesia pernah dibuat oleh Joshua Openheimer dan diberi judul The Act of Killing. Atau film biografi Mahatma Gandhi yang dibintangi Ben Kingsley juga menarik.

Dan berikut ini jawaban open-ended dari para responden :

- Ga suka film yg melo melo.. ((Kayaknya hampir semua film pasti punya unsur mellow deh, walaupun hanya sedikit. Bahkan film perang kayak Fury, Hacksaw Ridge, dan Black Hawk Down juga ada momen menyentuh. Maksudnya film drama romantis, kali ya?))
- fiksi
- Rahasia ((genre apa pula ini..))
- spy ((oke, saya lupa masukin genre ini di option))
- Bokep ((salah masuk website, dek))


Pertanyaan #6 : Apa yang membuat kamu akhirnya menonton sebuah film? (boleh pilih lebih dari satu)

a. Trailer (cuplikan) filmnya bikin penasaran (dipilih 25 responden)
b. Filmnya diangkat dari novel / buku / komik yang saya suka (dipilih 18 responden)
c. Jalan ceritanya menarik (dipilih 20 responden)
d. Omongan dan spoiler dari teman-teman yang bikin saya penasaran buat ikutan nonton (dan biar dibilang gaul) (dipilih 14 responden)
e. Saya ngefans sama sutradaranya (dipilih 2 responden)
f. Pemainnya adalah aktor / aktris favorit saya (dipilih 15 responden)
g. Yang main kebetulan mantan pacar/gebetan/selingkuhan saya dan dia ngancam kalo nggak nonton filmnya saya diminta masang posternya Bang Ipul (dipilih 3 responden)


Dari grafik diatas, alasan "karena saya ngefans sama sutradaranya" merupakan alasan paling minor (cuma 5.26%). Beberapa sutradara seperti Joko Anwar, Riri Riza, Upi, Nia Dinata dari perfilman Indonesia, hingga nama besar seperti Quentin Tarantino, Guilermo Del Toro, dan James Wan selalu punya 'signature' khas pada karya yang mereka buat. Film-film mereka punya ciri khusus yang hanya bisa dilakukan oleh sutradara sekaliber mereka. Mungkin itulah alasan kenapa 2 responden minoritas ini mengaku nonton sebuah film karena reputasi sutradaranya. Kakak kelas saya, Dimas, adalah salah satu orang yang punya kekaguman khusus sama filmnya Tarantino dan Coen Brothers, karena skrip mereka emang keren parah.

Sementara itu, alasan terbanyak dari responden (65.79%) kenapa akhirnya menonton sebuah film adalah karena Trailer (cuplikan) film yang bikin penasaran. Alasan terbanyak kedua adalah karena jalan cerita yang menarik (52.63%). Ini seharusnya menjadi pelajaran bagi sineas Indonesia untuk menyuguhkan jalan cerita yang lebih baik dan tentu saja : buatlah trailer film yang memikat sehingga penonton penasaran untuk nonton. Sedihnya, setiap kali nonton trailer film Indonesia (baik di Youtube maupun di bioskop sebelum film diputar) bukannya bikin penasaran mau nonton tapi malah bikin nggerundel dan kasihan sama filmnya. Para produser banyak yang belum ngerti potensi sebuah trailer sebagai alat promosi. Para PH masih menggunakan rumus gabungin-aja-semua-adegan-dalam-satu-film-kasih-judul-ya-udah-kelar. Trailer film Sunshine Becomes You, misalnya. Ini trailer apa film pendek? Ngapain juga nonton filmnya kalo trailer berdurasi 3 menitan ini udah menunjukkan intisari cerita? Tapi ya sudah. Mari kita kulik hal itu di lain  posting.

