dari siang tadi Karangjati dilanda mendung. Kalau istilahnya Mbak Widy sih "mendung menggelayut manja". Hihihihi... kayak roman tahun 70'an aja.
ini tanggal 10 Mei, kebetulan kemarin 9 Mei adalah tanggal merah memperingati Kenaikan Isa Almasih.
Bawaannya masih ngantuk dan males berangkat kerja. Bawaannya masih pengen libur aja.
Do you know, kemarin saya nggak bisa tidur. Padahal sudah jam 00.30 tapi mata masih 'terang benderang'.
Sindrom insomnia itu kembali mendera saya. Setelah sholat tahajud jam 01.30, pelan-pelan mata ini agak meredup dan entah jam berapa akhirnya saya bisa tidur.
Akibatnya? Tadi pagi saya bangun jam 06.45! Kebo aja kalah! Husss, jangan keras-keras ketawanya.
Tapi paling enggak, dari penderitaan insomnia semalam itu saya menemukan fakta unik pas buka-bukan facebook. Bahwa Pak Charna ternyata hobi liat dangdutan di Indosiar. Bahwa Anggara menderita insomnia lebih parah dari saya, dan sampai harus minum obat yang katanya namanya dari bahasa latin. Bahwa ternyata jam 12 malam di facebook masih ramai orang yang update status.
Ah, senangnya ternyata insomnia nggak sendirian ^_^
oke, balik lagi ke monitor. Ada satu file yang saya 'temukan' di jaringan file kantor. Nggak tau deh siapa yang nulis. Kacau banget pokoknya. Karena saya orangnya baik (ehem..) dan juga bijaksana (hasyah, ngatur duit aja belum oke, berani bilang bijaksana), maka saya mengedit-edit file itu dengan jawaban yang mudah-mudahan bisa menggelapkan. Lho, kok menggelapkan? Iya dong, kan musti gelap dulu sebelum terang. Hahahahaha..
Ini dia pertanyaan yang ada di file Microsoft Word itu, beserta jawaban yang diberikan Mbak Devi.
1. harapan kita : qc tidak banyak yang tidak kerasan, sehingga jumlahnya selalu kurang
==> ini kalimat maksudnya apa ya? Ambigu dan membingungkan sekali. Lain kali belajarlah bahasa Indonesia dan EYD. Kalimatnya diganti aja deh jadi kayak gini : Banyak QC yang merasa betah, sehingga jumlah QC tidak berkurang, tidak sering develop orang baru, dst..
2. kenyataan yang terjadi:
QC baru banyak yang keluar karena tidak kerasan, tiga bulan terakhir ada .... qc yang keluar
==> oke noted. Tolong direcap yang keluar berapa. Trus rata-rata nggak betah-nya tuh berapa hari? Adakah QC yang tiba-tiba keluar setelah seminggu bekerja? Ini harus dilaporkan juga, supaya bisa menganalis sebab-sebab keluarnya QC baru
3. adanya jarak antara harapan dan kenyataan tersebut berarti masalah.
==> ya iya lah.
4. contoh-contoh problem dan dialami QC baru dilapangan :
- sering ada kalimat jawaban ketus (dari yang lebih tua) “kowe diajari kok ra isa isa ya??”
==>ini menyedihkan. Masak baru ditanya begitu saja kok sudah menyerah terus nggak betah. Harusnya dijawab aja “Mbak, saya ini kan masih baru. Kalo saya sudah mahir, pasti saya sudah jadi supervisor QC dong!”)
- kalo QC baru bertanya, nek disauri malah Mbak'e tambah muring-muring, jadinya mereka takut mendekat apalagi tanya.
==> dalam hal ini mungkin harus ada bimbingan untuk QC yang lebih senior / QC yang lebih lama. Mereka harus 'ramah' pada beberapa anak baru, setidaknya bersikap humble dan bersikap layaknya kakak yang mengayomi adik barunya. Jangan minta QC baru untuk betah, kalo ternyata QC yang lama malah membuat mereka takut)
- kalo disapa oleh QC baru, mereka cemberut, ora ngenakke...
