Langsung ke konten utama

A Day in Dufan - 16 Jan 2016

"Kenapa harus Dufan?"

Pertanyaan ini paling sering dilontarkan oleh orang-orang ketika saya dengan semangatnya menjawab "Dufan!" sebagai destinasi wajib kalo ke Jakarta. Bukan Monas, bukan TMII atau Sea World. Tapi Dufan, the one and only.
Kalau sudah mengunjungi Dufan, saya udah plong. Mau diajak kemana aja setelahnya, saya manut. Selain jumlah bioskop, nggak ada yang lebih bikin saya jealous terhadap orang Jakarta selain karena mereka punya taman rekreasi kayak Dufan.

Dufan alias Dunia Fantasi adalah taman hiburan yang terletak di kompleks Taman Impian Jaya Ancol. Sejak diresmikan tahun 1985 dengan maskot Kera Bekantan yang didandani dengan funky, Dufan telah menjelma menjadi tempat wisata keluarga dengan wahana permainan yang oke untuk menguji adrenalin maupun teriak-teriak (atau dalam kasus saya : misuh-misuh).

Saya masih ingat, kunjungan pertama saya ke Dufan adalah tahun 2004 pada acara Karya Wisata SMP. Selain ke Dufan, waktu itu kami juga mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Teater Keong Mas, Cibaduyut, teropong Boscha, dan Tangkuban Parahu. Kali pertama ke Dufan, saya sedemikian noraknya hingga selalu berteriak -- padahal naik wahana aja belum. Saya sempat naik Pontang-Pontang, Poci-Poci, Niagara, dan tentu saja roller coaster bernama Halilintar, yang waktu itu cuma saya lihat di majalah Bobo. Sejak naik Roller Coaster Halilintar itulah, secara tak resmi terjadi ikatan batin yang membuat saya kepengin ke Dufan lagi.
Pokoknya kalo diminta liburan, destinasi utama musti ke Dufan.

Kunjungan kedua ke Dufan terjadi pada Mei 2008, dibayari sama pihak Toyota dalam acara bertemakan lingkungan hidup Toyota Eco Youth untuk pelajar se-Indonesia. Di kunjungan yang kedua, kami mencoba teater simulasi 4 dimensi yang memutar film Extreme Log. Seru? Pasti. Di tahun ini juga, Dufan membuka wahana baru yang lebih menakutkan dari roller coaster. Namanya Tornado. Nyawa seolah dibolak-balik dan dilempar-lempar. Seram, tapi seru dan nagih. Dan jelas semakin mempererat ikatan tak kasat mata yang membuat saya ingin mengunjungi Dufan lagi.

Kunjungan ketiga ke Dufan akhirnya bisa terlaksana di awal tahun, tepatnya 16 Januari 2016. (by the way, kalo ditulis dalam angka tanggalnya jadi 16-01-16. Tanggal cantik). Di kunjungan kali ini, saya bela-belain berangkat sendirian naik kereta. Disana saya menginap tempatnya Arimbi, salah satu adik kelas yang tinggal di Bekasi dan berbaik hati menampung saya selama Sabtu-Minggu. Petualangan ke Dufan kali ini akan diramaikan oleh karakter-karakter berikut :

- Linda
Cewek berkacamata ini adalah adek kelas saya di SMK 7 Semarang, walaupun beda jurusan. Waktu sekolah, justru kami jarang terlibat percakapan. Kami justru akrab setelah saling komen-komenan di Facebook.

- Inggar
Inggar satu-satunya yang bukan adek kelas saya. Dia adalah teman SMP-nya si Maskhur dan Arimbi. Sekarang lagi kuliah di Jakarta dan ikutan main bareng kami. Awas, jangan terkecoh. Walaupun sepintas keliatan seperti gadis imut berkerudung besar, namun Inggar sejatinya adalah cewek cadas yang bisa memberi komentar pedas akan semua hal di sekelilingnya.

- Arimbi
Arimbi sudah 2 tahunan ini tinggal di Bekasi. Pergaulannya luas dan sering banget meng-explore tempat baru bersama teman-teman yang dia temui di Bekasi. Seperti yang sudah disebutkan, Arimbi menjadi tuan rumah (yang sangat baik) selama saya tinggal di Jakarta.