Sementara itu, inilah jawaban open-ended :
- Ga ada kerjaan lain hahaha ((hey, gabut kau ya..))
- kesamaan ideologi dengan insan film ybs, iseng dapet pas nyari channel tv ternyata bagus juga
- film dari sekuel sebelumnya yg endingnya bikin penasaran jadi harus ntn film selanjutnya ((ya ini juga trik yang sering dipakai para produser sih. Bikin ending yang sequel-able))

Pertanyaan #7 : Dimana biasanya kamu menonton film?
a. Di bioskop lah. Layarnya gede, sekalian cuci mata. (dipilih 18 responden)
b. Di televisi. Kebetulan langganan HBO dan Netflix sih. (0 responden)
c. Di rumah, biasanya nyewa DVD atau beli VCD, terus maraton film deh. (dipilih 8 responden)
d. Di kos-kosan, nonton sama pacar. Jangan lupa matiin lampu. (dipilih 1 responden)

Yess... banyak yang menjawab nonton film di bioskop (48.65%). Lumayan, hampir separuh responden. Ini berarti masa depan bioskop masih bisa diandalkan. Yang mengherankan, ternyata nggak ada satupun responden yang menjawab option 2 (nonton di televisi, misalnya HBO) atau pasang Netflix. Padahal menurut saya HBO cukup populer di Indonesia. Kalau mentok ya paling liat film di layar hape pakai aplikasi HOOQ. Provider raksasa kayak Telkomsel sudah menyediakan kuota minimal 1 Giga untuk nonton film dan serial di HOOQ.

Sementara itu 8 responden lainnya (21.62%) memilih beli DVD atau VCD untuk ditonton dirumah. Asal bukan DVD / VCD bajakan ya belinya. Kebangetan banget kalo masih beli bajakan, apalagi kalau kamu punya penghasilan sendiri. Secara ya, harga VCD original sekarang cuma 49ribu dan harga DVD original 100-150ribu. Bahkan untuk film Indonesia ada toko DVD online @KoleksiDVD yang memberikan harga mulai 25ribu untuk film-film Indonesia. Tuh kan, banyak caranya untuk beli DVD original. Jangan nonton gratisan mulu di Yutub. Sedih dan geram rasanya karena masih saja ada yang komen di Yutub "kapan diupload fulll filmnya nih". Bikin film itu susah dan mahal, tauk. Hargai dong, jerih payah sineas dan keringat para kru film, bukan dengan nyolong gratisan.

Kemudian ada jawaban minoritas datang dari 1 responden yang memilih nonton di kost sama pacar (2.7%). Saya curiga ini niatnya lebih dari sekedar nonton film. Dan ada satu lagi responden yang skip pertanyaan ini (jangan-jangan ini orang yang sama dengan yang skip soal no.2 dan 4?).





Dan berikut ini jawaban open-ended :
- Kadang bioskop kadang di laptop
- di bioskop kalo film nya booming banget dan tertarik buat nonton kadang juga nonton lewat web jd filmnya online gt kadang juga copy film dari temen
- di kos-kosan tapi ga sama pacar ((jomblo ya nak?))
- dibioskop klo moment nya pas (ngedate sama suami), dikamar-download dulu walopun gambar msh miring2 klo saking penasarannya - klo sabar nunggu blue ray nyah, di tv klo dah kehabisan stok film dilaptop...
- Di laptop / streaming uhuhuhu
- Streamingf tree
- Di televisi. Nunggu diputer di siaran tv swasta ((yang mana nih? Bioskop TransTV, Big Movies GlobalTV, apa LEJEL TV?))
- di rumah, download bajakan ((bajakan hunter, huh!))
- kadang donlot, tv, sesekali bioskop kalo cukup layak dibela2in bayar tiket
- kalo film baru pastinyaa di bioskop tapi terkadang kalo pengen nostalgia film yg dulu2 yaa download trus ntn di laptop ((good choice. Saya juga sering kayak gini nih, terutama kalau DVD/VCD filmnya sudah banget dicari))