==> harusnya dicek dulu, cara menyapanya bagaimana. Kalo nyapa dengan kalimat “Mbakyu, dina iki aku kudu ngecek apa ya?” ya mesti cemberut lah. Coba disapa dengan mesra “Hari ini tugas saya apa beb?”)Oke, hanya bercanda. Pernah dengar filsafat Zen? Salah satu bunyinya begini "Hidup ini seperti cermin. Tersenyumlah, maka orang lain akan tersenyum padamu" Artinya begini, secara alamiah tiap manusia punya naluri untuk menyapa dan disapa. Saat kita tersenyum pada orang lain, pasti orang itu akan tersenyum balik kepada kita. Tapi ada juga orang yang walaupun disapa dan diberi senyum, tetap cemberut dan tidak merespon. Contohnya ya senior kamu itu. Mungkin dia punya alasan mengapa cemberut, entah dia baru putus sama pacarnya, angkot yang ditumpangi mogok, atau dia ditagih hutang. Kalau dia tetap saja cemberut padahal kamu sudah memberi senyum Pepsodent yang paling lebar, jangan langsung gondok. Biarkan saja. Jangan berhenti dan kapok menyapa. Sejudes dan segalak apapun dia, pasti dalam hati sebenarnya dia malu dan pengen bales senyum kamu, dan suatu hari dialah yang akan tersenyum buat kamu.
- kalau dipamiti ke toilet, tanggapannya dingin, kadang cuma dijawab "hemmm !!!"
==> Oh My God, Apa hal-hal seperti ini dianggap problem? Cuma karena dijawab “hemm!!” begitu saja mereka jadi tersinggung? Helloo.. memangnya senior kamu harus jawab apa saat kamu pamit ke toilet? “Oh boleh, silahkan dek, toilet ada di sebelah kiri ya. Mau saya antar? Mau saya bantuin guyur air?” Please deh! Walaupun anak baru, tapi harusnya mereka sedikit mengerti mana pertanyaaan yang harus dijawab lengkap dan mana pertanyaan yang jawabannya singkat
- kalu ditanya “mbak ini samplenya disimpan apa nggak?” jawabnya ketus “Yoo” tanpa dijelaskan samplenya harus diapakan (disimpan berapa lama, dikasih tanda apa tidak?), jadinya takut untuk tanya lebih lanjut.
==> memang wajar kalau QC yg masih baru merasa takut pada seniornya. Tapi kalau ketakutan itu membuat mereka takut bertanya dan menjadi semakin tidak tahu, bukankah itu merugikan? Seharusnya ada pembekalan mental juga untuk QC baru, sehingga mereka tahu bahwa 'hidup itu keras, Nak'. Mana yang lebih baik : menerima jawaban ketus tapi akhirnya menjadi tahu semua detail, atau dijawab dengan manis tapi nggak tahu apa-apa?)
- qc baru kalo sore hari disuruh rekap laporan, senior malah pulang..
==> hal ini perlu dicek, sudah berapa kali ada kejadian seperti ini? Perlu ditinjau juga, sebetulnya tugas membuat rekap laporan itu tugasnya siapa? QC baru atau senior? Kalau memang itu tugasnya QC senior, tentu saja hal ini tidak diperbolehkan. Masak dia enak-enak pulang, sedangkan masih ada tanggunjawab yang belum diselesaikan? Salah dong. Seandainya membuat laporan itu tugasnya QC baru, tapi senior juga tidak boleh meninggalkan dia begitu saja. Bukankah senior harus memberikan bimbingan dan mengecek dulu apakah laporan sudah selesai, ada yang salah atau tidak dsb,,?
- saya punya keinginan dan komitment untuk balancing,.. lalu saya bantu cek line yang lain yang ready ceknya banyak, tapi saat saya kembali ke line malah di tegur ketus sama seniornya. ada yang bilang:
lali karo line-e dewe yo, ready cek line-e dewe wae akeh kok bantu line liyone...
