Langsung ke konten utama

Ulasan Film : Bring Her Back (2025)

 

Halo, kembali lagi di segmen Deview alias Devi memberi review (iya, memang singkatan yang kurang catchy, makanya saya jarang pakai).

Hari Jumat 6 Juni 2025 saya nonton film Bring Her Back.

Bring Her Back adalah film horor tentang dua orang kakak-beradik (mereka saudara tiri) yang setelah ayah mereka meninggal kemudian mereka diadopsi oleh seorang konselor yang agak eksentrik namun ternyata menyimpan rahasia mencurigakan setelah ditinggal mati anaknya.

Satu kata dalam Bahasa Inggris untuk mewakili film Bring Her Back : disturbing. Filmnya mengusik rasa nyaman, mulut saya beberapa kali menganga melihat kengerian yang ditampilkan di layar.

Film ini diproduksi oleh A24, yang sebelumnya memproduksi film horror pujaan so-called sinefil Twitter : Hereditary dan Midsommar. Jika di film Hereditary penonton menjadi saksi Toni Collette sebagai ibu yang jiwanya terguncang, dan di film Midsommar ada Florence Pugh yang mentalnya tidak stabil, sekarang di Bring Her Back giliran Sally Hawkins didandani menjadi ibu angkat yang kelakuannya bikin penonton bergidik dan mungkin saja mual.

Film Bring Her Back dibuka dengan footage video tentang orang-orang yang sedang melakukan ritual aneh. Video footage ini penting dan krusial bagi inti film Bring Her Back. Makanya jangan sampai telat masuk bioskop. Bahkan di awal-awal banget (pas logo A24 dan studio film lain muncul di layar), sempat ada footage kecil isinya makhluk entah apa, kemudian ada tulisan 'this is not a cult' yang saya pikir ini udah masuk ke opening film, tapi ternyata itu logo salah satu perusahaan film.

Opening yang cukup misterius ini, ditambah dengan perkenalan kita terhadap tokoh kakak-beradik Andy dan Piper berhasil mengunci perhatian penonton. Andy itu sayang, perhatian, dan protektif banget sama Piper, biarpun mereka saudara tiri. Tapi kita juga bisa melihat Andy juga punya 'bibit' nakal walaupun kita nggak bisa nebak seberapa urakannya dia. Piper di sisi lain adalah anak perempuan yang matanya buta parsial. Dia tidak bisa melihat, tapi masih bisa menangkap cahaya dan mengenali bentuk biarpun itu samar.

Masuk ke fase utama : penonton diperkenalkan kepada karakter Laura, yang mengadopsi dua kakak-beradik ini. Sebenarnya Laura hanya ingin mengadopsi Piper sebagai ganti anak gadisnya yang telah tiada, tapi Piper tidak mau pisah dengan Andy. Penonton bisa melihat Laura orang yang 'agak laen..' karena : 

1. rumahnya jauh di antah berantah dan di sekeliling rumahnya ada lingkaran garam;

2. Bahkan dia mengawetkan anjingnya sendiri yang sudah mati, ditaruh di ruang keluarga,

3. Dia tinggal bareng anak laki-laki yang dia panggil Ollie, tapi Ollie kayak nggak pernah dikasih makan dan sering dikurung. 

Dan ini belum apa-apa, karena sepanjang film penonton akan dipertontonkan kelakuan dan sifat asli Laura.

Saya merasa film Bring Her Back sama sekali tidak membosankan bahkan biarpun tidak banyak jump-scare. Layaknya Midsommar yang tetap membuat bergidik bahkan saat setting-nya 90% siang hari yang terang benderang, film Bring Her Back pun terasa mencekam bahkan ketika tokohnya sedang bersenang-senang. Dari segi efek suara pun terasa pas dan menyokong jalannya film. Habis nonton film ini, bisa jadi orang jadi trauma pada buah melon oranye.

Truth revealing moment atau pengungkapan kebenaran dari misteri film ini disampaikan dengan baik sampai di bagian ending. Saya tertegun dan menghela napas yang panjaaang... ketika film tuntas. Secara pribadi, saya bisa memahami kenapa Laura bisa segila itu meskipun tindakannya ke orang lain juga jahat sekali. Perasaan berduka kadang membuat manusia waras pun terpaksa menyingkirkan nuraninya untuk melakukan apapun demi mengobati rasa nestapa, bahkan jika itu membahayakan orang yang tak berdosa sekalipun. Dalam hal ini, Piper dan Ollie yang jadi korban.