Pertanyaan #8 : Kapan terakhir kamu ke bioskop?
a. kemarin / dua hari lalu / masih dalam minggu ini (dipilih 1 responden)
b. dua minggu lalu (dipilih 7 responden)
d. kurang-lebih sebulan yang lalu (dipilih 11 responden)
e. satu sampai enam bulan lalu (dipilih 8 responden)
f. setahun yang lalu (dipilih 2 responden)
g. lebih dari setahun yang lalu (dipilih 3 responden)
h. sudah lupa tuh kapan ke bioskop. Lha wong bioskopnya masih ada apa enggak juga saya nggak tau. (dipilih 3 responden)

Ternyata sebanyak 11 responden (28.95%) menyatakan terakhir kali nonton ke bioskop pada satu bulan yang lalu (terhitung dari bulan Juli ketika survey ini dirilis). Berarti mereka termasuk orang yang update dan tidak mau ketinggalan menonton film terbaru.

Ini mungkin ada hubungannya dengan promosi film yang gencar sehingga orang penasaran, ditambah dengan membanjirnya film-film box office yang tayang di bioskop, serta maraknya penggunaan sosial media. Ngerti sendiri kan, sosial media kerap dipakai untuk "pamer" film apa yang sedang ditonton, dimana mereka nonton, apa yang lagi dimakan, etcetera. Jadi kalau update status Now watching Captain America : Civil War in Paragon XXI tuh rasanya udah dianggap gaul dan kekinian. Dan karena orang Indonesia adalah jenis orang yang sok tau dan nggak mau kalah, biasanya mereka akan tertarik untuk nonton supaya bisa dibilang gaul juga. Mudah-mudahan saja animo untuk nonton film di bioskop ini juga dibarengi dengan munculnya film-film buatan sineas lokal yang patut disimak.

Berikut ini jawaban lain-lain :
- Rahasia ((ini siapa sih yang jawab kayak gini?))
- jauh dari peradapan bioskop ((ouch! semoga saja kedepannya pemerintah dan pengusaha bisa menambah layar bioskop ya))
- Baru nonton tiga Minggu lalu. Film Rudy Habibie ((wah.. saya juga nonton film ini. Tapi kok nggak ketemu kamu ya?))


Pertanyaan #9 : Seberapa sering kamu nonton film di bioskop?
a. Seminggu bisa 1-2 kali (0 responden)
b. Hampir tiap hari saya ke bioskop! Selain pecinta film, kebetulan saya nyambi jualan popcorn sih. (dipilih 1 responden)
c. Sebulan sekali. (5 responden)
d. Tidak pasti. Kadang malah tidak pernah ke bioskop dalam setahun. (25 responden)

Mayoritas responden (65.79%) menjawab tidak pasti pergi ke bioskop, bahkan kadang malah tidak pernah ke bioskop dalam setahun. Faktor penyebabnya bisa jadi karena filmnya tidak ada yang menarik atau sedang malas ke bioskop, seperti yang tertulis di pertanyaan selanjutnya. Dan yang mengejutkan, ternyata ada 1 responden yang (ngakunya sih) setiap hari datang ke bioskop! Benarkah dia juga nyambi jualan popcorn? Atau jangan-jangan dia ini penjaga bioskop? Kalau iya, saya mau nyamperin ah, terus disepik-sepik biar bisa dapat popcorn gratis atau poster film lawas yang udah nggak dipasang (sumpah, saya mau banget menampung poster film-film yang udah nggak tayang lagi itu).