==> Nah, kan, lagi-lagi urusan komunikasi. Sebenernya tiap Line tuh ada berapa QC sih? Kalaupun cuma ada 1 QC di tiap Line, dan kebetulan dia masih baru, seharusnya dia dikasih tau lah, prioritas mana yang harus dicek.
Menurut saya harusnya gini, kalaupun si anak baru itu mau balancing, seharusnya kan dia bisa bilang dulu sama seniornya bahwa dia mau balancing beserta Alasan Yang Jelas.. Lalu senior jawabannya apa. Udah, gitu aja kan? Kalo senior bilang oke, ya silahkan bantu balancing. Kalo nggak boleh, ya udah prioritaskan line kamu dulu. Kalo ternyata ada Line yang overload gara-gara nggak dibantuin, setidaknya kita sudah berusaha ngomong kan? Urusan overload ya biar si senior itu yang ngatur. Dan ingat ya, kalo jawaban dari senior itu nadanya ketus, dengerin aja. Jangan langsung tersinggung. Bagaimanapun dia senior kamu, dan pastinya dia lebih ngerti balancing line dibanding anak baru.
- kalo ditanya responnya jutek, jadi males untuk bertanya padahal tanya itu kan mau tau...
==> oke, memiliki rasa ingin tau yang besar adalah salah satu ciri karyawan yang baik. Itu artinya kita mau belajar. Tapi sadar nggak sih, kadang-kadang rasa ingin tau kadang bisa bikin orang jengkel? Contohnya kalo kita terus menerus bertanya, atau bertanya di saat yang tidak tepat. Menurut saya, si senior kamu itu mungkin lagi banyak pendingan checking, jadi dia jenuh. Makanya nada bicaranya jadi judes gitu. Lebih baik perhatikan dulu situasi, apakah aman kalo bertanya sekarang waktu dia lagi ngecek TOP sample? Atau, tanya saja sama QC senior lain. Bukankah kita bisa tanya sama orang lain, nggak harus sama dia?
- kalo saat random ditemukan masalah/kelolosan yang menjadi tersangka utama selalu qc baru
==> Wah, hal ini perlu dicek lagi. Memangnya kayak gitu ya? Senior bersembunyi dibelakang QC baru? Hmm.. kok aneh sih. Contoh kejadiannya kayak gimana? Sering nggak? Biasanya kalo ada masalah atau klaim, setiap orang akan diminta membuat Kronologi. Dari kronologi itu akan diketahui bagaimana akar permasalahannya. Jadi walaupun QC baru 'dituduh' dan menjadi tersangka utama, jangan buru-buru menangis dan mau kabur (cengeng amat sih?) tapi ceritakan saja yang lengkap dan tulis kronologi sejelas-jelasnya. Kalau memang salah, ya mengakulah. Kalau yang salah adalah senior kamu, ya biarkan pimpinan yang memutuskan.
- kadang-kadang bingung sama maunya senior, kalo mau inline/speca malah ga boleh, justru disuruh cek endline, padahal sudah jadwalnya inline/spec..
==> Lho, memangnya apa alasan mereka bilang nggak boleh? Kalau jadwal kita hari ini specs, ya specs dulu dong. Kalau disuruh endline, ya kita tanya balik “Terus ini inline sama specs saya gimana Kak? Kan hari ini saya seharusnya cek specs?” coba dengarkan dia jawab apa. Jangan asal menuruti perintah, disuruh apa-apa langsung dikerjakan. Kalau disuruh nyebur sumur, masak ya mau langsung nyebur sumur?
- kalo ditanya jawabany "mboh", padahal yang ditanya penting, misalnya mau tanya status gmnt yang dimeja, perbaikan atau ready cek,,
==> sebelum kamu bertanya tentang status garment kepada senior kamu, apakah kamu sendiri sudah coba mencari tau sendiri status garmentnya di produksi? Kalau kita langsung bertanya sama senior, ya wajar kalau dia malas menjawab. Karena dia menganggap kita males cari info dan nggak belajar untuk mencari tahu sendiri. Berusahalah dulu, setelah itu laporan sama senior kamu dan baru bertanya kalau ada yang belum benar-benar jelas.
