Langsung ke konten utama

[Ulasan Film] : Bad Genius - 2017



Bad Genius adalah sebuah film thriller heist drama buatan sineas Thailand, Nattawut Poonpiriya, yang sempat ditayangkan di Cinemaxx JavaMall Semarang pada 23-30 Agustus 2017. Sebuah film yang mengulas tentang salah satu praktik paling kuno dalam dunia pendidikan : sontek-menyontek, dan mungkin saja film ini masih ditayangkan hingga awal September kalau saja film Warkop DKI Reborn part 2 dari Falcon Pictures tidak ditayangkan pada 31 Agustus dan mencuri banyak slot teater di bioskop-bioskop.

Mari kita mulai ulasan kali ini dengan fakta bahwa saya belum pernah sama sekali nonton film Thailand di bioskop. Tidak seperti Bayu, kakak kelas saya, yang lumayan paham soal sinema Thailand (dan sempat memuja Nattasha Nauljam), referensi film saya masih didominasi Hollywood dan film lokal. Beberapa film Thailand yang pernah saya tonton di TV kabel kebanyakan genre-nya horor, sebutlah Shutter, Coming Soon, 4Bia, Ghost Mother, Alone, sampai The Eye. Yang komedi, misalnya Suckseed atau I Fine, Thank You, Love You,  saya hanya nonton sesekali, itupun lewat aplikasi VIU. Dan Bad Genius adalah sinema Thailand pertama yang saya saksikan di bioskop. Saya bahkan tidak melihat trailernya ataupun membaca sinopsisnya. Yang menggugah saya untuk nonton justru tema ceritanya. Bikin film dengan tema pendidikan itu cukup sulit dan tricky. Bikin film pendidikan yang bisa dinikmati sekaligus berbobot, jauh lebih sulit lagi. Ditambah lagi, filmnya mendapat banyak pujian dan review positif dari para kritikus. Langkah saya makin mantap pergi ke Cinemaxx JavaMall petang itu sepulang kerja dan duduk manis menonton film dengan ekspektasi besar.

Film dibuka dengan voice over reporter yang menyampaikan berita tentang kecurangan dalam test STIC (incase kalian belum tau, STIC itu setara kayak SAT), kemudian muncul fragmen seorang cewek bermata sipit, duduk di hadapan meja, tatapan agak gugup (tapi sedikit menentang). Cewek ini bernama Lynn.
Dengan lampu menyala terang yang menyorot wajahnya, tidak butuh waktu lama bagi penonton untuk menyimpulkan bahwa Lynn sedang diinterogasi. Tapi oleh siapa?
Belum lagi rasa penasaran terjawab, penonton dibawa ke flashback tiga tahun sebelumnya ketika Lynn mendaftar masuk sekolah elit. Dari flashback ini penonton berkenalan dengan latar belakang Lynn : siapa dia, masalah apa yang dihadapi, termasuk kejeniusan Lynn yang di atas rata-rata.

Setelah Lynn, penonton diperkenalkan dengan karakter utama lainnya : Grace, anak orang kaya dengan otak ngepas, tapi berbakat dalam seni akting; lalu ada Pat, yang sama seperti Grace, berasal dari kalangan tajir namun menghafal rumus bukanlah nama tengahnya; serta ada Bank, seorang murid dari keluarga kurang beruntung tapi cerdas, idealis, dan memiliki memori yang kuat.