Pertanyaan #10 : Untuk kamu yang jarang ke bioskop, apa alasannya?
a. tidak ada yang menemani nonton. (dipilih 10 responden)
b. lagi bokek, kak. Film yang bagus-bagus malah tayangnya di periode tanggal tua. (dipilih 8 responden)
c. karena tidak ada film yang diminati. (dipilih 7 responden)
d. jarak bioskop jauh dari tempat tinggal saya, harus tiga kali oper angkot dan menyebrang lautan. (0 responden)
e. trauma soalnya pernah diputusin pacar di bioskop (dipilih 1 responden)
f. tidak ada bioskop di kota saya. (dipilih 2 responden)
g. orangtua tidak memperbolehkan saya nonton film di bioskop (dipilih 0 responden)


Tuh kan. Seperti yang saya singgung di pertanyaan ke-9 tadi bahwa yang menjadi salah satu faktor paling umum kenapa orang jarang ke bioskop adalah karena tidak ada film yang menggugah untuk ditonton. Contohnya ketika film blockbuster seperti Fast and Furious 7, James Bond, dan film MCU dirilis, biasanya teater bioskop dipenuhi film-film ini dan hanya menyisakan jam yang terbatas untuk film lain. Ini berita bagus bagi penggemar action, tapi mimpi buruk bagi yang lain. Akhirnya ya males ke bioskop.

Sementara itu di polling ini, jawaban terbanyak kedua adalah karena bokek (22,2%) dan alasan terbanyak ketiga karena tidak ada film yang menarik (19,4%). Dan sesuai dugaan, alasan terbanyak kenapa orang jarang ke bioskop adalah "karena tidak ada yang menemani nonton" (27.87%).

Untuk responden yang jarang ke bioskop karena nggak ada temennya, nih saya kasih tau. Nonton film sendiri itu lebih enak lho. Nggak berisik, nggak usah tunggu-tungguan, dan bisa milih tempat duduk sesuka hati (nggak harus ngikut kata temen). Nonton film sama temen bisa jadi asik, bisa juga jadi malapetaka. Apalagi kalo temen kamu termasuk orang lola (loading lama). Kamu akan diributin sama temen kamu yang terus-terusan nanya soal jalannya film. Nonton jadi nggak bisa khusyuk.

Anyway, pada pertanyaan kesepuluh ini ternyata ada 2 responden yang skip dan tidak menjawab soal. Entah karena ogah menjawab, bimbang mau menjawab apa, atau karena nggak sengaja mencet tombol next terlalu cepet. Untuk responden yang memilih opsi tidak ada bioskop di kota saya (5.56%), sungguh prihatin rasanya melihat ketimpangan fasilitas hiburan seperti ini. We have come to year 2017, for God's sake. Salah satu temen saya ada yang tinggal di Banten dan mengaku kalau di kotanya nggak ada bioskop. Bayangin, padahal muka Ratu Atut mulus kayak gitu dan mobil mewahnya bejibun tapi kerjasama dengan pengusaha buat bikin bioskop aja nggak kesampaian. Salah satu berita yang saya baca dari Provoke, Cinemaxx-nya Lippo berjanji bikin 1000 layar bioskop dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Mudah-mudahan ini menjadi sinyal positif yang mengatasi persebaran jumlah bioskop.

Jawaban open-ended :
- Rahasia ((oke, ini udah yang ketiga kalinya nemu jawaban kayak gini. Seriously dude, WHAT'S YOUR PROBLEM??))
- Ga gahul bioskop
- Waktunya gak ada ((halah, wong kerjaannya cuma stalking mantan aja pake berkilah nggak ada waktu))
- Tidak begitu menarik ((kenapa nggak milih option C aja sih))
- jarak jauh itu ajah. ((tips khusus : bangunlah rumah di sebelah bioskop, biar dekat))
- mahal
- bajakan ftw!!! ((dasar orang susah, ftw!!!))
- ga ada temen, ga ada yg bayarin, bokek, filmnya pas jelek ((okay, case closed))

Pertanyaan #11 : Hal paling mengganggu yang kamu temukan di bioskop adalah...
a. petugas yang sliwar-sliwer nawarin popcorn dan minum --> dipilih 1 responden
b. penonton yang berisik diluar batas kenormalan (ngobrol di telpon, teriak lebay, dll) --> dipilih 20 responden
c. anak kecil yang menangis ketika film berlangsung. --> dipilih 5 responden
d. penonton yang mesra-mesraan sama pasangannya ketika nonton. --> dipilih 7 responden
e. kualitas gambar dan suara yang kurang maksimal --> dipilih 2 responden