- tanya defect malah di marahi, dibilang kok tanya terus..
==> Nah, ini sama kayak kejadian sebelumnya. Coba deh kamu pikir, kalau ada orang yang bertanya “Semarang itu masih sering banjir nggak sih?” selama 10 kali sehari, kira-kira kamu bosen nggak?
Sama juga seperti senior kamu. Sebagian besar senior menganggap kalau mendidik QC baru itu ya cuma 1 kali penjelasan aja, setelah itu kamu belajar sendiri. Kalau memang kita pelupa, bersikaplah lebih teliti dan mencatat semua yang dijelaskan. Jangan-jangan kamu sendiri juga salah, karena yang kamu tanyakan sebenarnya defect yang sama.
- pembagian tugas tidak seimbang, qc baru disuruh inline...... terus, spec...... terus....
==> yang dimaksud 'tidak seimbang' disini maksudnya bagaimana sih? Tidak seimbang antara senior-junior, atau tidak seimbang jam kerja perhari, misalnya sehari hanya disuruh inline saja tanpa ada hal lain yang dikerjakan, atau bagaimana?
Coba dikaji ulang, sebetulnya siapa yang bertugas menentukan 'agenda' kerja QC junior? Kalau memang sudah ada agenda jelas tentang apa yang harus dilakukan hari itu, ya lekas dilaksanakan saja. Sebagai QC baru, mereka dituntut untuk belajar dan mengerti seluk beluk garment dan PT USG kan? Supaya tidak overload dan bingung dengan banyaknya materi yang diberikan, mungkin memang lebih baik kalau setiap hari diberi satu pekerjaan yang sama sepanjang hari, lalu keesokan harinya baru ganti ke pekerjaan lain dan materi lain. Sehingga QC baru bisa belajar satu hal atau dua hal secara fokus dalam sehari itu.
5. Lalu kita mau apa untuk meraih harapan kita?????
==> melihat hal-hal yang ditulis diatas (yang katanya problem, padahal ini lebih tepat kalau disebut sebagai curhat QC yang baru saja bekerja), sepertinya akar masalahnya ada di komunikasi.
Di satu sisi, QC senior harus mengajari QC baru. Percayalah, mengajari QC baru yang bener-bener fresh graduate di sela-sela pekerjaan yang menggunung tidak mudah lho! Di satu sisi kita ingin menyelesaikan pekerjaan kita secepatnya, tapi si anak baru itu juga perlu dibimbing pelan-pelan. Di sisi lain, QC baru yang masih 'hijau' juga rata-rata mentalnya masih lemah. Apalagi kalau mereka baru saja lulus sekolah, belum pernah bekerja, dan seniornya bermental keras. Si QC baru jangan langsung nangis lalu mogok kerja. Kalian bukan anak kecil lagi kan?
Pekerjaan itu dipilih, bukan diterima. Coba diingat lagi, apa tujuan utama saat memilih kerja di PT USG? Karena memang butuh uang, karena ingin bekerja, karena dipaksa orang tua, atau cuma iseng?
PT USG sudah memberi kesempatan kepada kita untuk bekerja, jadi kenapa kita tidak memberi kesempatan pada PT USG untuk semua hari buruk yang kita terima? Kalau kita sudah bosan dalam sebulan, bersabarlah dan beri kesempatan satu bulan lagi. Hidup dan pekerjaan itu seperti roda pedati, kadang kita diatas, kadang kita dibawah. Mungkin hari ini kita mengalami hari buruk, tapi besok pasti ada hari cerah untuk kita (apalagi saat gajian, wah... itu hari yang cerah sekali... hehehe)
Jangan menyerah. Semuanya memang berat di awal-awal bekerja. Nikmatilah.
Kalau kita memutuskan untuk pindah ke tempat lain, berarti kita harus beradaptasi lagi kan? Kalau nggak cocok gimana? Mau cari yang lain lagi dan beradaptasi lagi? Hmmm...
buat kamu semua yang baca tulisan ini, semangat ya! ^_^
salam,
penggemar Harry Potter no.1
ini tanggal 10 Mei, kebetulan kemarin 9 Mei adalah tanggal merah memperingati Kenaikan Isa Almasih.
