Langsung ke konten utama

Three Woman Characters in Movie that I Should Learn From

Ada banyak faktor yang membuat sebuah film menjadi memorable. Jalan cerita, soundtrack, quotes, dan terutama : tokohnya. Beberapa film yang saya tonton punya tokoh utama yang outstanding, sehingga beberapa sifat dan 'gaya'-nya bisa membekas di benak dan kadang menginspirasi.

Dalam suasana Hari Wanita Internasional yang diperingati tanggal 8 Maret lalu, berikut ini adalah3 karakter wanita dari film-film kesukaan saya, yang walaupun (too bad) mereka cuma ada di kisah khayalan tapi punya personifikasi dan quotes yang bagus untuk ditiru.

1. Elle Woods
portrayed by : Reese Witherspoon
movie : Legally Blonde (2001), Legally Blonde 2 (2003)


Sedikit cerita tentang gadis favorit saya ini. Elle Woods adalah tipe cewek yang biasa kita lihat di majalah Cosmopolitan. Elle berambut pirang dan dibesarkan di wilayah Bel Air, tepat diseberang jalan rumah produser ngetop Aaron Spelling. Dia kuliah jurusan Fashion Merchandising, dan berpacaran dengan Warner Huntington III seorang anak dari keluarga terhormat. Ketika Warner memutuskan untuk kuliah hukum di Harvard agar bisa menjadi senator seperti yang dituntut keluarganya, mau tak mau dia memutus hubungan dengan Elle.
"If I'm going to be a senator, I need to marry Jackie. Not Marlyn" kata Warren yang langsung membuat Elle marah karena didepak begitu saja.

Tapi Elle tidak menyerah. Justru setelah diputus oleh Warner, Elle kemudian mendaftar ke fakultas hukum Harvard, dengan tujuan utama : mendapatkan kembali cinta Warren sang pujaan hati. Segitu cintanya dia sama Warner dan berusaha keras masuk ke universitas Top 3 yang seleksinya ketat ini. Elle mengorbankan satu pekan liburannya ke Yunani untuk belajar ujian LSAT dan bela-belain menyewa sutradara Coppola untuk membuat video esai tentang dirinya ke Harvard. Hasilnya? Elle berhasil diterima ke Harvard! Tapi ternyata, di Harvard justru Warner sudah punya tunangan bernama Vivian Kensington. Maka untuk kedua kalinya Elle patah hati.

Walaupun sempat down karena patah hati dan diremehkan sebagai orang yang "not smart enough" untuk belajar di Harvard, rasa kepercayaan diri Elle kembali bangkit. Dia mulai belajar, aktif menyimak debat hukum, berani mengemukakan opini di kelas, dan mengejar nilai teman-temannya. Puncaknya, Elle ditawari untuk internship (magang) di sebuah firma hukum terkemuka dimana dia berhasil memenangkan kasus yang cukup bergengsi. Di akhir tahun ajaran, Elle terpilih menjadi class-elected speaker mewakili teman-temannya saat wisuda.
Si gadis yang dulu harus 'merangkak' di sekolah hukum, kini menjadi valedictorian yang dipuji teman-temannya.

What I learn from her : Cerita Elle di film Legally Blonde membawa pesan positif don't judge people from the first impression, have faith to yourself, dan terutama : to have a passion. Elle selalu menjadi role-model buat saya untuk percaya bahwa seseorang bisa melakukan apapun dengan passion, bahkan walaupun hal itu sepertinya 'nggak gue banget'. Passion adalah bara api yang menjaga semangat tetap menyala untuk mengerjakan sebuah hal yang kelihatannya mustahil. Hampir semua orang (bahkan dosen pembimbing dan pacarnya) awalnya tidak percaya bahwa Elle akan masuk ke Harvard. It's too far from her world yang biasanya diisi dengan majalah gosip, fashion, dan lifestyle. Harvard bukanlah tempat untuk Elle, kata mereka. Tapi dengan tekad dan passion yang besar untuk menunjukkan pada orang-orang "How valuable Elle Woods can be", Elle akhirnya mematahkan spekulasi semua orang yang meremehkan dia.
Seperti yang disampaikan Elle saat wisuda : It is with passion, courage of conviction, and strong sense of self, that we take our next steps into the world. Dan saya setuju hal ini.

