Langsung ke konten utama

Nyontek Through The Ages

Ini adalah postingan iseng yang bersumber dari pengamatan santai. Jadi jangan dibawa serius, lah ya.
Kayak nggak pernah piknik aja. 

Kalau kamu sama-sama penggemar karya JK Rowling seperti saya, kamu pasti tau kalo Rowling pernah nerbitin buku judulnya Quidditch Through The Ages. Buku itu berisi tentang sejarah diciptakannya permainan Quidditch dan perkembangannya dari tahun ke tahun.
Well.. Judul posting kali ini "Nyontek Through The Ages", juga terinspirasi dari Bu JK Rowling. Bedanya, postingan ini bukan bagian dari dunia sihir Harry Potter. Postingan ini akan bercerita tentang tipe-tipe nyontek yang pernah saya temui (dan ada juga yang saya lakukan sendiri, ehem...) selama sekolah. Makanya saya kasih judul Nyontek Through The Ages, atau Nyontek dari Masa ke Masa.

Sebagai manusia yang menghabiskan masa SD 6 tahun, SMP 3 tahun, dan SMK 4 tahun, saya cukup kenyang mendapat pelajaran, PR dan ulangan. Seperti halnya roti tawar yang baru lengkap kalo ada margarin dan selai, maka apalah artinya ulangan kalo tanpa nyontek? Betuul, adek-adek???
Ya enggak lah. Nyontek itu tindakan salah, tauk.

Bicara soal hal pernyontekan, cukup banyak metode-metode nyontek yang saya saksikan di kelas ketika ulangan dan di ruang ujian yang sakral. Okay, here we go...

1. Pakai kertas sontekan
Caranya
: Nulis ringkasan materi di kertas kecil-kecil, lalu kertasnya ditaruh dikantong. Pas ujian, kertasnya dikeluarin. Ditutupin pake kertas ujian biar nggak ketahuan pengawas. Ada juga beberapa murid yang memfotokopi halaman buku pelajaran (fotokopi diperkecil 5x) trus dikantongin buat contekan pas ulangan.


Kelemahan : Dalam perbandingan 1 : 2, bisa aja guru kamu ngasih soal yang sama sekali jawabannya nggak ada di kertas ringkasan kamu.

Metode ini termasuk metode paling jadul, saya yakin para orangtua dan sesepuh kita zaman dulu juga pernah ngalamin. Mungkin dulu muridnya Aristotles juga ada yang bikin contekan di kertas papyrus pas ujian Filosofi. Just kidding, but who knew? 
Selain potensi bahwa pertanyaan guru kamu nggak ada jawabannya di kertas contekan, skenario terburuk dari metode nyontek ini adalah kertasnya nggak sengaja jatuh, lalu dipungut oleh pengawas atau guru kamu dan akhirnya ketauan. Segera siapin alasan buat ngeles biar nggak dipanggil BK.


2. Minta secara verbal ke temen
Caranya : Pertama colek pundak temen kamu. Lalu bisik-bisik tentang soal nomer berapa yang tidak kamu ketahui jawabannya.

Kelemahan : Posisi menentukan prestasi. Kalo kamu duduk sebelahan sama teman yang pelit bin ambisius alias nggak mau ngasih contekan, well.. good luck. Nggak semua temen bakal bantuin kamu. Kadang ada temen yang pura-pura budeg, nggak mau ngasih contekan dan nggak mau nengok padahal pundaknya udah ditepok berkali-kali bahkan udah dilempar bom nuklir.
Kelemahan yang kedua adalah Metode 'kerjasama' dengan saling bisik ini juga rawan diketahui oleh guru pengawas. Mereka pasti curiga kenapa kamu noleh kepala berkali-kali, atau kenapa kamu membungkukkan badan, atau kenapa kamu komat-kamit sambil mendelikkan mata. Kuncinya ada di timing alias waktu.


3. Pakai Kode Rahasia
Yang paling umum biasanya memberikan kode pakai jari. Kode 1 jari untuk jawaban A, tunjuk 2 jari kalo jawabannya B, 3 jari untuk jawaban C, dan seterusnya.

Saya punya true story soal kode ini. Jadi waktu itu pas ujian kelas 3 STM, saya dan beberapa temen sekelas menggunakan pensil 2B dan pulpen untuk berkomunikasi terutama pas soalnya pilihan ganda. Semacam kode untuk memberi jawaban gitu. Pegang pensil menghadap ke atas, artinya jawabannya A. Pegang pensil madep ke bawah, berarti jawabannya B. Pegang pulpen ke atas, berarti jawabannya C. Kalo pulpennya dipegang ke arah bawah berarti jawabannya D. Dan sukses, hahaha..

Kelemahan : Pertama harus ada koordinasi dengan temen-temen. Biar nggak ada miscommunication saat nunjukin kode. Jangan sampe temen kamu ketuker saat memberi kode jawaban A dan B. Dan sama halnya kayak poin nomer 2, cara ini juga tergantung dari kebaikan temen kamu saat memberi jawaban.