Bawaannya masih ngantuk dan males berangkat kerja. Bawaannya masih pengen libur aja.
Do you know, kemarin saya nggak bisa tidur. Padahal sudah jam 00.30 tapi mata masih 'terang benderang'.
Sindrom insomnia itu kembali mendera saya. Setelah sholat tahajud jam 01.30, pelan-pelan mata ini agak meredup dan entah jam berapa akhirnya saya bisa tidur.
Akibatnya? Tadi pagi saya bangun jam 06.45! Kebo aja kalah! Husss, jangan keras-keras ketawanya.
Tapi paling enggak, dari penderitaan insomnia semalam itu saya menemukan fakta unik pas buka-bukan facebook. Bahwa Pak Charna ternyata hobi liat dangdutan di Indosiar. Bahwa Anggara menderita insomnia lebih parah dari saya, dan sampai harus minum obat yang katanya namanya dari bahasa latin. Bahwa ternyata jam 12 malam di facebook masih ramai orang yang update status.
Ah, senangnya ternyata insomnia nggak sendirian ^_^
oke, balik lagi ke monitor. Ada satu file yang saya 'temukan' di jaringan file kantor. Nggak tau deh siapa yang nulis. Kacau banget pokoknya. Karena saya orangnya baik (ehem..) dan juga bijaksana (hasyah, ngatur duit aja belum oke, berani bilang bijaksana), maka saya mengedit-edit file itu dengan jawaban yang mudah-mudahan bisa menggelapkan. Lho, kok menggelapkan? Iya dong, kan musti gelap dulu sebelum terang. Hahahahaha..
Ini dia pertanyaan yang ada di file Microsoft Word itu, beserta jawaban yang diberikan Mbak Devi.
1. harapan kita : qc tidak banyak yang tidak kerasan, sehingga jumlahnya selalu kurang
==> ini kalimat maksudnya apa ya? Ambigu dan membingungkan sekali. Lain kali belajarlah bahasa Indonesia dan EYD. Kalimatnya diganti aja deh jadi kayak gini : Banyak QC yang merasa betah, sehingga jumlah QC tidak berkurang, tidak sering develop orang baru, dst..
2. kenyataan yang terjadi:
QC baru banyak yang keluar karena tidak kerasan, tiga bulan terakhir ada .... qc yang keluar
==> oke noted. Tolong direcap yang keluar berapa. Trus rata-rata nggak betah-nya tuh berapa hari? Adakah QC yang tiba-tiba keluar setelah seminggu bekerja? Ini harus dilaporkan juga, supaya bisa menganalis sebab-sebab keluarnya QC baru
3. adanya jarak antara harapan dan kenyataan tersebut berarti masalah.
==> ya iya lah.
4. contoh-contoh problem dan dialami QC baru dilapangan :
- sering ada kalimat jawaban ketus (dari yang lebih tua) “kowe diajari kok ra isa isa ya??”
==>ini menyedihkan. Masak baru ditanya begitu saja kok sudah menyerah terus nggak betah. Harusnya dijawab aja “Mbak, saya ini kan masih baru. Kalo saya sudah mahir, pasti saya sudah jadi supervisor QC dong!”)
- kalo QC baru bertanya, nek disauri malah Mbak'e tambah muring-muring, jadinya mereka takut mendekat apalagi tanya.
==> dalam hal ini mungkin harus ada bimbingan untuk QC yang lebih senior / QC yang lebih lama. Mereka harus 'ramah' pada beberapa anak baru, setidaknya bersikap humble dan bersikap layaknya kakak yang mengayomi adik barunya. Jangan minta QC baru untuk betah, kalo ternyata QC yang lama malah membuat mereka takut)
- kalo disapa oleh QC baru, mereka cemberut, ora ngenakke...