Keempat tokoh utama cerita ini menjalani hari-hari yang biasa, sampai kemudian Pat dan Grace menawarkan Lynn sebuah kongkalikong dalam ujian sekolah. Lynn akan memberikan sontekan pada Pat, Grace, dan anak-anak kaya lainnya. Sebagai imbalan, mereka akan membayar Lynn sejumlah uang. Dengan cara ini, para siswa dari keluarga wong sugih itu bisa lulus ujian sementara Lynn punya tabungan yang cukup untuk kuliah. Win-win solution, everyone's happy.
Tak dinyana, praktek "kerjasama" ini begitu adiktif hingga menjelang kelulusan. Lynn tidak kuasa menolak ketika Pat dan Grace memintanya memberikan sontekan dalam ujian prestisius STIC. Masalahnya, STIC diadakan secara serentak di beberapa negara dan benua. Lynn kemudian putar otak, bagaimana caranya dia mengerjakan ujian STIC sekaligus bisa membocorkan jawaban pada teman-temannya di Thailand. Dia butuh bantuan Bank, si bocah jenius berbudi pekerti mulia yang awalnya ogah-ogahan membantu jasa sontek-menyontek ini, tapi kemudian luluh juga dengan iming-iming imbalan satu juta Baht. Untuk bisa memberikan sontekan pada teman-teman mereka, Lynn dan Bank harus berjibaku mengerjakan ujian secepatnya, kemudian menghafal jawaban mereka, mengecoh para penjaga, hingga dikejar oleh pengawas ujian karena mencoba kabur bahkan menjadi sasaran investigasi lembaga internasional.

Harus diakui bahwa #BadGenius berhasil menyajikan ceritanya dengan sangat apik. Plot ceritanya diuraikan dengan efektif selama hampir dua jam durasi berjalan. Sepintas, premis cerita tentang murid cerdas yang memberikan contekan demi imbalan uang terdengar klise, tapi bagi saya ini salah satu cerita paling jujur dan masih relevan tidak hanya dengan dunia pendidikan di Thailand tapi juga negara-negara lain. Kongsi jual-beli kunci jawaban Ujian Nasional pernah merebak di Indonesia selama lima tahunan terakhir. Para pelakunya adalah murid-murid yang ketakutan mendapat nilai jelek dan tidak lulus. Bahkan ada oknum guru yang tertangkap ikut memfasilitasi. Sisi negatif (sekaligus praktik tahunan) dalam penyelenggaraan ujian inilah yang secara jitu digarap oleh penulis skenario Vasudhorn Piyaromna, Tanida Hantaweewatana, dan Nattawut Poonpiriya sendiri. Trik-trik "menyontek" yang muncul di film Bad Genius adalah trik kelas wahid dan amat beresiko. Hampir semua penonton diam membisu saat adegan ujian. Jantung ikut deg-degan heboh ketika Lynn memberikan kode jawaban lewat not piano dalam ruang ujian yang dijaga ketat.

Dari departemen pemain, keempat tokoh utamanya memiliki chemistry yang solid dan mampu menampilkan performa maksimal. Aktris Chutimon Chuengcharoensukying (yawlaa.. namanya..) yang memerankan Lynn berhasil membawakan figur siswi cerdas berwajah innocent, sekaligus membawa kesan tidak bisa disepelekan. Penghayatan aktingnya keren dengan bulir-bulir keringat sebesar jagung yang menetes dari wajahnya ketika "ngebut" mengerjakan soal dan memberi contekan teman-teman platoniknya. Lawan mainnya, Chanon Santinatornkul juga bisa mengimbangi sebagai Bank si anak idealis dengan muka judes-judes ganteng. Dua tokoh utama lain yaitu Pat dan Grace, yang bisa dibilang "menyeret" Lynn dalam bisnis sontekan ini juga berhak dapat pujian sebagai anak tajir dengan orangtua yang demanding. Alih-alih muncul sebagai anak orang kaya manja, annoying dan tukang bully, penulis skenarionya justru memperlihatkan Pat dan Grace yang tidak punya pilihan. Mereka sadar otaknya ngepas, tak peduli les apapun yang mereka ambil. Tapi mereka juga ingin nilai bagus untuk mencapai mimpi. Grace ingin gabung ke kelas teater, sementara Pat butuh nilai bagus supaya dia bisa diterima kuliah di luar negeri sesuai tuntutan orangtuanya.

Di atas kertas, film #BadGenius (yang juga disebut Chalard Games Goeng) ini wajib banget dimasukkan ke dalam list film Terbaik 2017 di seluruh dunia. Ending ceritanya cukup fair bagi saya. Dengan cerita yang begitu relatable, akting yang mumpuni, serta editing yang rapih, sungguh tidak mengherankan jika film ini menjadi yang paling laris di Thailand, Hongkong, Taiwan, hingga Malaysia. Ini jenis film yang masih akan asik dinikmati dan tetap relevan hingga tahun-tahun mendatang.


