Langsung ke konten utama

"Udah kebiasaan, sih!"

At the end, it's about the habit.

Saya termasuk orang yang percaya peribahasa "alah bisa karena biasa". Bahwa segala hal yang baru bisa kita kuasai kalau kita terbiasa melakukannya.
Ambil contoh bahasa Inggris.

Bahasa Inggris bukanlah bahasa Ibu saya. Tapi toh alhamdulillah saya bisa. Kenapa? Pertama, karena saya suka mempelajari bahasa Inggris. Kedua, karena saya terbiasa memakai bahasa Inggris. Paling tidak seminggu sekali.
Belum lagi kalau nonton film dan memperagakan gaya pemeran utamanya di depan kaca, nah itu juga termasuk upaya pembiasaan untuk meluweskan lidah.
Kini pun sekarang saya bekerja di perusahaan yang sebagian besar komunikasinya menggunakan bahasa Inggris, mulai dari balas-membalas email, baca manual, hingga Order confirmed.
Semuanya memakai bahasa Inggris.

Makanya saya akhirnya bisa fasih bahasa Inggris. Pasif maupun aktif.

Di zaman modern ini, saya kerap menjumpai orangtua yang mengeluh bahwa anaknya tak bisa bahasa Jawa. Padahal mereka orang Jawa.
Ibunya asli Jawa, ayahnya orang Jawa tulen. Sementara anaknya harus diberikan les khusus agar bisa bahasa Jawa, sekedar supaya si anak bisa mengerjakan soal bahasa Jawa krama Inggil di sekolah.

Lucu ya? Orang Jawa tapi tak bisa bahasa Jawa. Tapi sebelum kita mengejek si anak karena ketidakmampuannya berbahasa Jawa, mari kita telisik : apakah si anak sehari-harinya sudah berbahasa Jawa?

Rumah adalah salah satu candradimuka yang bisa menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan. Kalau di rumahnya si anak tidak pernah diajak bahasa Jawa (mungkin orangtuanya selalu memakai bahasa Indonesia, seperti kebanyakan rumah tangga di zaman modern ini) saya pikir wajar jika si anak kesulitan berbahasa Jawa.
Karena tidak ada pembiasaan. Lidahnya tidak biasa mengucap kata dalam bahasa ngoko (biasa) maupun krama.

Bahkan kalaupun dia les bahasa Jawa dengan biaya paling mahal, saya percaya masih akan sulit bagi si anak untuk lancar berbahasa Jawa. Les bahasa Jawa kan cuma 2 jam sekali pertemuan. Katakanlah seminggu 2x pertemuan. Pulang dari les, si anak akan main sama temannya lagi atau berkutat dengan gadget.
Artinya, si anak hanya punya waktu 'menyelami' bahasa Jawa selama 4 jam selama seminggu. Sementara sisa 164 jam lainnya dalam seminggu, dia tetap menggunakan bahasa Indonesia. Inilah yang membuat les bahasa Jawa tidak efektif dan tidak lantas membuatnya terampil berbahasa Jawa.

Dari beberapa artikel yang saya baca di media, penelitian dari University College London menunjukkan bahwa untuk membentuk sesuatu hal menjadi sebuah sebuah aktivitas, rata-rata dibutuhkan waktu 66 hari. Hal ini berlaku untuk apa saja. Itulah kenapa saat diminta mengubah kebiasaan, kita sering mendengar orang menjawab "Waduh, susah ya. Namanya juga udah kebiasaan"

That's right. It's about the habit.

Kalau hal ini diterapkan pada contoh si anak yang kesulitan berbahasa Jawa diatas, artinya si anak harus les sampai 66 kali untuk bisa membuatnya jadi kebiasaan.

Kalau berhenti di tengah, ya mulai dari awal lagi. Nggak efektif kan? Makanya orangtua juga harus mendukung dengan cara mengajak si anak bercakap-cakap dengan bahasa Jawa. Supaya lebih intens.

Kalau kita punya kebiasaan merokok dan ingin berhenti, ya kita harus MAU mulai kebiasaan baru untuk tidak merokok. Kita bisa ganti dengan makan permen bubble gum, misalnya. Coba selama 66 hari. Di hari seterusnya, tubuh kita sudah mulai toleran dengan Bubble Gum dan tidak akan ada "sakaw" gara-gara belum merokok.

Kalau kita punya kebiasaan telat bangun, ya kita harus biasakan bangun pagi. Selama 66 hari. Hari ke-67, tubuh kita sudah mulai 'otomatis' terbangun lebih pagi.

Kalau kita ingin punya perut rata, biasakan sit up dan olahraga. Selama 66 hari. Hari ke-67, sit up akan menjadi kebiasaan baru kita.