Okay, this is kind of crusial thing. Bagi orang yang suka nonton film kayak saya, bioskop itu ibarat kuil suci. Apa yang harus kita lakukan di kuil suci? Mind your manner! Jaga kelakuan. Saya sependapat dengan mayoritas suara responden ini (52.63%), bahwa tidak ada yang lebih mengesalkan di bioskop selain penonton yang berisik diluar batas kenormalan (ngobrol di telpon, teriak lebay, berkomentar dengan suara keras). Memekik di bioskop itu hal yang lumrah, namanya juga nonton pasti adakalanya terbawa emosi. Nonton film thriller atau film horor misalnya, akan sangat wajar dan lumrah kalau penonton memekik kaget saat adegan jumpscare. Tapi kalo terus menerus berceloteh ya jelas namanya kelainan. Pernah waktu itu saya nonton The Conjuring sama sepupu saya di Citra 21. Beberapa penonton di deretan tengah ada yang berisik dan berulang kali teriak "Eaa..." saat film diputar. Siapa yang nggak kesel? Atmosfir ketegangan yang ditampilkan saat adegan seram malah jadi buyar. Saking marahnya, saya akhirnya mengepalkan tangan ke atas, ke arah orang-orang norak dan kampungan itu. Kita semua yang datang ke bioskop itu bayar kan? Mana rela, udah bayar kok direcokin penonton alay beler mecin semacam mereka.

Lalu kasus lain yang juga sering kita temui : ada orang ngobrol di telepon pakai suara keras. Kalo saya udah nggak pake nunggu langsung saya teriakin "Shhttttt!!!!"
Pernah waktu itu nonton film Aisyah di Citra, bapak-bapak di sebelah saya nerima telpon tiga kali. Pada telepon yang pertama, saya biarin. Toh nelponnya nggak lama. Begitu ditelpon lagi dan si bapak kayaknya lagi debat sama si penelepon, akhirnya saya menoleh terus berkata pelan "coba suruh kirim SMS aja Pak" 
Intinya, ya harus berani. Wong kita sama-sama bayar kok.

Dan inilah jawaban open-ended yang diberikan responden :

- kaki penonton blkg seat yg nendang2 ((Nah, ini juga))
- Tendangan kaki penonton kursi belakang
- penonton yang sliwar sliwer gegara telat masuklah, ke toilet lah, keluar duluan sebelum selesailah, kalo petugas kayaknya nggak berani masuk deh pas film udah diputer ((jangan salah, di Citra21 Semarang masih ada tuh mas-mas penjual popcorn yang sliweran diantara gang. Tapi point tentang penonton yang telat masuk ini saya sepakat deh))


Pertanyaan #12 : Kalau nonton di bioskop, kamu lebih suka tempat duduk sebelah mana?- Deretan paling atas (baris A-D) --> 14 responden
- Deretan tengah (baris E-H) --> 15 responden
- Deretan yang dekat dengan layar (baris I-K) --> 1 responden
- Deretan tempat duduk yang pojok --> 1 responden
- Deretan yang dekat lorong jalan (aisle) --> 0 responden
- Mana aja boleh, asalkan aku bersama dia. --> 5 responden

Deretan tengah selalu menjadi tempat favorit (39.47%) karena paling pas. Tidak terlalu mendongak ke atas, tapi juga tidak terlalu jauh. Saya juga termasuk golongan ini. Tempat duduk deretan atas juga lumayan diminati (36.84%). Dan ada responden (13.16%) yang selow aja milih tempat duduk dimanapun, asalkan bersama si yayang. Aduh, yayang. Jadi pengen nyanyi. Dirimu bagaikan yayang-yayang, kulepas tali, benang kugenggam... Lanjutin sendiri, deh. Tau lagunya kan? Kebangetan kalo nggak tau, ini kan lagunya Bunda Rita Sugiarto, judulnya Oleh-oleh. Masa kalian nggak tau? Hah, kalian kebanyakan dengerin boyband asal Koreya sih. 

