Langsung ke konten utama

Explain!

Saya pernah baca kalimat ini laman digital : “If you can’t explain something to 6 years old kid, then you don’t really understand about it”


Oke, saya akan kasih kalian satu menit untuk memahami kalimat itu.


--- satu menit kemudian ---


Pertama kali membaca kalimat diatas, saya hanya mendecak. Oh, jadi maksudnya kita dianggap “mudeng” kalau sudah bisa menjelaskan sebuah hal pada anak berusia 6 tahun, begitu? That’s weird. Mengapa harus anak kecil yang menjadi tolok ukur level pemahaman, tanya saya. Kalau seseorang mengaku paham tentang sebuah hal, mestinya dia bisa menjelaskan hal itu kepada semua orang.

Tapi kemudian saya berpikir bahwa kalimat tadi ada benarnya juga. Gini lho. Anak berusia 6 tahun punya kapasitas berpikir yang sederhana. Untuk menjelaskan tentang proses penyerbukan, kita tak bisa langsung menjejali mereka dengan istilah biologis tentang bagian-bagian tumbuhan. Pertanyaan sederhana semacam “kenapa langit warnanya biru?” tak bisa secara serampangan dibeberkan tentang struktur awan dan sifat udara. Otak mereka belum siap. Nalar dan pemahaman mereka belum sejauh itu. Belum lagi rasa ingin tau mereka yang besar. Di tengah-tengah penjelasan kita, anak umur 6 tahun sudah mulai menyela dan bertanya dengan kata sakti “Kenapa?”
Kenapa di langit ada bintang? Kenapa bulan selalu kelihatan dari mana-mana? Dan berbagai macam kenapa, kenapa, kenapa lainnya.
Kalau diantara kalian ada yang punya adik atau keponakan yang masih TK, pasti kalian paham yang saya maksud.

Pada akhirnya, jauh lebih mudah menjelaskan sesuatu pada teman seumuran (atau orang yang lebih tua) daripada menjelaskan hal pada anak usia 6 tahun. Dan disinilah saya menangkap maksud kutipan tadi.

Idealnya, ketika seseorang mengaku benar-benar memahami sebuah hal (tentang tata surya, cara kerja enzim pencernaan, suku bunga, atau penyerbukan pada bunga) artinya dia harus bisa menjelaskan hal itu sampai sedetil-detilnya. Mulai dari A sampai Z. Mulai yang paling dasar hingga ke contoh-contohnya. Mulai analogi paling sederhana, sampai fenomena paling rumit. Mulai level pemula, sampai pemahaman level dewa. Kalau kita benar-benar mudeng (seperti yang kita yakini), kita bisa membuat analogi yang paling lugu dan penjelasan paling gamblang, yang bahkan bisa dipahami oleh anak usia 6 tahun sekalipun tanpa membuat mereka lari karena bosan.
Seandainya kita membuat penjelasan panjang lebar tentang sebuah hal, it will be useless if we don't know the basic statement.

Rhenald Kasali, salah satu pakar ekonomi Indonesia pernah bercerita tentang calon doktor Indonesia yang menempuh pendidikan lanjutan di Jepang. Saat presentasi di depan penguji, kata-katanya belepotan. Terlalu banyak kata this, that, dan it yang dipakai sambil menunjukkan benda. You can see this.. like that... it is... kira-kira gitu. Padahal mereka calon doktor lho. Ini bukan berarti mereka kurang pandai, tapi mereka kekurangan cara untuk menjelaskan. Presentasi menjadi membosankan, padahal sumber dan referensinya berjibun. Deskripsinya detail dan kalimat-kalimatnya boleh saja berbobot. Tapi kalau penjelasan secara lisannya didominasi you see this... it is like this... it is like that... walaupun topiknya ringan ya gimana bisa dipahami?