2. Hermione Granger
portrayed by : Emma Watson
movie : Harry Potter movies 1-7 (2001-2011)


Dari film-film yang kita tonton, umumnya tokoh utama wanita selalu jadian dengan tokoh utama pria. Karakter utama wanita ini biasanya kalau nggak tomboy banget, ya bisa jadi malah cewek banget. Tapi Hermione Granger tidak. Hermione adalah sebuah tangkisan. Bukti bahwa semua sterotipe itu bisa dipatahkan. Sebagai salah satu tokoh utama di cerita Harry Potter, Hermione tidak pernah menjadi love-interest bagi Harry. She never end-up with the main character. Jika kamu menyimak semua kisah Harry Potter, kamu akan menyadari Hermione tak pernah tampil sebagai cewek penuh emosi, gampang tersinggung, sensian atau terbawa perasaan seperti tipikal cewek. Justru dia selalu logis, tenang dan penuh perhitungan.

JK Rowling menciptakan karakter Hermione sebagai murid yang brilian. The brightest witch of her age. Alih-alih mengambil kelas Divination (ramalan), dia memilih kelas Mantra (charm) yang sulit. She prefers library to the mall and nothing's wrong with that. Hermione juga suka belajar. Lebih baik terbunuh daripada dikeluarkan dari sekolah, katanya di kelas satu.

Meskipun kadang menjengkelkan karena terlalu 'riwil' tentang pelajaran dan kerap memberi nasehat tanpa diminta, tapi kemampuan otak Hermione berkali-kali menyelamatkan nyawa Harry dan Ron. Mulai dari mantra Petrificus Totalus saat mereka menyelinap keluar untuk mencari Sorcerer's Stone di kelas satu, sampai memantrai wajah Harry dengan Stinging Jinx agar dia tidak dikenali oleh para snatcher di film Harry Potter ke-7. Tanpa Hermione, maka Harry dan Ron tak akan bisa bertahan sehari saja untuk mendapatkan Horcrux.

Ada banyak kesamaan antara saya dan Hermione (eeaaa...). Pertama, kami sama-sama kutu buku. Hermione melahap hampir semua buku yang ada di perpustakaan Hogwarts, termasuk buku untuk penyihir tingkat atas. Bahkan kliping yang disepelekan juga tak luput dibaca. No wonder she has a large knowledge. Kemampuan mengingatnya luar biasa dan sering berguna saat keadaan genting.
Kedua, kami sama-sama bossy dan sok ngatur. Hermione sering mengingatkan Ron dan Harry untuk mengerjakan tugas-tugas. Hermione-lah yang punya ide 'memaksa' Harry untuk jadi guru dan mengatur cara pertemuan para Dumbledore's Army. Yang ketiga, hobi membaca membuat kami terlihat sok tau. Kami merasa mengerti semua hal. Sok banget kan? Nyebelin emang. But hey, despite of being annoying kita semua juga tau bahwa Hermione Granger juga punya loyalitas tinggi pada Harry dan Ron sampai pertempuran terakhir.

What I learn from her : Reading is hot. Knowledge is important. Belajar banyak-banyak selagi ada kesempatan. Mereguk ilmu setinggi-tingginya tanpa takut mencoba, dan jangan pernah menghianati persahabatan. Seperti yang dikatakan Hermione kepada Harry saat mencari Sorcerer's Stone "Me? Books and cleverness. There are more important things. Friendship and bravery"
Ada satu hal lagi yang saya suka dari dia. Bagi Hermione, semua pertanyaan dapat dicari jawabannya melalui tiga tempat ini : dari Buku, dari Otak, atau dari Hati kita.