Uhuk, kembali lagi ke survey. Memilih tempat duduk juga hal yang tidak kalah penting. Kenapa penting? Karena dampaknya bukan hanya pada kenikmatan menonton, tapi juga ke orang lain. Saya sering ngantri tiket lamaa banget, gara-garanya ada penonton lain yang gamang milih tempat duduk. Apalagi kalo nontonnya rame-rame, mereka pasti diskusi dulu di depan loket. Nggak efisien, nggak efektif, dan jelas membuang waktu orang lain karena mengantre lebih lama. Untungnya sekarang sudah ada Mtix, yang artinya kita bisa milih tempat duduk secara online dan tidak perlu mengantre.

Jawaban lain-lain :
- atas, tengah2
- Tengah atas ga dongak gituu ((senada dengan jawaban diatas, cuma beda susunan kata doang))


Pertanyaan #13 : Mengaku saja : pernahkah membawa makanan dari luar saat ke bioskop?

a. Tidak pernah. Selalu beli di kantin bioskop. Cih, kata siapa makanan di bioskop mahal? *sambil kipas-kipas duit 100ribu*
b. Enggak per... eh, waktu itu sekali dua kali pernah sih...
c. Hampir selalu. Habis gimana, makanan sama minuman di bioskop mahal.

Dan ternyata, inilah jawaban responden di pertanyaan ke-13 :


Oke, saya juga mau mengaku pernah sekali-dua kali membawa makanan dari luar. Mengenai makan dan minuman ini juga tergantung selera dan tentunya kantong. Dulu jamannya masih sekolah, saya mengaku sering 'menyelundupkan' makanan dari luar. Biasanya chiki, kacang atom, kadang juga batagor sama siomay. Ya habis anak sekolah duit jajannya kan mepet. Dan alasan lainnya adalah harga makanan dan minuman yang terlalu tinggi, mungkin 2-3 kali lipat harga normal. Tau air mineral ukuran kecil (85ml) yang biasa dijual di minimarket? Di Indomaret, harganya mungkin cuma 3 ribu. Begitu beli di Paragon, harganya jadi 15ribu. Laah...

Eh tapi kalo kamu nonton di EPlaza Semarang, kamu nggak bisa membawa makanan dari luar. Sekuriti akan mengecek isi tas kamu sedalam-dalamnya. Banyak lho, yang ketauan bawa makanan dan minuman lalu kemudian disita. Orangnya sih tetep boleh nonton. Nanti selesai nonton, mereka bisa mengambil kembali makanan dan minuman tersebut di pos sekuriti. (Life tips : nontonlah di jam kedua atau jam ketiga, jadi kamu punya waktu cukup untuk makan siang di luar atau makan dirumah. Kalo udah kenyang, kan nggak perlu beli jajan?)

Jawaban open-ended dari responden :
- pernah...sebelum squrity itu ada dan slalu nongkrong di pintu masuk bioskop
- Kadang ((kenapa nggak milih option B sih?))
- kalo nonton jarang ngemil sih ((Setuju.. nonton tanpa ngemil malah bikin kita tambah fokus sama film))
- tiap kali nonton ke bioskop saya sempetin puasa dulu d hari itu, kalo perlu nontonya mesti d hari senin atau jumat aja ((anjayyy.. hemat banget, eh maksudnya niat banget))
- SELALU ((dih, bangga!))

Pertanyaan #14. Dengan siapa kamu biasanya nonton film di bioskop?
a. Teman (18 responden)
b. Saudara (0 responden)
c. Pacar (9 responden)
d. Tetangga (0 responden)
e. Orangtua (0 responden)
f. Anak (0 responden)
g. Kenapa juga sih ada pertanyaan kayak gini? (4 responden)

Nonton bersama teman adalah jawaban terbanyak yang dipilih responden (48.65%). Saya juga seringnya nonton sama temen, walaupun tidak jarang juga harus ke bioskop dan nonton sendiri. Sumpah ini bukan kode.