- Maskhur
Berhubung ke-empat anggota lainnya adalah cewek-cewek, Maskhur menjadi orang paling ganteng di rombongan kami (nggak usah ge-er kamu, Khur). Waktu sekolah, kami sering ngobrol-ngobrol dan sama-sama jadi anggota ekskul teater. Anak ini adalah 'kompor' yang bikin acara kumpul jadi seru dan rame banget.

-Devi
Saya adalah anggota yang paling keren di rombongan ini. Itu kalo badan saya dipakein korset trus muka saya dipasangin topeng Alicia Vikander. Dan karena ke-empat anggota lain merupakan adek-adek kelas saya, secara otomatis saya juga menjadi anggota yang paling tua diantara mereka. *umpetin KTP*


Arimbi, Maskhur dan saya bertemu di mall Giant Bekasi. Dari sini, kami menuju Dufan naik KRL. Ini pertama kalinya saya naik KRL, dan ternyata cukup menyenangkan walaupun harus berdiri lebih dari 1 jam. Sebagai orang yang baru 6 jam lalu nyampe Jakarta, saya baru tau kalo KRL itu :

- bayar tiketnya 12ribu sekali naik, dan kartu KRL ini masih bisa dipakai seharian dengan hanya membayar 2ribu.
- kalau kita udah nggak naik KRL lagi, kita bisa kembalikan kartu KRL itu ke petugas stasiun, dan kita akan dapat cash back 10ribu. Uhuy..
- di dalam KRL ada TV yang kadang-kadang memutarkan trailer film terbaru dan random facts.


Arimbi bilang, KRL ini lumayan sepi karena pas hari libur. Di jam-jam primetime, misalnya pas berangkat atau pulang kantor, keretanya bakal penuh sampai-sampai penumpangnya nggak bisa gerak. Berdirinya aja sampai miring. "Bisa gerakin kaki aja udah beruntung banget, Mbak" kata Arimbi.

Next, setelah turun dari KRL Stasiun Senen, kita oper naik taksi berhubung udah siang. Inggar sudah sampai duluan di Ancol dengan naik go-jek. Sementara Linda masih perjalanan naik Busway. Sesudah rombongan kami lengkap, kami menuju mbak-mbak loket. For your info, entrance ticket alias karcis masuk Ancol adalah 25ribu per orang. Untuk tiket masuk Dufan sendiri harganya 275ribu (reguler) dan 350ribu bagi yang mau sekalian bikin annual pass. Ketiga adek kelas saya langsung bikin annual pass, sementara saya pilih tiket reguler. Kenapa?

- Saya tinggal di Semarang, yang waktu tempuhnya 6-7 jam naik kereta
- Menimbang alasan pertama, jelas sulit bagi saya untuk datang ke Dufan sebulan sekali. Kalo udah gini, rugi dong. Udah beli Annual Pass mahal-mahal, eh cuma dipake setaun sekali doang.
- Karena lagi kere. Ini masuk periode tengah bulan, Jendral.


Sampai di pintu masuk Dufan, monster dalam diri saya terbangun. Menggeliat liar, sebentar lagi berteriak minta segera dipuaskan. Karena sudah jam 11.45, kami memutuskan untuk pemanasan dulu dengan menjajal Halilintar. Lalu kami solat dhuhur. Secara short-recap, berikut ini wahana-wahana yang kami jajal di Dufan :

- Halilintar
Halilintar alias si Roller Coaster ini berada di kawasan Yunani. My oh my, putarannya masih terasa menegangkan. Sudah 7 tahun berlalu, but it feels like my first time.

selfie pertama sebelum naik Halilintar, semoga bukan selfie terakhir
- Arung Jeram
Jam 12.15an habis sholat kita main basah-basahan di Arung Jeram. Sukses basah semua, dan nggak ada satupun dari kami yang pakai baju ganti. Biarin aja bajunya kering di badan. Sepatu saya sampe berbau apek nggak karuan. Celana kita basah sampai ke lapisan underwear. Hehehe

- Ontang Anting
Habis Arung Jeram, kita nyobain Ontang Anting. Enggak semua sih. Cuman saya, Maskhur dan Linda. Itung-itung sekalian ngeringin badan. Kita tinggal duduk manis di kursi dengan tali diatasnya, lalu diputar (atau diontang-antingkan) dan berputar-putar. Silir tenan lho, rasanya. Tapi tetep aja saya nggak berani liat kebawah. Tinggi banget, cyn.