==> harusnya dicek dulu, cara menyapanya bagaimana. Kalo nyapa dengan kalimat “Mbakyu, dina iki aku kudu ngecek apa ya?” ya mesti cemberut lah. Coba disapa dengan mesra “Hari ini tugas saya apa beb?”)Oke, hanya bercanda. Pernah dengar filsafat Zen? Salah satu bunyinya begini "Hidup ini seperti cermin. Tersenyumlah, maka orang lain akan tersenyum padamu" Artinya begini, secara alamiah tiap manusia punya naluri untuk menyapa dan disapa. Saat kita tersenyum pada orang lain, pasti orang itu akan tersenyum balik kepada kita. Tapi ada juga orang yang walaupun disapa dan diberi senyum, tetap cemberut dan tidak merespon. Contohnya ya senior kamu itu. Mungkin dia punya alasan mengapa cemberut, entah dia baru putus sama pacarnya, angkot yang ditumpangi mogok, atau dia ditagih hutang. Kalau dia tetap saja cemberut padahal kamu sudah memberi senyum Pepsodent yang paling lebar, jangan langsung gondok. Biarkan saja. Jangan berhenti dan kapok menyapa. Sejudes dan segalak apapun dia, pasti dalam hati sebenarnya dia malu dan pengen bales senyum kamu, dan suatu hari dialah yang akan tersenyum buat kamu.
- kalau dipamiti ke toilet, tanggapannya dingin, kadang cuma dijawab "hemmm !!!"
==> Oh My God, Apa hal-hal seperti ini dianggap problem? Cuma karena dijawab “hemm!!” begitu saja mereka jadi tersinggung? Helloo.. memangnya senior kamu harus jawab apa saat kamu pamit ke toilet? “Oh boleh, silahkan dek, toilet ada di sebelah kiri ya. Mau saya antar? Mau saya bantuin guyur air?” Please deh! Walaupun anak baru, tapi harusnya mereka sedikit mengerti mana pertanyaaan yang harus dijawab lengkap dan mana pertanyaan yang jawabannya singkat
- kalu ditanya “mbak ini samplenya disimpan apa nggak?” jawabnya ketus “Yoo” tanpa dijelaskan samplenya harus diapakan (disimpan berapa lama, dikasih tanda apa tidak?), jadinya takut untuk tanya lebih lanjut.
==> memang wajar kalau QC yg masih baru merasa takut pada seniornya. Tapi kalau ketakutan itu membuat mereka takut bertanya dan menjadi semakin tidak tahu, bukankah itu merugikan? Seharusnya ada pembekalan mental juga untuk QC baru, sehingga mereka tahu bahwa 'hidup itu keras, Nak'. Mana yang lebih baik : menerima jawaban ketus tapi akhirnya menjadi tahu semua detail, atau dijawab dengan manis tapi nggak tahu apa-apa?)
- qc baru kalo sore hari disuruh rekap laporan, senior malah pulang..
==> hal ini perlu dicek, sudah berapa kali ada kejadian seperti ini? Perlu ditinjau juga, sebetulnya tugas membuat rekap laporan itu tugasnya siapa? QC baru atau senior? Kalau memang itu tugasnya QC senior, tentu saja hal ini tidak diperbolehkan. Masak dia enak-enak pulang, sedangkan masih ada tanggunjawab yang belum diselesaikan? Salah dong. Seandainya membuat laporan itu tugasnya QC baru, tapi senior juga tidak boleh meninggalkan dia begitu saja. Bukankah senior harus memberikan bimbingan dan mengecek dulu apakah laporan sudah selesai, ada yang salah atau tidak dsb,,?
- saya punya keinginan dan komitment untuk balancing,.. lalu saya bantu cek line yang lain yang ready ceknya banyak, tapi saat saya kembali ke line malah di tegur ketus sama seniornya. ada yang bilang:
lali karo line-e dewe yo, ready cek line-e dewe wae akeh kok bantu line liyone...
==> Nah, kan, lagi-lagi urusan komunikasi. Sebenernya tiap Line tuh ada berapa QC sih? Kalaupun cuma ada 1 QC di tiap Line, dan kebetulan dia masih baru, seharusnya dia dikasih tau lah, prioritas mana yang harus dicek.