4. Pura-pura ke kamar kecil
Caranya : Seorang siswa (yang biasanya pinter lagi baik hati) akan mengerjakan soal-soal, lalu menuliskan jawabannya di secarik kertas. Kemudian, dia pura-pura ke kamar mandi untuk meletakkan kertas berisi jawaban di tempat yang sudah ditentukan. Nantinya, ada siswa lain yang juga pura-pura ke kamar mandi, lalu mengambil kertas itu dan menyalin jawabannya. Kemudian ada siswa lain yang juga mau ke kamar mandi, dan menyalin kertas itu. Begitu seterusnya.
Bagi saya, metode nyontek ini 'berat sebelah'. Siswa yang pintar (dan baik hatinya) itu mau nggak mau harus menyisihkan waktu buat menuliskan jawaban-jawaban, lalu harus menyisihkan waktu lagi untuk ke toilet, disamping dia juga musti mengerjakan soal dan mengoreksi jawabannya sendiri.

Kelemahan : waktu menuliskan jawaban di kertas contekan, pengawas bisa saja curiga karena bukannya melingkari jawaban kamu malah nulis huruf A, B, C, D. Selain itu, pengawas bisa curiga karena banyak siswa yang bergantian keluar masuk toilet.

5. Nulis di kertas oret-oretan pake pensil, terus dihapus
Ini juga true story pas SMP. Ada satu temen yang tiap kali ulangan, pasti bawa kertas ekstra. Alasannya buat oret-oretan. Iya sih, kalo ulangan matematika memang kita butuh kertas buat oret-oretan hitungan. Tapi masak iya, pas ulangan PPKn dan Sejarah dia juga butuh kertas oret-oretan? Selidik punya selidik, ternyata kertas kosong tadi sudah ditulisi dengan pensil 2B. Dia menyalin isi buku panduan yang sekiranya akan muncul di ulangan. Setelah materi ditulis pakai pensil, dia kemudian menghapus tipis-tipis. Sehingga walaupun sudah dihapus, tetap saja bekasnya masih kelihatan dan bisa dibaca dari jarak dekat. Dari jauh kertasnya akan terlihat seperti kertas putih biasa, pengawas ujian tidak akan tahu bahwa kertasnya ada bekas tulisan.
Cukup cerdik, kan? Entah darimana teman saya bisa dapat ide menyontek seperti itu.

Kelemahan : jika rahasia cara nyontek ini sampai diketahui ketua kelas dan kemudian kamu diadukan ke guru (dalam contoh ini, saya lah yang melaporkan teman saya ke guru BK. It was a bitchy thing to do, dan besoknya saya dimusuhi sama teman sekelas).




Ngomong-ngomong, apakah perbuatan menyontek itu salah? Iya. Jelas salah. Nyontek itu perbuatan tidak jujur. Sama saja dengan menghianati kemampuan diri sendiri. Saya punya temen yang matematikanya parah banget. Pas ulangan, dia berhasil menyontek jawaban teman-teman yang lain, bahkan akhirnya dapat nilai tertinggi di kelas. Pas pelajaran, dia dipuji sama guru matematika dan diminta maju ke depan untuk menjelaskan jawaban soal aljabar yang tadi muncul di soal ulangan. Apa yang terjadi? Dia nggak bisa ngomong apa-apa. "Lho, tadi pas ulangan kan kamu bisa jawab. Nilaimu paling tinggi lho" kata Bu guru matematika. Akhirnya ketahuan deh kalo teman saya tadi nyontek. Malu, kan, kalo kayak gini?

Nyontek juga termasuk tindak kecurangan dan tidak adil. Orang lain sudah capek-capek belajar dan bikin ringkasan, eh mereka tinggal nyontek. Ngeselin kan? Tambah ngeselin lagi kalo ternyata nilai temen kita yang nyontek itu justru malah lebih bagus dari kita. Hassyem.

Tapi kecenderungan nyontek ini juga bukan semata-mata salah muridnya, sih. Sistem pendidikan di Indonesia menjadikan nilai sebagai acuan keberhasilan. Akibatnya banyak siswa yang takut dapat nilai jelek, karena nilai jelek = potensi nggak naik kelas. Akhirnya segala cara ditempuh supaya bisa dapat nilai bagus, termasuk menyontek.

Bahkan ketika kuliah, patokan nilai masih dipakai. Mau lulus kuliah IPK harus tinggi. Mau ngelamar kerja juga IPK harus tinggi. Jika sistem penilaian mutlak seperti ini masih diberlakukan maka di masa mendatang kegiatan menyontek akan tetap dilakukan sebagai shortcut saat keadaan kepepet. Tapi namanya saja shortcut, hasilnya biasanya juga akan short temporary alias nggak langgeng. Nilai di atas kertas bisa saja bagus, tapi kemampuannya nggak sampai segitu. Cukup banyak, kan, contohnya?