Cheers!


Devi Okta
@AlwaysDevi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

i can't believe i have been three years here (part 4 - End)

Chapter #4 : The Planning World  Ah, akhirnya diterusin juga ceritanya. Pada waktu postingan ini pertama dibuat, saya genap tiga tahun kerja di PT USG, hence the title. Kemudian saya lanjutkan ceritanya, lalu sempat vakum, lalu posting lagi cerita lanjutannya, dan vakum lagi cukup lamaaaaaaa di chapter tiga. Ketika chapter empat ini saya susun, saya sudah bekerja di perusahaan ini selama uhmm... delapan puluh sembilan bulan. Sudah menjelang sewindu. Masih ingat kan, hitungan matematika sewindu itu berapa tahun? Gara-gara cerita ini juga, banyak sekali email-email yang masuk ke Gmail dari para calon pelamar kerja yang nanya-nanya soal PT USG kepada saya. Umumnya mereka ini para lulusan baru alias fresh graduate yang lagi nyari kerja, terus mereka lihat lowongan di PT USG sebagai PPMC. Karena nggak paham apa itu PPMC, mereka akhirnya buka Google, terus ngetik keyword "PPMC." Hasil penelusuran mereka salah satunya mengarah ke postingan ini Rata-rata dari mereka adala

Hompimpa (Sebuah puisi dari Tengsoe Tjahjono)

Puisi Hompimpa karangan Tengsoe Tjahjono pertama kali saya ketahui saat kelas 1 SMP. Tepatnya saat classmeeting yang diadakan pasca ulangan umum. Sekolah saya SMP Negeri 6 Semarang mengadakan beberapa lomba. Yah, buat ngisi hari aja sih. Supaya murid-muridnya nggak nganggur gitu. Waktu itu Bu Tamsih (salah satu pengajar Bahasa Indonesia) mengadakan lomba deklamasi puisi Hom-Pim-Pa untuk anak-anak kelas tiga. Syaratnya : saat deklamasi puisi, satu kelas harus maju semua. Tidak boleh hanya satu orang yang maju deklamasi mewakili kelas mereka. Pokoknya, satu kelas maju bareng. Tampil di tengah-tengah lapangan. Ditonton oleh kelas satu dan kelas dua. Asik ya? Tampil rombongan, gitu. Jadi bisa dilihat kekompakan masing-masing kelas. Kalau satu orang salah, ya satu kelas bisa ancur. Pernah ada kelas yang tampil bagus banget di awal. Setelah memasuki bagian tengah-tengah, ada murid yang suaranya cempreng dan cengengesan (sungguh kombinasi yang absurd, hehe) yang tentu saja membuat semua penon

I can't believe i have been three years here

my desk, June 14th 2013 I can't believe i have been three years here. Yep, it is my 3rd year in PT Ungaran Sari Garment. After all the stormy periods, exhausted time, crazy works and many stuffs, I am still alive. Let me emphasize. I - CAN - SURVIVE. Hahaha.. Wow. Waktu cepat sekali berlalu ya? Ceritanya bakal panjang nih. Kalo kamu udah bosen, mending pindah channel aja gih. Biar kayak sinetron, saya akan membagi cerita kilas balik ini dalam beberapa chapter. Dan ini, ladies and gentlement, adalah bagian satu. Chapter #1 : The Beginning Almost three years ago, in 14th June 2010 I was called to be receptionist at Front Office PA1. Nggak kebayang senengnya waktu saya dikasih tau : Kamu keterima. Besok senin mulai masuk ya. Ya Robbi, saya bakal kerja! Setelah hampir satu minggu bolak-balik buat interview, test tertulis, dan test kesehatan, akhirnya besok Senin saya resmi jadi seorang karyawan. Saya bukan anak sekolah lagi! Saya bakal cari duit sendiri! Ay, karam