- McDonald

Ini bukan wahana sih, tapi salah satu restoran fastfood yang buka di Dufan. Habis main Ontang-Anting, kita merasa lapar sehingga kita makan dulu di McDonald. By the way, McDonald juga bisa tricky ya. Waktu itu kita pilih menu paket nasi dengan harga 28.800 seperti yang tertera di display. Eh nggak taunya pas mau mbayar, petugas kasir ngasih nota seharga 36.000. Lha kok beda gini? "Oh, mungkin harganya beda karena harga yang di-display belum termasuk pajak" batin saya. Walah mbak.. kalo tau gitu mbokya nota pembeliannya dikasih keterangan, jumlah tax-nya sekian persen.

- Perang Bintang
Habis makan, kita ke wahana Perang Bintang, yang lokasinya nggak jauh-jauh amat dari McDonald. Pas masuk ke Perang Bintang, handphone saya jatoh. Pas saya membungkuk dan memungut handphone, si Inggar berseru "Woh, sepatunya bisa nyala!" Nggak tau ini efek lampu apa, tapi kok bisa nyala ya.

- Rumah Cermin
Kelar Perang Bintang, badan kita belum sepenuhnya kering. Lalu kita menuju Rumah Cermin, yang setiap sudutnya ditempelin cermin gede dan diterangi lampu bernuansa neon. Disini kita sempat terjebak ke jalan buntu. Habisnya terlalu banyak cermin dan terlalu banyak pantulan sih. Ada banyak ilusi yang seakan-akan ada lorong berbelok, tapi taunya buntu. Hahaha..

- Mini Stage
Ini juga bukan wahana, ding. Setelah berhasil keluar dari Rumah Cermin, kami istirahat sebentar dengan duduk-duduk di depan panggung mini dan melihat band musik country memainkan lagu ceria. Maskhur dan Linggar sempet-sempetnya foto sama vokalis band (yang udah om-om gitu). Sementara saya foto-foto di replika tahanan Amerika.

- Rumah Miring
Kelar duduk dan mengistirahatkan kaki, kami menuju ke Rumah Miring Rango Rango atau Tilt House. Eh tapi sebelumnya foto-foto dulu di depan Vila Victoria. Ini kedua kalinya saya masuk ke Rumah Miring. Dan tetep seru.

- Poci Poci
Keluar dari Rumah Miring, kita menuju Poci-Poci. Wahana yang bentuknya cangkir trus diputer-puter. Cuma kita berempat yang masuk. Arimbi nggak ikutan, pusing katanya. Aku bilang sama yang lain "udah, merem aja. Biar nggak pusing karena diputer-puter" Akhirnya kami merentangkan tangan di pinggiran cangkir, duduk, memejamkan mata dan menikmati putaran.

Rentangkan tangan, tutup mata, tarik napas...

- Istana Boneka
Setelah turun dari Poci-Poci (yeah, I still felt a bit dizzy) kami lalu memutuskan ke Istana Boneka. Ini pertama kalinya saya masuk ke Wahana ini. Kita diminta naik ke perahu otomatis, lalu diajak masuk ke wahana indoor dengan jejeran boneka-boneka yang digerakkan secara mekanik. Tiap boneka mewakili provinsi di Indonesia dan negara-negara di dunia. Ada Aceh sampai Papua. Ada Jepang, Belanda, Hawai, sampai Alaska. Pokoknya komplit. Boneka yang dipajang adalah boneka porcelain yang matanya kayak Annabelle. Kalo misalnya malam-malam petugasnya musti patroli dan membersihkan boneka, apa dia nggak ngeri ya? Ntar kalo bonekanya gerak sendiri gimana?

By the way, selama kami naik perahu tour di Istana Boneka, speaker memutarkan lagu theme song yang liriknya soal persatuan. "Lihat indahnya dunia. Milik kita semua. Walau berbeda bangsa, namun satu saudara..."

naik perahu mini, bersiap masuk ke gua display berisi boneka-boneka

- TORNADO (musti pakai huruf kapital semua)
Kelar ke Istana Boneka (yang surprisingly lumayan asik), kita menuju ke Wahana yang disebut-sebut paling menakutkan : Tornado! Ini kedua kalinya saya naik Tornado, dan oh-my-God tetep aja saya nggak berani buka mata. Jeritan saya kenceng banget (then again, who wouldn't?). Habis jerit, biasanya saya ketawa karena mengetahui betapa cetek nyali ini. Hahahaha..
Hanya Linda yang nggak berani naik Tornado. Dia hepi-hepi aja dibawah sana. Begitu turun dari Tornado, giliran Inggar yang klenger. Doi sampe muntah. "Boleh tau nggak siapa yang merancang mainan ini? Hah, siapa sih orangnya? Siapa yang merancang Tornado? Gua mau somasi tuh orang!" jerit Inggar parau disela-sela klengernya.

