Langsung ke konten utama

B E N (a short story by Devi Okta)

Murid-murid kelas 3 IPA mendadak heboh saat Bu Dian membawa anak baru itu ke kelas. Seorang cowok berwajah Indo, lumayan jangkung, dan pokoknya titisan Arjuna, kata Sundari si anak Jogja.

"Nama saya Beniqno Stefan Norville. Biasa dipanggil Ben" si titisan Arjuna menyebutkan nama.

Dasar nasib baik, Bu Dian meminta Ben duduk di kursi sebelahku. Ben tersenyum kecil saat duduk. Teman-teman cewek memandangku dengan iri.

Dan bisa ditebak, baru dua hari saja Beniqno Stefan Norville sudah terkenal disekolahku, mengalahkan Edo Surya Buana si Ketua OSIS yang kharismatik, dan menjadi idola nomer dua setelah Vegantoro Doni Oktavianto yang menjadi pemain terbaik di tim basket. Dan kurang dari seminggu semua murid sudah tahu fakta-fakta tentang Ben. Bahwa papanya orang Manila dan Ibunya dari Jambi. Bahwa Ben lahir di Australia dan pindah ke Jakarta saat SMP. Bahwa Ben selalu masuk kelas akselerasi. Bahwa Ben masuk SMA umur 12 tahun. Dan oh iya, walaupun kelas 3 SMA  tapi umur Ben sekarang masih 14 tahun.

    "Pantesan dia imut gitu. Umurnya aja sepantaran sama keponakanku yang masih kelas 2 SMP" komentar Kenny di kantin.

    "Dia makan apa ya, bisa pintar gitu? Jago olahraga, matematika juga pinter" Soraya menambahi.

    "Aku rela jadi pacarnya walaupun dia 4 tahun lebih muda dari aku" harap Shelly, yang disambut cubitan teman-temanku. Dasar centil.

    Hari ini kelas biologi kosong karena Bu Ika sakit. Kami ditugaskan mengerjakan Buku Latihan. Cowok titisan malaikat itu bersuara padaku. "Lusi, rumah  kamu di Seroja ya?"

    Aku mengangguk singkat sambil mengerjakan soal.  Kepalaku menunduk. Hatiku sedikit berdebar. Dasar, kenapa aku jadi salting gini sih?

    "Kemarin aku lewat situ, waktu cari flashdisk di Alaskanet. Aku lihat kamu main sama kucing kamu" kata Ben sambil nyengir.

Oh Bumi, telanlah aku. Alaskanet itu nama toserba paling ramai yang letaknya di depan rumahku. And offcourse, Ben yang sore-sore pergi ke toserba melihatku bermain dengan kucingku Pongo. Pasti Ben mikir aku kayak anak kecil karena main-main sama kucing.

    "Kamu juga suka kucing ya, Lus? Sampai ava kamu aja ada kucingnya". Pagi itu Ben menegurku sambil tertawa. Kemarin dia memang minta alamat twitter-ku. Entah kenapa sejak saat itu Ben sering menyapaku. Bahkan sudah dua kali dia mengajak pulang bersama.  Aku baru tahu kalau dia juga suka kucing. Waktu tinggal di Perth dia punya kucing Siam dan dua kucing Persia. Oh wow.

Kadang-kadang dia main ke rumahku dan asyik bermain dengan kucing-kucingku Pongo, Gus, dan Oscar. Shelly sirik bukan main. Aku hanya tertawa saat dia menuduhku pakai pelet.

    "Nanti aku main ke rumah kamu lagi ya Lus" kata Ben saat istirahat. "Nanti aku bawakan Whiskas buat Oscar. Kira-kira kapan anaknya lahir?"

Kucingku Oscar yang betina itu memang perutnya sedang besar. "Mungkin 2 minggu lagi" jawabku.

Hari berikutnya Ben semakin sering mendekatiku. Mengajak makan bareng di kantin, pulang bareng, bikin PR Fisika bareng. Menggodaku saat aku serius mengerjakan Aljabar. Atau minta diajari Geometri walaupun jelas-jelas nilainya hampir menyamaiku.

Seolah-olah Ben memang mencoba pedekate. Wah.

"Kayaknya Ben naksir kamu, Lus." kata Shelly. "Ternyata Ben lebih suka sama cewek jenius"

Aku cuma tersipu. Ben lebih cocok jadi adikku daripada pacarku kan?

"Kamu harus berani tanya sama Ben, sebenarnya dia suka sama kamu nggak" timpal Kenny.

"Iya, sopo ngerti Ben cuma mau bikin kamu ge-er, Lus" kata Sundari.

"Eh tunggu, kamu sendiri sebenernya suka sama Ben nggak?"

"Ah, dia masih anak kecil" jawabku. Tapi diam-diam aku penasaran juga. Apa Ben benar-benar suka? Kalau tidak, untuk apa hari ini dia membawakanku brownies? Kalau tidak ada perasaan, kenapa dia jauh-jauh ke toko Sahara hanya untuk membelikanku bros kupu-kupu yang memang kuidamkan itu? Kenapa, kenapa...

