Langsung ke konten utama

Sebuah Saran Tentang Memilih Posisi Tempat Duduk di Bioskop

Ketika menonton film di bioskop, saya hampir selalu duduk di baris tengah : baris F, G, atau H. Untuk nomer kursi, saya lebih sering pilih yang dekat lajur jalan (aisle) supaya gampang aksesnya. Pengecualian kalau saya nonton film di teater IMAX, atau di teater berkapasitas besar, atau kebetulan sedang nonton film 3D, maka saya akan pilih nomer kursi di tengah. Rata-rata kursi di teater adalah nomer 1-22. Saya akan pilih kursi nomer 11 atau 12.

Itu kalau saya. :)))

Beberapa tahun lalu saya baca cuitan di akun Twitter Yohan Arie ( username : [at] aerorun ) tentang posisi ideal ketika menonton film di bioskop, terutama jika kita ingin menguji kualitas gambar. Mas Yohan menulis cuitan itu dari Insta-stories Arief Retno Pribadi, seorang sinematografer atau Director of Photography yang cukup ternama di industri perfilman Indonesia (akun Instagram: ariefdop).

Berikut ini saya simpulkan isi dari postingan tersebut :


1. Jika menonton film Hollywood, pilihlah deretan tempat duduk sepertiga dari depan. Depan lho ya, bukan dari belakang. Jadi lebih dekat ke layar. Kalau saya amati, rata-rata bioskop di kota Semarang deretan seat-nya mulai dari A (paling atas) sampai M (paling bawah, dekat layar). Berarti pilihlah bangku di deretan J, K, atau L.


2. Jika menonton film Indonesia, pilihlah deretan sepertiga dari belakang (deretan atas). Berarti cari tempat duduk di baris A, B, C, atau D. 

Kenapa bisa begitu? 


Menurut stories Arief DOP pada waktu itu, hal ini karena kualitas gambar di film-film Indonesia akan kelihatan bagus jika dilihat dari kejauhan (three screen height).
Mengevaluasi kualitas gambar, salah satu caranya dengan mengukur jarak kelipatan dari ketinggian gambar atau ketinggian layar. Menggunakan ketinggian layar sebagai pengukur jarak dari layar adalah soal kualitas, melalui perbesaran gambar yang kita lihat.
Semakin dekat jarak kita ke layar, semakin besar perbesaran, dan semakin banyak tuntutan kualitas gambar yang diproyeksikan.
Makin dekat dengan layar, kita makin tahu kualitas pixel gambar (pixel-nya pecah atau tidak).

Penjelasannya teknis sekali, ya? Jujur saya juga tidak pernah mengenyam pendidikan tentang film, jadi saya belum sepenuhnya paham penjelasan ini. :))
Tapi saya praktikan sendiri saat menonton film di bioskop, dan memang benar. Beberapa film Indonesia terasa lebih enak dinikmati gambarnya saat duduk di deretan B atau C.

Tapi sekali lagi ini hanya sekadar masukan, ya.
Semuanya kembali pada kenyamanan masing-masing.
Apalagi jika nonton film berdua atau dengan rombongan, seringkali kita juga harus berkompromi soal tempat duduk.
Mau di baris atau deret mana pun, yang penting tetap nonton film di bioskop dengan tertib dan jaga kelakuan, ya. 

Yang mau lihat postingan aslinya yang lengkap di Twitter, silakan klik tautan "Menguji Kualitas" berikut ini, ya. 

Mas Yohan nge-share tangkapan layar dari Insta-stories Arief DOP :

Menguji Kualitas Gambar


Terima kasih.

Salam,
Devi Okta


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hompimpa (Sebuah puisi dari Tengsoe Tjahjono)

Puisi Hompimpa karangan Tengsoe Tjahjono pertama kali saya ketahui saat kelas 1 SMP. Tepatnya saat classmeeting yang diadakan pasca ulangan umum. Sekolah saya SMP Negeri 6 Semarang mengadakan beberapa lomba. Yah, buat ngisi hari aja sih. Supaya murid-muridnya nggak nganggur gitu. Waktu itu Bu Tamsih (salah satu pengajar Bahasa Indonesia) mengadakan lomba deklamasi puisi Hom-Pim-Pa untuk anak-anak kelas tiga. Syaratnya : saat deklamasi puisi, satu kelas harus maju semua. Tidak boleh hanya satu orang yang maju deklamasi mewakili kelas mereka. Pokoknya, satu kelas maju bareng. Tampil di tengah-tengah lapangan. Ditonton oleh kelas satu dan kelas dua. Asik ya? Tampil rombongan, gitu. Jadi bisa dilihat kekompakan masing-masing kelas. Kalau satu orang salah, ya satu kelas bisa ancur. Pernah ada kelas yang tampil bagus banget di awal. Setelah memasuki bagian tengah-tengah, ada murid yang suaranya cempreng dan cengengesan (sungguh kombinasi yang absurd, hehe) yang tentu saja membuat semua penon...

i can't believe i have been three years here (part 4 - End)

Chapter #4 : The Planning World  Ah, akhirnya diterusin juga ceritanya. Pada waktu postingan ini pertama dibuat, saya genap tiga tahun kerja di PT USG, hence the title. Kemudian saya lanjutkan ceritanya, lalu sempat vakum, lalu posting lagi cerita lanjutannya, dan vakum lagi cukup lamaaaaaaa di chapter tiga. Ketika chapter empat ini saya susun, saya sudah bekerja di perusahaan ini selama uhmm... delapan puluh sembilan bulan. Sudah menjelang sewindu. Masih ingat kan, hitungan matematika sewindu itu berapa tahun? Gara-gara cerita ini juga, banyak sekali email-email yang masuk ke Gmail dari para calon pelamar kerja yang nanya-nanya soal PT USG kepada saya. Umumnya mereka ini para lulusan baru alias fresh graduate yang lagi nyari kerja, terus mereka lihat lowongan di PT USG sebagai PPMC. Karena nggak paham apa itu PPMC, mereka akhirnya buka Google, terus ngetik keyword "PPMC." Hasil penelusuran mereka salah satunya mengarah ke postingan ini Rata-rata dari mereka adala...

I can't believe i have been three years here

my desk, June 14th 2013 I can't believe i have been three years here. Yep, it is my 3rd year in PT Ungaran Sari Garment. After all the stormy periods, exhausted time, crazy works and many stuffs, I am still alive. Let me emphasize. I - CAN - SURVIVE. Hahaha.. Wow. Waktu cepat sekali berlalu ya? Ceritanya bakal panjang nih. Kalo kamu udah bosen, mending pindah channel aja gih. Biar kayak sinetron, saya akan membagi cerita kilas balik ini dalam beberapa chapter. Dan ini, ladies and gentlement, adalah bagian satu. Chapter #1 : The Beginning Almost three years ago, in 14th June 2010 I was called to be receptionist at Front Office PA1. Nggak kebayang senengnya waktu saya dikasih tau : Kamu keterima. Besok senin mulai masuk ya. Ya Robbi, saya bakal kerja! Setelah hampir satu minggu bolak-balik buat interview, test tertulis, dan test kesehatan, akhirnya besok Senin saya resmi jadi seorang karyawan. Saya bukan anak sekolah lagi! Saya bakal cari duit sendiri! Ay, karam...