- Kicir Kicir
Turun dari Tornado (dan Linggar masih misuh-misuh, tapi wajahnya agak pias dan sedikit mual) kami solat ashar. Sekalian meluruskan kaki. Habis solat ashar, kita memutuskan untuk naik Hysteria.
Tapi sebelumnya, saya dan Maskhur ingin mencoba wahana Kicir-Kicir. Dari awal kita berdua bersabda kalau nggak akan teriak. "Capek ah, teriak mulu" Tapi begitu masuk ke paruh putaran kedua, kita akhirnya menyerah dan teriak kenceng.

ekspresi penuh kepasrahan pas naik Kicir-Kicir

- Hysteria
Kelar naik Kicir-Kicir, kami bermaksud melihat Pertunjukan Treasure Island - Temple of Fire yang bertempat di hall yang dulu bekasnya Rama Shinta. Ternyata pertunjukannya mulai jam 17.00. "Nanti kesana jam 16.45 aja Kak. Jam segitu udah dibuka kok" kata salah satu petugas.
Berhubung kita masih punya waktu 30 menitan sebelum nonton Temple of Fire, akhirnya kita putuskan naik Hysteria. Uhuuhu.. ini dia yang saya tunggu. Terakhir ke Dufan tahun 2008 dan Wahana Hysteria belum ada. Pas nyobain, wuh sensasinya poll. Asik banget. Tegang? Oh iya. Tapi asik deh. Pas diangkat keatas, kita bisa liat sekilas sisi Ancol dan Laut Jawa. Mau lagi deh :D
By the way, yang naik ke Hysteria adalah Arimbi, saya, Maskhur dan Linda. Inggar masih jetlag gara-gara Tornado.

Heeyaa.. ready to up in the air!

- Treasure Island - Temple of Fire
Habis Hysteria, kita duduk anteng di Temple of Fire. Atraksinya kece paraaah!! Temple of Fire merupakan aksi teatrikal yang dimainkan oleh pemain-pemain berbakat. Mereka menari, melakukan aksi laga, akrobatis, naik turun tali, berakting (tapi kata-katanya pakai dubbing) dan ada efek semburan air, api, dan asap. Untuk ukuran taman hiburan, atraksi ini lumayan megah dengan setting yang niat banget.
Dan pemainnya juga kece bangett. Saking kecenya pengen saya bungkus dan bawa pulang ke Semarang. Mayan buat manjat pohon kelapa.

Panggung Temple of Fire

- Kora Kora
Dua kali ke Dufan dan saya belum pernah sekalipun naik wahana ini. Di kunjungan yang ketiga ini, saya bertekad pokoknya harus naik Kora Kora yang bergerak seperti pendulum ini. Saya, Maskhur, Arimbi, dan Linda langsung ambil posisi. Inggar yang masih kecapekan cuma duduk di bawah dan jagain tas. Sebenarnya saya juga pernah sih nyobain kora-kora di pasar malam. Itu aja udah mayan serem. Kora-Kora Dufan jelas lebih ngepol serunya.

- Bianglala
Setelah takjub dengan pagelaran Temple of Fire dan hampir muntah karena Kora-Kora, kami menuju Bianglala. Cukup santai aja dan menikmati pemandangan laut Jawa bersama kawasan Ancol yang bisa dilihat dari atas.

- Turangga Turangga
Acara Dufan hari ini ditutup dengan sholat maghrib, lalu bersama naik Turangga Turangga alias Komidi Putar, sebuah wahana yang tak pernah lekang oleh zaman.

Pas pulang, kita berpisah. Inggar naik Go-Jek, sementara yang lainnya pulang naik busway. Arimbi, Maskhur dan saya turun di Cawang. Dari jembatan Tol Cawang, kita naik bis APT sampai Giant Mall Bekasi. Sempet makan nasi goreng dulu di warung pinggiran, habis itu baru kita misah. Maskhur pulang ke Cibitung. Saya dan Arimbi pulang ke kos.


