Sore itu saya agak terlambat masuk studio 1 Transmart Setiabudi XXI untuk menonton film berbahasa Thailand ini pada hari Sabtu sore, 18 Mei. Judul filmnya Lahn Mah atau dalam versi Bahasa Inggris "How To Make Millions Before Grandma Dies." Ketika saya akhirnya duduk di seat K9, adegan di layar mempertontonkan sebuah keluarga sedang berkumpul di atas makam sambil membawa beberapa uborampe : dupa, kelopak bunga, jeruk, dan sesajen lain. Ini namanya Qing Ming atau tomb-sweeping festival. Keluarga datang ke makam leluhur mereka untuk bersih-bersih makam, karena makam yang terpelihara dengan baik akan membawa rejeki dan kemakmuran bagi keluarga yang masih hidup. Setelah sebuah insiden di pemakaman, keluarga akhirnya tau bahwa nenek mereka mengidap kanker dan divonis hidupnya hanya akan bertahan setahun. Pada sepertiga durasi film, Lahn Mah terasa bagai film slice-of-life kebanyakan. Fragmen keseharian keluarga keturunan Tionghoa di Thailand tanpa polesan drama yang berlebih. Didu...
Saya menonton Concrete Utopia sendirian pada hari Sabtu sore 2 September 2023 sepulang kerja di Cinepolis Javamall, satu-satunya bioskop di Semarang yang memutar film ini. Saya sama sekali nggak lihat video trailer, bahkan nggak googling siapa nama aktor Korea yang main (padahal mereka famous loh...). Saya nonton hanya bermodal premis ini : terjadi gempa dahsyat di Korea Selatan yang meluluhlantakkan semua bangunan yang ada, kecuali satu gedung apartment. Dah tuh, baca gitu doang aja langsung berangkat ke bioskop. Karena saya penasaran banget, gimana ceritanya ada satu gedung (beserta penghuninya) yang survive, kemudian masih harus bertahan hidup entah gimana caranya (jadi kanibal, mungkin?) dan harus rebutan lahan dengan orang-orang di luar sana yang juga kepengen berteduh berhubung rumah tinggal mereka hancur. See? Film survival emang nggak pernah habis buat dikupas bahkan dari plot yang paling sederhana. (Tuh, penulis skrip film Indonesia... Bikin premis nggak perlu muluk-muluk...