Jadi, wahai adek-adek yang masih duduk di bangku sekolahan, saya tidak akan menghakimi kalian dengan pesan moral tentang menyontek. Semuanya kembali pada diri kita. Kalau menurut kamu menyontek itu jelek, ya jangan dilakukan. Bagaimana supaya tidak menyontek? Kuncinya memang pada persiapan.
Kebanyakan orang nyontek karena merasa kurang belajar, kurang pede, atau takut nilainya jelek. Maka buatlah ringkasan, sering-sering mengerjakan latihan soal.

Untuk kamu yang menganggap menyontek itu hal yang lumrah dan boleh dilakukan, well.. I can't say no more. Kalian sudah paham resiko jika ketahuan menyontek dan apa akibatnya untuk diri sendiri. At the end, kita paham kalo menyontek memang bukan perbuatan jujur. Tapi kadang, kita baru bisa belajar hal-hal yang jujur setelah kita melakukan ketidakjujuran.
Dan lagi, nyontek itu kan (juga) usaha. Ya, tho?

Cheers for you!




PS : ada lagi metode menyontek yang kalian ketahui? Just let me know. Siapa tau besok saya bisa bikin skripsi tentang "Analisis dan Kajian Keterkaitan Menyontek Dengan Nilai Akademik Anak Sekolah"
(halah!)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

i can't believe i have been three years here (part 4 - End)

Chapter #4 : The Planning World  Ah, akhirnya diterusin juga ceritanya. Pada waktu postingan ini pertama dibuat, saya genap tiga tahun kerja di PT USG, hence the title. Kemudian saya lanjutkan ceritanya, lalu sempat vakum, lalu posting lagi cerita lanjutannya, dan vakum lagi cukup lamaaaaaaa di chapter tiga. Ketika chapter empat ini saya susun, saya sudah bekerja di perusahaan ini selama uhmm... delapan puluh sembilan bulan. Sudah menjelang sewindu. Masih ingat kan, hitungan matematika sewindu itu berapa tahun? Gara-gara cerita ini juga, banyak sekali email-email yang masuk ke Gmail dari para calon pelamar kerja yang nanya-nanya soal PT USG kepada saya. Umumnya mereka ini para lulusan baru alias fresh graduate yang lagi nyari kerja, terus mereka lihat lowongan di PT USG sebagai PPMC. Karena nggak paham apa itu PPMC, mereka akhirnya buka Google, terus ngetik keyword "PPMC." Hasil penelusuran mereka salah satunya mengarah ke postingan ini Rata-rata dari mereka adala

Hompimpa (Sebuah puisi dari Tengsoe Tjahjono)

Puisi Hompimpa karangan Tengsoe Tjahjono pertama kali saya ketahui saat kelas 1 SMP. Tepatnya saat classmeeting yang diadakan pasca ulangan umum. Sekolah saya SMP Negeri 6 Semarang mengadakan beberapa lomba. Yah, buat ngisi hari aja sih. Supaya murid-muridnya nggak nganggur gitu. Waktu itu Bu Tamsih (salah satu pengajar Bahasa Indonesia) mengadakan lomba deklamasi puisi Hom-Pim-Pa untuk anak-anak kelas tiga. Syaratnya : saat deklamasi puisi, satu kelas harus maju semua. Tidak boleh hanya satu orang yang maju deklamasi mewakili kelas mereka. Pokoknya, satu kelas maju bareng. Tampil di tengah-tengah lapangan. Ditonton oleh kelas satu dan kelas dua. Asik ya? Tampil rombongan, gitu. Jadi bisa dilihat kekompakan masing-masing kelas. Kalau satu orang salah, ya satu kelas bisa ancur. Pernah ada kelas yang tampil bagus banget di awal. Setelah memasuki bagian tengah-tengah, ada murid yang suaranya cempreng dan cengengesan (sungguh kombinasi yang absurd, hehe) yang tentu saja membuat semua penon

I can't believe i have been three years here

my desk, June 14th 2013 I can't believe i have been three years here. Yep, it is my 3rd year in PT Ungaran Sari Garment. After all the stormy periods, exhausted time, crazy works and many stuffs, I am still alive. Let me emphasize. I - CAN - SURVIVE. Hahaha.. Wow. Waktu cepat sekali berlalu ya? Ceritanya bakal panjang nih. Kalo kamu udah bosen, mending pindah channel aja gih. Biar kayak sinetron, saya akan membagi cerita kilas balik ini dalam beberapa chapter. Dan ini, ladies and gentlement, adalah bagian satu. Chapter #1 : The Beginning Almost three years ago, in 14th June 2010 I was called to be receptionist at Front Office PA1. Nggak kebayang senengnya waktu saya dikasih tau : Kamu keterima. Besok senin mulai masuk ya. Ya Robbi, saya bakal kerja! Setelah hampir satu minggu bolak-balik buat interview, test tertulis, dan test kesehatan, akhirnya besok Senin saya resmi jadi seorang karyawan. Saya bukan anak sekolah lagi! Saya bakal cari duit sendiri! Ay, karam