Nonton dengan pacar menjadi jawaban terbanyak kedua (24.32%). Tidak ada responden yang menjawab nonton dengan anak, saudara, tetangga, atau orangtua. Mungkin karena awkward, atau (mengingat usia mereka di pertanyaan ke-2) banyak responden yang masih belum berkeluarga. Jadi paling sering ya nonton sama teman atau patjar. Yang menarik, ada juga responden yang berkilah kenapa juga harus ada pertanyaan semacam ini. Dih, sensi amat sih jadi orang.


Jawaban open-ended :

- pacar, keluarga 
- Kadang temen , Kadang pacar
- sama mbak devi aja gimanaaa ((Boleh. Ayo nonton bareng. Tapi beda teater ya))
- suami lah ya..walopun msh manten anyar...3 buln terupdate?? ((ciaa.. humblebrag. Iya deh, yang penganten baru)
- semua pernah
- nonton sendiri. iya, gue jomblo. apa loe, apa loe. ((biasa aja dong. Udah jomblo, sensi pula))



Selesai, akhirnya.

Secara umum, saya bahagia dengan antusiasme teman-teman yang menjadi responden mini-survey ini. Bikin saya senyam-senyum waktu melihat grafik dan membuat rekap hasil survey. Ternyata banyak juga ya, yang demen nonton film. Senang rasanya melihat sebagian responden masih punya interest untuk nonton film komersil di bioskop. Sebagai motor utama penggerak industri film, kehadiran penonton sangat penting. Terlebih lagi untuk film Indonesia. Di era tahun 90an bioskop mulai banyak yang gulung tikar karena sepi penonton dan semakin maraknya TV bermunculan. Tahun 1999 Mira Lesmana dan Riri Riza melakukan gebrakan gila-gilaan dengan meluncurkan film Petualangan Sherina. Film musikal, apalagi film keluarga yang meroketkan nama Sherina Munaf dan Derby Romero ini membuat orang yang kangen film Indonesia jadi happy banget. Kehadiran Petualangan Sherina diikuti dengan film-film komersil yang artistik seperti Ca Bau Kan, Eliana Eliana, Bintang Jatuh, sampai Pasir Berbisik. Tapi gebrakan film Indonesia secara besar-besaran bisa dibilang ketika film Ada Apa Dengan Cinta? dirilis tahun 2002, yang gema filmnya masih terdengar sampai sekarang. Orang makin optimis dengan film Indonesia. Dan ini harus didukung.

Untuk teman-teman yang masih menjadi gratisan hunter, alias download film (ilegal maupun legal) semoga segera disadarkan dengan penyakit akut ini. Hargai dong, usaha para sineas untuk membuat suguhan yang menghibur. Bikin film itu prosesnya lama, butuh uang setidaknya 100 juta, dan masih harus berhadapan dengan lembaga sensor dan sistem distribusi layar bioskop yang terkadang tidak adil. Upah dari semua kerja keras mereka adalah secuil uang tak seberapa yang bernama royalti. Keberadaan file-file film bajakan merampas secuil royalti itu. Mulailah menyempatkan waktu menonton film di bioskop. Cari DVD original atau VCD original jika tak sempat nonton. Panjang banget ya, nasehatnya? Udah kayak nenek-nenek. Biarin. Habisnya kesel, sih. Kalau kamu tinggal di kota besar, ada bioskop di kotamu, dan akses untuk beli DVD/VCD tersedia, kenapa masih harus nunggu download yang ilegal. Iya kan?

In the meantime, please accept my humble thanks for all of you who had participated in it. Semoga kalian enggak kapok ya, untuk ikutan mini survey yang saya adakan lain waktu.