3. Anna Fitzgerald
portrayed by : Abigail Breslin
movie : My Sister's Keeper (2009)


Ah, my darling little Anna Fitzgerald. Kakak laki-lakinya (Jesse) mengidap disleksia, sementara kakak perempuannya (Kate) menderita leukimia. Melihat kondisi Kate yang semakin menurun, orangtua mereka memutuskan untuk membuat designed baby walaupun sebenarnya tidak dianjurkan secara hukum. Dengan metode bayi tabung ini, Anna lahir ke dunia dan nantinya akan menjadi donor bagi leukimia yang diderita Kate. Karena proses kelahirannya sudah benar-benar diperhitungkan, Anna dipastikan memiliki kromosom yang cocok dengan Kate. Dan disitulah takdirnya dimulai.

Sejak hari pertama Anna dilahirkan, darah dari tali pusarnya diambil untuk Kate. Berikutnya tranfusi sel darah putih, lymphocytes dan berkali-kali disuntik untuk menambah sel punca, dan sel itu kemudian diambil dari tubuhnya untuk diberikan pada Kate. Hingga umurnya 11 tahun, Anna sudah berkali-kali menjalani operasi donor. Secara kasar, Anna ibarat spare parts bagi kelangsungan hidup Kate. Tapi Anna tak pernah keberatan menjadi donor hidup bagi kakaknya, because she loves her sister so much. Justru Kate-lah yang merasa capek karena terus-terusan dibantu. Kate sadar, bahwa penyakit leukimia-nya tak akan pernah sembuh walaupun Anna mengorbankan semua organ pentingnya. Pada akhirnya Kate yang sakit meminta Anna untuk menyewa pengacara dan menuntut orangtua mereka supaya ginjalnya tidak diambil. "Tell them that you don't want to do it anymore. Tell them that you're important, too" kata Kate menyuruh Anna untuk berbohong. Dengan mata berkaca-kaca, Anna terpaksa menyetujui. Anna menemui seorang pengacara bernama Campbell Alexander untuk menuntut orangtuanya ke jalur hukum. Saat persidangan, hakim dan orang-orang akhirnya mengetahui bahwa Kate-lah yang dari awal menyuruh Anna untuk mendakwa orangtuanya.

Film yang diangkat dari buku karangan Jodi Piccoult ini begitu menyentuh dan saya harus selalu bawa tissue saat nonton DVD-nya. Ada konflik dan drama keluarga yang di-blend dengan sisterbond. Disatu sisi, Anna sayang pada Kate yang membuatnya mau melakukan hal gila. Disisi lainnya, ada cinta sang ibu (Cameron Diaz) yang berkeras agar Kate tetap hidup dan belum bisa merelakannya untuk mati. Keluarga terpecah. Anna bersama pengacara, sementara ibunya terus menyangkal dan melakukan usaha apapun agar Kate tidak mati. Sementara itu, Kate si penderita leukimia juga merasa bersalah karena melihat keluarganya terpecah dan adik kecilnya disalahkan semua pihak. "Aku tak keberatan jika penyakitku membunuhku. Masalahnya, penyakit ini juga mulai membunuh keluargaku" katanya.
Pada akhirnya Kate meninggal setelah operasi. Anna memang dilahirkan untuk menjadi suku cadang organ Kate, meski tidak berhasil sepenuhnya menyelamatkan kakaknya itu. Tapi bukan itu intinya. Intinya adalah : dia punya kakak. Kakak yang istimewa, yang berjuang melawan kanker.

What I learn from her : Unconditional love dari Anna yang begitu murni dan tanpa pamrih untuk menyelamatkan Kate menimbulkan haru, sekaligus sebuah refleksi bagi penonton : jika tragedi Kate menimpa saudara kita, maukah kita berkorban sekeras Anna?