Menurut saya harusnya gini, kalaupun si anak baru itu mau balancing, seharusnya kan dia bisa bilang dulu sama seniornya bahwa dia mau balancing beserta Alasan Yang Jelas.. Lalu senior jawabannya apa. Udah, gitu aja kan? Kalo senior bilang oke, ya silahkan bantu balancing. Kalo nggak boleh, ya udah prioritaskan line kamu dulu. Kalo ternyata ada Line yang overload gara-gara nggak dibantuin, setidaknya kita sudah berusaha ngomong kan? Urusan overload ya biar si senior itu yang ngatur. Dan ingat ya, kalo jawaban dari senior itu nadanya ketus, dengerin aja. Jangan langsung tersinggung. Bagaimanapun dia senior kamu, dan pastinya dia lebih ngerti balancing line dibanding anak baru.
- kalo ditanya responnya jutek, jadi males untuk bertanya padahal tanya itu kan mau tau...
==> oke, memiliki rasa ingin tau yang besar adalah salah satu ciri karyawan yang baik. Itu artinya kita mau belajar. Tapi sadar nggak sih, kadang-kadang rasa ingin tau kadang bisa bikin orang jengkel? Contohnya kalo kita terus menerus bertanya, atau bertanya di saat yang tidak tepat. Menurut saya, si senior kamu itu mungkin lagi banyak pendingan checking, jadi dia jenuh. Makanya nada bicaranya jadi judes gitu. Lebih baik perhatikan dulu situasi, apakah aman kalo bertanya sekarang waktu dia lagi ngecek TOP sample? Atau, tanya saja sama QC senior lain. Bukankah kita bisa tanya sama orang lain, nggak harus sama dia?
- kalo saat random ditemukan masalah/kelolosan yang menjadi tersangka utama selalu qc baru
==> Wah, hal ini perlu dicek lagi. Memangnya kayak gitu ya? Senior bersembunyi dibelakang QC baru? Hmm.. kok aneh sih. Contoh kejadiannya kayak gimana? Sering nggak? Biasanya kalo ada masalah atau klaim, setiap orang akan diminta membuat Kronologi. Dari kronologi itu akan diketahui bagaimana akar permasalahannya. Jadi walaupun QC baru 'dituduh' dan menjadi tersangka utama, jangan buru-buru menangis dan mau kabur (cengeng amat sih?) tapi ceritakan saja yang lengkap dan tulis kronologi sejelas-jelasnya. Kalau memang salah, ya mengakulah. Kalau yang salah adalah senior kamu, ya biarkan pimpinan yang memutuskan.
- kadang-kadang bingung sama maunya senior, kalo mau inline/speca malah ga boleh, justru disuruh cek endline, padahal sudah jadwalnya inline/spec..
==> Lho, memangnya apa alasan mereka bilang nggak boleh? Kalau jadwal kita hari ini specs, ya specs dulu dong. Kalau disuruh endline, ya kita tanya balik “Terus ini inline sama specs saya gimana Kak? Kan hari ini saya seharusnya cek specs?” coba dengarkan dia jawab apa. Jangan asal menuruti perintah, disuruh apa-apa langsung dikerjakan. Kalau disuruh nyebur sumur, masak ya mau langsung nyebur sumur?
- kalo ditanya jawabany "mboh", padahal yang ditanya penting, misalnya mau tanya status gmnt yang dimeja, perbaikan atau ready cek,,
==> sebelum kamu bertanya tentang status garment kepada senior kamu, apakah kamu sendiri sudah coba mencari tau sendiri status garmentnya di produksi? Kalau kita langsung bertanya sama senior, ya wajar kalau dia malas menjawab. Karena dia menganggap kita males cari info dan nggak belajar untuk mencari tahu sendiri. Berusahalah dulu, setelah itu laporan sama senior kamu dan baru bertanya kalau ada yang belum benar-benar jelas.
- tanya defect malah di marahi, dibilang kok tanya terus..