Saya sendiri punya kebiasaan aneh : untuk membawa buku saat (maaf) buang air besar. Yes, seriously. Sejak kelas 3 SD saya selalu bawa buku bacaan ke bilik toilet. Makanya saya sering lama kalau 'nongkrong'. Bisa sampai 30 menitan.
Jika dihitung, kebiasaan 'bring-book-to-the-loo' ini sudah saya lakukan selama 15 tahun (saya kelas 3 SD tahun 2000). Makanya kebiasaan ini sulit hilang. Saya nggak bisa kalau nggak bawa buku. Harus ada sesuatu yang bisa saya baca saat ke toilet. Paling mentok ya handphone, sambil scroll down dan baca Timeline di Twitter. Hehehe

Kebiasaan saya yang lain adalah mencatat jumlah pengeluaran dalam sehari. Berhubung saya sedikit boros (ehem..) dan gampang tergoda untuk membeli makanan, stationery, buku, atau pernak-pernik lain (padahal lagi nggak butuh, cuman karena lucu akhirnya dibeli) saya sering manyun ketika melihat uang bulanan saya menipis dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Apalagi saat pergi nonton film. Rencana semula hanya nonton film + makan di Bee’s, eh akhirnya melebar menjadi nonton film + beli snack buat nonton + makan di Bee’s + mampir buat lihat-lihat majalah + beli majalah + mampir ke stand DVD + beli DVD. Buntut-buntutnya, duit 200 ribu ludes dalam hitungan 3 jam.

Melihat fakta yang keterlaluan (dan membuat resume hidup tampak buruk jika dibaca oleh calon mertua di masa depan) ini, saya kemudian membulatkan niat untuk mulai menulis semua pengeluaran dalam sehari. Mulai dari berangkat kerja, naik angkot, sampai ikan asin yang saya beli untuk si pus. Awalnya susah, yakin deh. Saya sering lupa tadi beli apa aja, males nyatet (karena udah capek pulang kerja), atau lupa harganya. Baru pada bulan Oktober 2014 kemudian saya sudah bisa rutin mencatat pengeluaran. Termasuk mencatat total gaji yang masuk dan mencatat berapa kali saya ambil uang dari ATM. Setiap hari saya bawa buku kecil untuk mencatat segala pengeluaran hari itu. Karena sudah menjadi kebiasaan, sekarang rasanya ada yang kurang kalau belum menulis daftar pengeluaran hari itu. Dampak dari kebiasan ini, saya bisa menghitung berapa rupiah rata-rata yang saya habiskan seharian dan lebih bijak mengelola anggaran bulanan. Gitu.

Kamu punya kebiasaan buruk yang ingin kamu ubah? Bisa. Asal punya niat untuk berubah. Kalau punya kemauan, pasti ada kemudahan. Kalau niatnya setengah-setengah, kamu hanya akan mencari-cari alasan untuk menunda. Kalau sudah punya kemauan, mulailah melakukan kebiasaan baru selama 66 hari. Harus jujur sama diri sendiri ya. Kalau usahamu merubah kebiasaan ini macet di tengah-tengah (misalnya di hari ke-10 atau di hari ke-50 kamu berhenti melakukan kebiasaan ini selama berhari-hari) ya kamu harus ngulang dari awal lagi sampai genap hari ke-66. Okey?

Nah, di bulan Ramadhan yang suci ini, kita diberitahu bahwa setan-setan diikat dan dibelenggu. Supaya umat Muslim beribadah puasa, solat tarawih dan menjauhi hal-hal buruk yang dapat membatalkan puasa. Tapi kadang kita masih sering melihat orang tetap melakukan hal maksiat walaupun katanya setan-setan sudah dikurung. Masih banyak orang yang pergi ke diskotik. Masih banyak orang yang nonton video porno. Dan terutama, masih banyak orang-orang yang bergunjing dan bergosip padahal jelas-jelas hal itu membatalkan pahala puasa.
Kenapa? Menurut saya, ya itu karena kebiasaan. Mereka sudah biasa melakukan hal-hal itu sepanjang tahun. Bergosip, mencela orang lain, mampir ke diskotek, liat konten porno, minum alkohol, dan lain-lain. Kalau hal-hal ini sudah menjadi kebiasaan, tetap saja susah untuk ditinggalkan bahkan walaupun setan penggoda disekeliling kita saat ini sedang diamankan.
At the end, these people need to fight their own self. Bagaimana cara melepas kebiasaan buruk dan menggantinya dengan kebiasaan yang positif. Dan bagi saya, bulan Ramadhan bisa menjadi a good starting month untuk semua orang yang ingin mengubah kebiasaan.
Makanya, kalau kamu melihat orang-orang mendadak jadi alim di bulan Ramadhan, mendadak rajin mengaji dan rajin sholat di mesjid, please jangan mencibir mereka. Setidaknya, toh, mereka mencoba untuk mulai sebuah hal yang positif. Doakan saja semoga kebiasaan mereka untuk rajin ibadah masih berlanjut bahkan setelah Ramadhan usai dan menjadi kebiasaan baru mereka.