Nah, itu tadi karakter cewek favorit saya dari film. I adore them so much. What about you?

regards,
Devi Okta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

i can't believe i have been three years here (part 4 - End)

Chapter #4 : The Planning World  Ah, akhirnya diterusin juga ceritanya. Pada waktu postingan ini pertama dibuat, saya genap tiga tahun kerja di PT USG, hence the title. Kemudian saya lanjutkan ceritanya, lalu sempat vakum, lalu posting lagi cerita lanjutannya, dan vakum lagi cukup lamaaaaaaa di chapter tiga. Ketika chapter empat ini saya susun, saya sudah bekerja di perusahaan ini selama uhmm... delapan puluh sembilan bulan. Sudah menjelang sewindu. Masih ingat kan, hitungan matematika sewindu itu berapa tahun? Gara-gara cerita ini juga, banyak sekali email-email yang masuk ke Gmail dari para calon pelamar kerja yang nanya-nanya soal PT USG kepada saya. Umumnya mereka ini para lulusan baru alias fresh graduate yang lagi nyari kerja, terus mereka lihat lowongan di PT USG sebagai PPMC. Karena nggak paham apa itu PPMC, mereka akhirnya buka Google, terus ngetik keyword "PPMC." Hasil penelusuran mereka salah satunya mengarah ke postingan ini Rata-rata dari mereka adala

Hompimpa (Sebuah puisi dari Tengsoe Tjahjono)

Puisi Hompimpa karangan Tengsoe Tjahjono pertama kali saya ketahui saat kelas 1 SMP. Tepatnya saat classmeeting yang diadakan pasca ulangan umum. Sekolah saya SMP Negeri 6 Semarang mengadakan beberapa lomba. Yah, buat ngisi hari aja sih. Supaya murid-muridnya nggak nganggur gitu. Waktu itu Bu Tamsih (salah satu pengajar Bahasa Indonesia) mengadakan lomba deklamasi puisi Hom-Pim-Pa untuk anak-anak kelas tiga. Syaratnya : saat deklamasi puisi, satu kelas harus maju semua. Tidak boleh hanya satu orang yang maju deklamasi mewakili kelas mereka. Pokoknya, satu kelas maju bareng. Tampil di tengah-tengah lapangan. Ditonton oleh kelas satu dan kelas dua. Asik ya? Tampil rombongan, gitu. Jadi bisa dilihat kekompakan masing-masing kelas. Kalau satu orang salah, ya satu kelas bisa ancur. Pernah ada kelas yang tampil bagus banget di awal. Setelah memasuki bagian tengah-tengah, ada murid yang suaranya cempreng dan cengengesan (sungguh kombinasi yang absurd, hehe) yang tentu saja membuat semua penon

I can't believe i have been three years here

my desk, June 14th 2013 I can't believe i have been three years here. Yep, it is my 3rd year in PT Ungaran Sari Garment. After all the stormy periods, exhausted time, crazy works and many stuffs, I am still alive. Let me emphasize. I - CAN - SURVIVE. Hahaha.. Wow. Waktu cepat sekali berlalu ya? Ceritanya bakal panjang nih. Kalo kamu udah bosen, mending pindah channel aja gih. Biar kayak sinetron, saya akan membagi cerita kilas balik ini dalam beberapa chapter. Dan ini, ladies and gentlement, adalah bagian satu. Chapter #1 : The Beginning Almost three years ago, in 14th June 2010 I was called to be receptionist at Front Office PA1. Nggak kebayang senengnya waktu saya dikasih tau : Kamu keterima. Besok senin mulai masuk ya. Ya Robbi, saya bakal kerja! Setelah hampir satu minggu bolak-balik buat interview, test tertulis, dan test kesehatan, akhirnya besok Senin saya resmi jadi seorang karyawan. Saya bukan anak sekolah lagi! Saya bakal cari duit sendiri! Ay, karam