Ah, indahnya hari itu. Ada tiga belas wahana yang kami naiki dalam satu hari. Phew.
Sebenarnya masih ada wahana Ice Age, tapi waktu kami kesana petugasnya bilang sedang ada pengecekan. Jadi kami nggak bisa lihat. Sayang sekali Dufan harus tutup pukul 20.00. Masih ada wahana lain yang sebenarnya juga belum kami coba.

Ada bisikan samar yang menyertai kunjungan ketiga ini. Sebuah bisikan yang menjanjikan saya untuk kembali ke Dufan, sekali lagi. Walaupun saya belum tau waktunya kapan.

So, until we meet again, Dufan :)



(Thanks a lot for Arimbi, Maskhur, Inggar dan Linda. You guys are hillarious!)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

i can't believe i have been three years here (part 4 - End)

Chapter #4 : The Planning World  Ah, akhirnya diterusin juga ceritanya. Pada waktu postingan ini pertama dibuat, saya genap tiga tahun kerja di PT USG, hence the title. Kemudian saya lanjutkan ceritanya, lalu sempat vakum, lalu posting lagi cerita lanjutannya, dan vakum lagi cukup lamaaaaaaa di chapter tiga. Ketika chapter empat ini saya susun, saya sudah bekerja di perusahaan ini selama uhmm... delapan puluh sembilan bulan. Sudah menjelang sewindu. Masih ingat kan, hitungan matematika sewindu itu berapa tahun? Gara-gara cerita ini juga, banyak sekali email-email yang masuk ke Gmail dari para calon pelamar kerja yang nanya-nanya soal PT USG kepada saya. Umumnya mereka ini para lulusan baru alias fresh graduate yang lagi nyari kerja, terus mereka lihat lowongan di PT USG sebagai PPMC. Karena nggak paham apa itu PPMC, mereka akhirnya buka Google, terus ngetik keyword "PPMC." Hasil penelusuran mereka salah satunya mengarah ke postingan ini Rata-rata dari mereka adala

Hompimpa (Sebuah puisi dari Tengsoe Tjahjono)

Puisi Hompimpa karangan Tengsoe Tjahjono pertama kali saya ketahui saat kelas 1 SMP. Tepatnya saat classmeeting yang diadakan pasca ulangan umum. Sekolah saya SMP Negeri 6 Semarang mengadakan beberapa lomba. Yah, buat ngisi hari aja sih. Supaya murid-muridnya nggak nganggur gitu. Waktu itu Bu Tamsih (salah satu pengajar Bahasa Indonesia) mengadakan lomba deklamasi puisi Hom-Pim-Pa untuk anak-anak kelas tiga. Syaratnya : saat deklamasi puisi, satu kelas harus maju semua. Tidak boleh hanya satu orang yang maju deklamasi mewakili kelas mereka. Pokoknya, satu kelas maju bareng. Tampil di tengah-tengah lapangan. Ditonton oleh kelas satu dan kelas dua. Asik ya? Tampil rombongan, gitu. Jadi bisa dilihat kekompakan masing-masing kelas. Kalau satu orang salah, ya satu kelas bisa ancur. Pernah ada kelas yang tampil bagus banget di awal. Setelah memasuki bagian tengah-tengah, ada murid yang suaranya cempreng dan cengengesan (sungguh kombinasi yang absurd, hehe) yang tentu saja membuat semua penon

I can't believe i have been three years here

my desk, June 14th 2013 I can't believe i have been three years here. Yep, it is my 3rd year in PT Ungaran Sari Garment. After all the stormy periods, exhausted time, crazy works and many stuffs, I am still alive. Let me emphasize. I - CAN - SURVIVE. Hahaha.. Wow. Waktu cepat sekali berlalu ya? Ceritanya bakal panjang nih. Kalo kamu udah bosen, mending pindah channel aja gih. Biar kayak sinetron, saya akan membagi cerita kilas balik ini dalam beberapa chapter. Dan ini, ladies and gentlement, adalah bagian satu. Chapter #1 : The Beginning Almost three years ago, in 14th June 2010 I was called to be receptionist at Front Office PA1. Nggak kebayang senengnya waktu saya dikasih tau : Kamu keterima. Besok senin mulai masuk ya. Ya Robbi, saya bakal kerja! Setelah hampir satu minggu bolak-balik buat interview, test tertulis, dan test kesehatan, akhirnya besok Senin saya resmi jadi seorang karyawan. Saya bukan anak sekolah lagi! Saya bakal cari duit sendiri! Ay, karam