Langsung ke konten utama

Hompimpa (Sebuah puisi dari Tengsoe Tjahjono)

Puisi Hompimpa karangan Tengsoe Tjahjono pertama kali saya ketahui saat kelas 1 SMP. Tepatnya saat classmeeting yang diadakan pasca ulangan umum. Sekolah saya SMP Negeri 6 Semarang mengadakan beberapa lomba. Yah, buat ngisi hari aja sih. Supaya murid-muridnya nggak nganggur gitu.

Waktu itu Bu Tamsih (salah satu pengajar Bahasa Indonesia) mengadakan lomba deklamasi puisi Hom-Pim-Pa untuk anak-anak kelas tiga.
Syaratnya : saat deklamasi puisi, satu kelas harus maju semua. Tidak boleh hanya satu orang yang maju deklamasi mewakili kelas mereka.

Pokoknya, satu kelas maju bareng. Tampil di tengah-tengah lapangan. Ditonton oleh kelas satu dan kelas dua.

Asik ya? Tampil rombongan, gitu. Jadi bisa dilihat kekompakan masing-masing kelas. Kalau satu orang salah, ya satu kelas bisa ancur.
Pernah ada kelas yang tampil bagus banget di awal. Setelah memasuki bagian tengah-tengah, ada murid yang suaranya cempreng dan cengengesan (sungguh kombinasi yang absurd, hehe) yang tentu saja membuat semua penonton tertawa. Habisnya kontras banget sih. Temen-temennya bisa bersuara bass, dia tenor. Hehehehe :D

Saat menonton anak-anak kelas tiga tampil, puisi ini masih sangat asing di telinga saya. Tapi saya suka. Mungkin karena dasarnya suka sastra ya. Saking sukanya, saya sering merapalkan beberapa frasa. Terutama kalimat pertamanya "siang orang sufi, malam bertopeng pencuri"

Karena pada masa itu internet belum se-ngetren sekarang (jangankan Wikipedia, Friendster aja belum hip), saya nggak punya sumber referensi tentang puisi ini.
Saya grogi kalau mau tanya sama Bu Tamsih, soalnya beliau nggak ngajar saya.

Baru tahun 2014 inilah saya tiba-tiba ingat lagi frasa "siang orang sufi, malam bertopeng pencuri". Thanks to Google, saya berhasil nemu puisinya. Hahahaha...

Oke, cukup prolognya. Silakan baca puisi unik karangan Tengsoe Tjahjono ini.

===================================
HOM PIM PA

Tengsoe Tjahjono

apa katamu bila hidup ini hom-pim-pa

siang orang sufi malam berkostum pencuri

topeng-topeng tergantung pada setiap biliknya

maka berubahlah setiap saat

biar perut terganjal, panjang usia dipersempit limitnya

mencuri, mereka bilang terpaksa

nodong, mereka bilang terpaksa

nipu, mereka bilang terpaksa

sajak inipun mereka bilang terpaksa:

hom-pim-pa

hom-pim-pa

kalah menang teka-teki

yang pasti

sumbang

apa katamu bila hidup ini hom-pim-pa

gaungnya membikin rimba

sekolah jadi rimba, kantor jadi rimba, pergaulan

jadi rimba, perempuan jadi rimba, jiwa jadi rimba

ide jadi rimba, aku jadi rimba, putih jadi rimba, hukum jadi rimba

ada harimau dengan kuku dan taringnya

ada pelanduk dengan akal liciknya

ada kijang cantik hidup dalam kewas-wasannya

jangan jambret, toh bukan kau

jangan mabok, toh bukan kau

maka setiap manusia ciptakan rel masing-masing
berserabutan di jagat:

hom-pim-pa

hom-pim-pa

tangan tengadah belum tentu menang

tangan telungkup belum tentu kalah

apa katamu bila hidup itu hom-pim-pa

paling aman gelengkan kepala sambil berucap

hom-pim-pa bersahutan
 hom-pim-pa

hom-

pim

-pa!

===========================

Gimana? Ngerti nggak maksud puisi ini?

Enggak ngerti? Wajar. Menafsirkan puisi kadang tak semudah menafsirkan isi twitter, jendral.

Dalam penafsiran saya, si penyair ingin menggambarkan sebuah bagian kehidupan, dimana terdapat orang-orang bermuka dua. Hidup menjadi tidak aman, karena dihuni oleh orang-orang ini, dan orang-orang yang ingin berebut kekuasaan. Sangat kompleks dan semrawut.
Orang tak bisa menerka pribadi masing-masing orang, karena semua bisa dimanipulasi.
Dalam situasi yang serba tidak karuan ini, paling aman ya cuma mengikuti permainan. Seperti orang yang bermain hompimpa.

Itu sih penafsiran saya. Salah ya? Maklum, saya kan bukan penyair tulen. Saya kan juga cuma pemain hompimpa.... :D


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

i can't believe i have been three years here (part 4 - End)

Chapter #4 : The Planning World  Ah, akhirnya diterusin juga ceritanya. Pada waktu postingan ini pertama dibuat, saya genap tiga tahun kerja di PT USG, hence the title. Kemudian saya lanjutkan ceritanya, lalu sempat vakum, lalu posting lagi cerita lanjutannya, dan vakum lagi cukup lamaaaaaaa di chapter tiga. Ketika chapter empat ini saya susun, saya sudah bekerja di perusahaan ini selama uhmm... delapan puluh sembilan bulan. Sudah menjelang sewindu. Masih ingat kan, hitungan matematika sewindu itu berapa tahun? Gara-gara cerita ini juga, banyak sekali email-email yang masuk ke Gmail dari para calon pelamar kerja yang nanya-nanya soal PT USG kepada saya. Umumnya mereka ini para lulusan baru alias fresh graduate yang lagi nyari kerja, terus mereka lihat lowongan di PT USG sebagai PPMC. Karena nggak paham apa itu PPMC, mereka akhirnya buka Google, terus ngetik keyword "PPMC." Hasil penelusuran mereka salah satunya mengarah ke postingan ini Rata-rata dari mereka adala

I can't believe i have been three years here

my desk, June 14th 2013 I can't believe i have been three years here. Yep, it is my 3rd year in PT Ungaran Sari Garment. After all the stormy periods, exhausted time, crazy works and many stuffs, I am still alive. Let me emphasize. I - CAN - SURVIVE. Hahaha.. Wow. Waktu cepat sekali berlalu ya? Ceritanya bakal panjang nih. Kalo kamu udah bosen, mending pindah channel aja gih. Biar kayak sinetron, saya akan membagi cerita kilas balik ini dalam beberapa chapter. Dan ini, ladies and gentlement, adalah bagian satu. Chapter #1 : The Beginning Almost three years ago, in 14th June 2010 I was called to be receptionist at Front Office PA1. Nggak kebayang senengnya waktu saya dikasih tau : Kamu keterima. Besok senin mulai masuk ya. Ya Robbi, saya bakal kerja! Setelah hampir satu minggu bolak-balik buat interview, test tertulis, dan test kesehatan, akhirnya besok Senin saya resmi jadi seorang karyawan. Saya bukan anak sekolah lagi! Saya bakal cari duit sendiri! Ay, karam