Tabik!


tertanda,
Devi Oktavia @AlwaysDevi
karyawan dan penikmat film

Komentar

Postingan populer dari blog ini

i can't believe i have been three years here (part 4 - End)

Chapter #4 : The Planning World  Ah, akhirnya diterusin juga ceritanya. Pada waktu postingan ini pertama dibuat, saya genap tiga tahun kerja di PT USG, hence the title. Kemudian saya lanjutkan ceritanya, lalu sempat vakum, lalu posting lagi cerita lanjutannya, dan vakum lagi cukup lamaaaaaaa di chapter tiga. Ketika chapter empat ini saya susun, saya sudah bekerja di perusahaan ini selama uhmm... delapan puluh sembilan bulan. Sudah menjelang sewindu. Masih ingat kan, hitungan matematika sewindu itu berapa tahun? Gara-gara cerita ini juga, banyak sekali email-email yang masuk ke Gmail dari para calon pelamar kerja yang nanya-nanya soal PT USG kepada saya. Umumnya mereka ini para lulusan baru alias fresh graduate yang lagi nyari kerja, terus mereka lihat lowongan di PT USG sebagai PPMC. Karena nggak paham apa itu PPMC, mereka akhirnya buka Google, terus ngetik keyword "PPMC." Hasil penelusuran mereka salah satunya mengarah ke postingan ini Rata-rata dari mereka adala

Hompimpa (Sebuah puisi dari Tengsoe Tjahjono)

Puisi Hompimpa karangan Tengsoe Tjahjono pertama kali saya ketahui saat kelas 1 SMP. Tepatnya saat classmeeting yang diadakan pasca ulangan umum. Sekolah saya SMP Negeri 6 Semarang mengadakan beberapa lomba. Yah, buat ngisi hari aja sih. Supaya murid-muridnya nggak nganggur gitu. Waktu itu Bu Tamsih (salah satu pengajar Bahasa Indonesia) mengadakan lomba deklamasi puisi Hom-Pim-Pa untuk anak-anak kelas tiga. Syaratnya : saat deklamasi puisi, satu kelas harus maju semua. Tidak boleh hanya satu orang yang maju deklamasi mewakili kelas mereka. Pokoknya, satu kelas maju bareng. Tampil di tengah-tengah lapangan. Ditonton oleh kelas satu dan kelas dua. Asik ya? Tampil rombongan, gitu. Jadi bisa dilihat kekompakan masing-masing kelas. Kalau satu orang salah, ya satu kelas bisa ancur. Pernah ada kelas yang tampil bagus banget di awal. Setelah memasuki bagian tengah-tengah, ada murid yang suaranya cempreng dan cengengesan (sungguh kombinasi yang absurd, hehe) yang tentu saja membuat semua penon

I can't believe i have been three years here

my desk, June 14th 2013 I can't believe i have been three years here. Yep, it is my 3rd year in PT Ungaran Sari Garment. After all the stormy periods, exhausted time, crazy works and many stuffs, I am still alive. Let me emphasize. I - CAN - SURVIVE. Hahaha.. Wow. Waktu cepat sekali berlalu ya? Ceritanya bakal panjang nih. Kalo kamu udah bosen, mending pindah channel aja gih. Biar kayak sinetron, saya akan membagi cerita kilas balik ini dalam beberapa chapter. Dan ini, ladies and gentlement, adalah bagian satu. Chapter #1 : The Beginning Almost three years ago, in 14th June 2010 I was called to be receptionist at Front Office PA1. Nggak kebayang senengnya waktu saya dikasih tau : Kamu keterima. Besok senin mulai masuk ya. Ya Robbi, saya bakal kerja! Setelah hampir satu minggu bolak-balik buat interview, test tertulis, dan test kesehatan, akhirnya besok Senin saya resmi jadi seorang karyawan. Saya bukan anak sekolah lagi! Saya bakal cari duit sendiri! Ay, karam