Waktu googling, saya nemu kutipan dari Albert Einstein yang bunyinya gini :





Jika anda tak bisa menjelaskan sebuah hal secara sederhana, berarti anda belum cukup memahaminya. Senada dengan kalimat pertama kan?
Maybe that's the point. Bahwa agar dianggap "intelek" tak melulu harus menjelaskan secara bertubi-tubi dengan istilah-istilah yang smartly unfamiliar. Cukup dengan penjelasan yang sederhana agar orang paham. Kalau orang paham sama penjelasan kita, mereka akan menilai tingkat intelektualitas kita dengan sendirinya :)


Gitu kan ya?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

i can't believe i have been three years here (part 4 - End)

Chapter #4 : The Planning World  Ah, akhirnya diterusin juga ceritanya. Pada waktu postingan ini pertama dibuat, saya genap tiga tahun kerja di PT USG, hence the title. Kemudian saya lanjutkan ceritanya, lalu sempat vakum, lalu posting lagi cerita lanjutannya, dan vakum lagi cukup lamaaaaaaa di chapter tiga. Ketika chapter empat ini saya susun, saya sudah bekerja di perusahaan ini selama uhmm... delapan puluh sembilan bulan. Sudah menjelang sewindu. Masih ingat kan, hitungan matematika sewindu itu berapa tahun? Gara-gara cerita ini juga, banyak sekali email-email yang masuk ke Gmail dari para calon pelamar kerja yang nanya-nanya soal PT USG kepada saya. Umumnya mereka ini para lulusan baru alias fresh graduate yang lagi nyari kerja, terus mereka lihat lowongan di PT USG sebagai PPMC. Karena nggak paham apa itu PPMC, mereka akhirnya buka Google, terus ngetik keyword "PPMC." Hasil penelusuran mereka salah satunya mengarah ke postingan ini Rata-rata dari mereka adala

Hompimpa (Sebuah puisi dari Tengsoe Tjahjono)

Puisi Hompimpa karangan Tengsoe Tjahjono pertama kali saya ketahui saat kelas 1 SMP. Tepatnya saat classmeeting yang diadakan pasca ulangan umum. Sekolah saya SMP Negeri 6 Semarang mengadakan beberapa lomba. Yah, buat ngisi hari aja sih. Supaya murid-muridnya nggak nganggur gitu. Waktu itu Bu Tamsih (salah satu pengajar Bahasa Indonesia) mengadakan lomba deklamasi puisi Hom-Pim-Pa untuk anak-anak kelas tiga. Syaratnya : saat deklamasi puisi, satu kelas harus maju semua. Tidak boleh hanya satu orang yang maju deklamasi mewakili kelas mereka. Pokoknya, satu kelas maju bareng. Tampil di tengah-tengah lapangan. Ditonton oleh kelas satu dan kelas dua. Asik ya? Tampil rombongan, gitu. Jadi bisa dilihat kekompakan masing-masing kelas. Kalau satu orang salah, ya satu kelas bisa ancur. Pernah ada kelas yang tampil bagus banget di awal. Setelah memasuki bagian tengah-tengah, ada murid yang suaranya cempreng dan cengengesan (sungguh kombinasi yang absurd, hehe) yang tentu saja membuat semua penon

I can't believe i have been three years here

my desk, June 14th 2013 I can't believe i have been three years here. Yep, it is my 3rd year in PT Ungaran Sari Garment. After all the stormy periods, exhausted time, crazy works and many stuffs, I am still alive. Let me emphasize. I - CAN - SURVIVE. Hahaha.. Wow. Waktu cepat sekali berlalu ya? Ceritanya bakal panjang nih. Kalo kamu udah bosen, mending pindah channel aja gih. Biar kayak sinetron, saya akan membagi cerita kilas balik ini dalam beberapa chapter. Dan ini, ladies and gentlement, adalah bagian satu. Chapter #1 : The Beginning Almost three years ago, in 14th June 2010 I was called to be receptionist at Front Office PA1. Nggak kebayang senengnya waktu saya dikasih tau : Kamu keterima. Besok senin mulai masuk ya. Ya Robbi, saya bakal kerja! Setelah hampir satu minggu bolak-balik buat interview, test tertulis, dan test kesehatan, akhirnya besok Senin saya resmi jadi seorang karyawan. Saya bukan anak sekolah lagi! Saya bakal cari duit sendiri! Ay, karam