Siang itu aku sedang mengelus-elus perut kucingku Oscar yang buncit. Ben duduk disebelahku, ikut membelai kepala Oscar. Sekaleng besar Whiskas rasa tuna berada dibawah meja. Ben yang membawakannya, bersama sebungkus hamburger favoritku. Oh, dia perhatian sekali. Mungkinkah dia punya perasaan tertentu? Aku membatin.

Dan seolah-olah menjawab rasa penasaranku, Ben berkata malu-malu.

"Lusi, sebenarnya aku mau bilang sesuatu"

Nah, ini dia yang kutunggu. Ben naksir padaku? Atau cuma berteman saja?

"Sebenarnya aku pengen ngomong besok sih"

Jantungku dag dig dug.

"Lusi, kalau nanti anaknya Oscar sudah lahir, aku boleh minta satu kan? Aku pengen punya kucing lagi soalnya kucing peliharaanku sudah mati semua. Boleh kan, anak kucingnya Oscar buat aku? Nanti aku bilang Mommy supaya diperbolehkan. Ya, Lus? Please?"

Aku terpana. Ah, Ben, kamu memang masih anak kecil!



Karangjati, 26 Januari 2014

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hompimpa (Sebuah puisi dari Tengsoe Tjahjono)

Puisi Hompimpa karangan Tengsoe Tjahjono pertama kali saya ketahui saat kelas 1 SMP. Tepatnya saat classmeeting yang diadakan pasca ulangan umum. Sekolah saya SMP Negeri 6 Semarang mengadakan beberapa lomba. Yah, buat ngisi hari aja sih. Supaya murid-muridnya nggak nganggur gitu. Waktu itu Bu Tamsih (salah satu pengajar Bahasa Indonesia) mengadakan lomba deklamasi puisi Hom-Pim-Pa untuk anak-anak kelas tiga. Syaratnya : saat deklamasi puisi, satu kelas harus maju semua. Tidak boleh hanya satu orang yang maju deklamasi mewakili kelas mereka. Pokoknya, satu kelas maju bareng. Tampil di tengah-tengah lapangan. Ditonton oleh kelas satu dan kelas dua. Asik ya? Tampil rombongan, gitu. Jadi bisa dilihat kekompakan masing-masing kelas. Kalau satu orang salah, ya satu kelas bisa ancur. Pernah ada kelas yang tampil bagus banget di awal. Setelah memasuki bagian tengah-tengah, ada murid yang suaranya cempreng dan cengengesan (sungguh kombinasi yang absurd, hehe) yang tentu saja membuat semua penon...

I can't believe i have been three years here

my desk, June 14th 2013 I can't believe i have been three years here. Yep, it is my 3rd year in PT Ungaran Sari Garment. After all the stormy periods, exhausted time, crazy works and many stuffs, I am still alive. Let me emphasize. I - CAN - SURVIVE. Hahaha.. Wow. Waktu cepat sekali berlalu ya? Ceritanya bakal panjang nih. Kalo kamu udah bosen, mending pindah channel aja gih. Biar kayak sinetron, saya akan membagi cerita kilas balik ini dalam beberapa chapter. Dan ini, ladies and gentlement, adalah bagian satu. Chapter #1 : The Beginning Almost three years ago, in 14th June 2010 I was called to be receptionist at Front Office PA1. Nggak kebayang senengnya waktu saya dikasih tau : Kamu keterima. Besok senin mulai masuk ya. Ya Robbi, saya bakal kerja! Setelah hampir satu minggu bolak-balik buat interview, test tertulis, dan test kesehatan, akhirnya besok Senin saya resmi jadi seorang karyawan. Saya bukan anak sekolah lagi! Saya bakal cari duit sendiri! Ay, karam...

i can't believe i have been three years here (part 2)

Chapter #2 : The Interview Maka dimulailah proses interview itu. Nina sms kalau di PT USG Pringapus banyak anak Stemba lain yang sedang interview seperti dirinya. Sementara saya? Interview bareng sama ibu-ibu dan anak jebolan kursus menjahit. Mereka melihat saya dengan tatapan ingin tau. Mungkin karena saya masih kecil? Atau kelihatan yang paling pede diantara mereka? Entah, mungkin alasan yang kedua. "Mbak'e mau ngelamar juga ya?" "Iya" "Dari tempat pelatihan mana?" "Oh enggak, saya dari sekolah kok. STM Pembangunan Semarang" "Disana ada jurusan menjahit?" Whoaaa... saya nggak ngelamar jadi operator jahitnya, Bu! On that first day, I was being interviewed with Dessy from recruitment. The interview in English. Yes, in English. It's easy. And then, she asked me to type a document in Microsoft Office. That's easy. After that, I was sent to another-cute-HRD-staff named Rizky. I call him cute because he is still...