==> Nah, ini sama kayak kejadian sebelumnya. Coba deh kamu pikir, kalau ada orang yang bertanya “Semarang itu masih sering banjir nggak sih?” selama 10 kali sehari, kira-kira kamu bosen nggak?
Sama juga seperti senior kamu. Sebagian besar senior menganggap kalau mendidik QC baru itu ya cuma 1 kali penjelasan aja, setelah itu kamu belajar sendiri. Kalau memang kita pelupa, bersikaplah lebih teliti dan mencatat semua yang dijelaskan. Jangan-jangan kamu sendiri juga salah, karena yang kamu tanyakan sebenarnya defect yang sama.
- pembagian tugas tidak seimbang, qc baru disuruh inline...... terus, spec...... terus....
==> yang dimaksud 'tidak seimbang' disini maksudnya bagaimana sih? Tidak seimbang antara senior-junior, atau tidak seimbang jam kerja perhari, misalnya sehari hanya disuruh inline saja tanpa ada hal lain yang dikerjakan, atau bagaimana?
Coba dikaji ulang, sebetulnya siapa yang bertugas menentukan 'agenda' kerja QC junior? Kalau memang sudah ada agenda jelas tentang apa yang harus dilakukan hari itu, ya lekas dilaksanakan saja. Sebagai QC baru, mereka dituntut untuk belajar dan mengerti seluk beluk garment dan PT USG kan? Supaya tidak overload dan bingung dengan banyaknya materi yang diberikan, mungkin memang lebih baik kalau setiap hari diberi satu pekerjaan yang sama sepanjang hari, lalu keesokan harinya baru ganti ke pekerjaan lain dan materi lain. Sehingga QC baru bisa belajar satu hal atau dua hal secara fokus dalam sehari itu.
5. Lalu kita mau apa untuk meraih harapan kita?????
==> melihat hal-hal yang ditulis diatas (yang katanya problem, padahal ini lebih tepat kalau disebut sebagai curhat QC yang baru saja bekerja), sepertinya akar masalahnya ada di komunikasi.
Di satu sisi, QC senior harus mengajari QC baru. Percayalah, mengajari QC baru yang bener-bener fresh graduate di sela-sela pekerjaan yang menggunung tidak mudah lho! Di satu sisi kita ingin menyelesaikan pekerjaan kita secepatnya, tapi si anak baru itu juga perlu dibimbing pelan-pelan. Di sisi lain, QC baru yang masih 'hijau' juga rata-rata mentalnya masih lemah. Apalagi kalau mereka baru saja lulus sekolah, belum pernah bekerja, dan seniornya bermental keras. Si QC baru jangan langsung nangis lalu mogok kerja. Kalian bukan anak kecil lagi kan?
Pekerjaan itu dipilih, bukan diterima. Coba diingat lagi, apa tujuan utama saat memilih kerja di PT USG? Karena memang butuh uang, karena ingin bekerja, karena dipaksa orang tua, atau cuma iseng?
PT USG sudah memberi kesempatan kepada kita untuk bekerja, jadi kenapa kita tidak memberi kesempatan pada PT USG untuk semua hari buruk yang kita terima? Kalau kita sudah bosan dalam sebulan, bersabarlah dan beri kesempatan satu bulan lagi. Hidup dan pekerjaan itu seperti roda pedati, kadang kita diatas, kadang kita dibawah. Mungkin hari ini kita mengalami hari buruk, tapi besok pasti ada hari cerah untuk kita (apalagi saat gajian, wah... itu hari yang cerah sekali... hehehe)
Jangan menyerah. Semuanya memang berat di awal-awal bekerja. Nikmatilah.
Kalau kita memutuskan untuk pindah ke tempat lain, berarti kita harus beradaptasi lagi kan? Kalau nggak cocok gimana? Mau cari yang lain lagi dan beradaptasi lagi? Hmmm...
buat kamu semua yang baca tulisan ini, semangat ya! ^_^
salam,
penggemar Harry Potter no.1
Komentar
Posting Komentar