Have a new great habit. Don’t forget to make a good choice. Selamat menunaikan ibadah-ibadah suci di bulan Ramadhan :)

Komentar

  1. Masih di pringapus Kak ?
    Ppmc bwh atau atas yak :D
    Saya ie PA 1 ekwkwk

    BalasHapus
  2. wah.. ketahuan....
    scroll down aja postingan-postingan yang lama, nanti pasti ketemu posisi saya di unit mana, hehehe :D

    Anyway, thanks udah mampir sini.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

i can't believe i have been three years here (part 4 - End)

Chapter #4 : The Planning World  Ah, akhirnya diterusin juga ceritanya. Pada waktu postingan ini pertama dibuat, saya genap tiga tahun kerja di PT USG, hence the title. Kemudian saya lanjutkan ceritanya, lalu sempat vakum, lalu posting lagi cerita lanjutannya, dan vakum lagi cukup lamaaaaaaa di chapter tiga. Ketika chapter empat ini saya susun, saya sudah bekerja di perusahaan ini selama uhmm... delapan puluh sembilan bulan. Sudah menjelang sewindu. Masih ingat kan, hitungan matematika sewindu itu berapa tahun? Gara-gara cerita ini juga, banyak sekali email-email yang masuk ke Gmail dari para calon pelamar kerja yang nanya-nanya soal PT USG kepada saya. Umumnya mereka ini para lulusan baru alias fresh graduate yang lagi nyari kerja, terus mereka lihat lowongan di PT USG sebagai PPMC. Karena nggak paham apa itu PPMC, mereka akhirnya buka Google, terus ngetik keyword "PPMC." Hasil penelusuran mereka salah satunya mengarah ke postingan ini Rata-rata dari mereka adala

Hompimpa (Sebuah puisi dari Tengsoe Tjahjono)

Puisi Hompimpa karangan Tengsoe Tjahjono pertama kali saya ketahui saat kelas 1 SMP. Tepatnya saat classmeeting yang diadakan pasca ulangan umum. Sekolah saya SMP Negeri 6 Semarang mengadakan beberapa lomba. Yah, buat ngisi hari aja sih. Supaya murid-muridnya nggak nganggur gitu. Waktu itu Bu Tamsih (salah satu pengajar Bahasa Indonesia) mengadakan lomba deklamasi puisi Hom-Pim-Pa untuk anak-anak kelas tiga. Syaratnya : saat deklamasi puisi, satu kelas harus maju semua. Tidak boleh hanya satu orang yang maju deklamasi mewakili kelas mereka. Pokoknya, satu kelas maju bareng. Tampil di tengah-tengah lapangan. Ditonton oleh kelas satu dan kelas dua. Asik ya? Tampil rombongan, gitu. Jadi bisa dilihat kekompakan masing-masing kelas. Kalau satu orang salah, ya satu kelas bisa ancur. Pernah ada kelas yang tampil bagus banget di awal. Setelah memasuki bagian tengah-tengah, ada murid yang suaranya cempreng dan cengengesan (sungguh kombinasi yang absurd, hehe) yang tentu saja membuat semua penon

I can't believe i have been three years here

my desk, June 14th 2013 I can't believe i have been three years here. Yep, it is my 3rd year in PT Ungaran Sari Garment. After all the stormy periods, exhausted time, crazy works and many stuffs, I am still alive. Let me emphasize. I - CAN - SURVIVE. Hahaha.. Wow. Waktu cepat sekali berlalu ya? Ceritanya bakal panjang nih. Kalo kamu udah bosen, mending pindah channel aja gih. Biar kayak sinetron, saya akan membagi cerita kilas balik ini dalam beberapa chapter. Dan ini, ladies and gentlement, adalah bagian satu. Chapter #1 : The Beginning Almost three years ago, in 14th June 2010 I was called to be receptionist at Front Office PA1. Nggak kebayang senengnya waktu saya dikasih tau : Kamu keterima. Besok senin mulai masuk ya. Ya Robbi, saya bakal kerja! Setelah hampir satu minggu bolak-balik buat interview, test tertulis, dan test kesehatan, akhirnya besok Senin saya resmi jadi seorang karyawan. Saya bukan anak sekolah lagi! Saya bakal cari duit sendiri! Ay, karam