Performance dan akting para pemerannya juga patut dipuji. Andy diperankan oleh Billy Barratt aktor dari Inggris, dan Piper diperankan Sora Wong aktris dari Australia. Orang bisa percaya Andy dan Piper benar-benar saudara dengan gesture dan gaya komunikasi rahasia mereka (kata kunci : "grapefuit"). Sally Hawkings tidak perlu ditanya. Saya berharap dia dapat nominasi Piala Oscar, tapi sepertinya ini tidak akan terjadi karena juri Oscar sepertinya alergi untuk menempatkan aktris utama film horor sebagai nominator. Lihat apa yang mereka lakukan terhadap Toni Collette di Hereditary. Saya aja ikutan patah hati.

Anywaaay...

Film Bring Her Back sejauh ini adalah horor terbaik yang saya tonton di sepanjang 2025, dan jelas saya punya respek tersendiri untuk studio pujaan sinefil Twitter yang selalu dikonotasikan dengan film-film edgy-nya : A24. 

 

Cheers!

- Devi Okta - 


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hompimpa (Sebuah puisi dari Tengsoe Tjahjono)

Puisi Hompimpa karangan Tengsoe Tjahjono pertama kali saya ketahui saat kelas 1 SMP. Tepatnya saat classmeeting yang diadakan pasca ulangan umum. Sekolah saya SMP Negeri 6 Semarang mengadakan beberapa lomba. Yah, buat ngisi hari aja sih. Supaya murid-muridnya nggak nganggur gitu. Waktu itu Bu Tamsih (salah satu pengajar Bahasa Indonesia) mengadakan lomba deklamasi puisi Hom-Pim-Pa untuk anak-anak kelas tiga. Syaratnya : saat deklamasi puisi, satu kelas harus maju semua. Tidak boleh hanya satu orang yang maju deklamasi mewakili kelas mereka. Pokoknya, satu kelas maju bareng. Tampil di tengah-tengah lapangan. Ditonton oleh kelas satu dan kelas dua. Asik ya? Tampil rombongan, gitu. Jadi bisa dilihat kekompakan masing-masing kelas. Kalau satu orang salah, ya satu kelas bisa ancur. Pernah ada kelas yang tampil bagus banget di awal. Setelah memasuki bagian tengah-tengah, ada murid yang suaranya cempreng dan cengengesan (sungguh kombinasi yang absurd, hehe) yang tentu saja membuat semua penon...

I can't believe i have been three years here

my desk, June 14th 2013 I can't believe i have been three years here. Yep, it is my 3rd year in PT Ungaran Sari Garment. After all the stormy periods, exhausted time, crazy works and many stuffs, I am still alive. Let me emphasize. I - CAN - SURVIVE. Hahaha.. Wow. Waktu cepat sekali berlalu ya? Ceritanya bakal panjang nih. Kalo kamu udah bosen, mending pindah channel aja gih. Biar kayak sinetron, saya akan membagi cerita kilas balik ini dalam beberapa chapter. Dan ini, ladies and gentlement, adalah bagian satu. Chapter #1 : The Beginning Almost three years ago, in 14th June 2010 I was called to be receptionist at Front Office PA1. Nggak kebayang senengnya waktu saya dikasih tau : Kamu keterima. Besok senin mulai masuk ya. Ya Robbi, saya bakal kerja! Setelah hampir satu minggu bolak-balik buat interview, test tertulis, dan test kesehatan, akhirnya besok Senin saya resmi jadi seorang karyawan. Saya bukan anak sekolah lagi! Saya bakal cari duit sendiri! Ay, karam...

i can't believe i have been three years here (part 2)

Chapter #2 : The Interview Maka dimulailah proses interview itu. Nina sms kalau di PT USG Pringapus banyak anak Stemba lain yang sedang interview seperti dirinya. Sementara saya? Interview bareng sama ibu-ibu dan anak jebolan kursus menjahit. Mereka melihat saya dengan tatapan ingin tau. Mungkin karena saya masih kecil? Atau kelihatan yang paling pede diantara mereka? Entah, mungkin alasan yang kedua. "Mbak'e mau ngelamar juga ya?" "Iya" "Dari tempat pelatihan mana?" "Oh enggak, saya dari sekolah kok. STM Pembangunan Semarang" "Disana ada jurusan menjahit?" Whoaaa... saya nggak ngelamar jadi operator jahitnya, Bu! On that first day, I was being interviewed with Dessy from recruitment. The interview in English. Yes, in English. It's easy. And then, she asked me to type a document in Microsoft Office. That's easy. After that, I was sent to another-cute-HRD-staff named Rizky. I call him cute because he is still...