Langsung ke konten utama

Ulasan Film : Concrete Utopia (2023)

Saya menonton Concrete Utopia sendirian pada hari Sabtu sore 2 September 2023 sepulang kerja di Cinepolis Javamall, satu-satunya bioskop di Semarang yang memutar film ini.

Saya sama sekali nggak lihat video trailer, bahkan nggak googling siapa nama aktor Korea yang main (padahal mereka famous loh...). Saya nonton hanya bermodal premis ini : terjadi gempa dahsyat di Korea Selatan yang meluluhlantakkan semua bangunan yang ada, kecuali satu gedung apartment. 

Dah tuh, baca gitu doang aja langsung berangkat ke bioskop. Karena saya penasaran banget, gimana ceritanya ada satu gedung (beserta penghuninya) yang survive, kemudian masih harus bertahan hidup entah gimana caranya (jadi kanibal, mungkin?) dan harus rebutan lahan dengan orang-orang di luar sana yang juga kepengen berteduh berhubung rumah tinggal mereka hancur.
See? Film survival emang nggak pernah habis buat dikupas bahkan dari plot yang paling sederhana.

(Tuh, penulis skrip film Indonesia... Bikin premis nggak perlu muluk-muluk, futuristik fafifu apalah.. simpel aja. Yang penting berhasil memancing buat nonton. Hehehe)

Enaknya nonton film tanpa melihat trailer adalah saya lebih menikmati momen ketika ada plot twist tanpa diduga-duga dari salah satu karakternya.
Jadi bisa get along, menikmati alur cerita, serta ikutan surprised sama background tiap karakter. Coba kalau saya lihat trailernya duluan, waah.. nggak nyangka banget karena di dalam video trailer kelihatan karakter yang... Ya gitu deh.

Si pembuat film kayaknya gandrung banget ya, sama musik klasik. I notice they played Queen of The Night - Aria dan ada lagu lain yang demi apa saya kerap banget denger tapi lupa judulnya.
So far, music placement tidak mengganggu.

Bobot dari film ini adalah bagaimana skripnya mempertunjukkan sifat asli manusia, terutama dalam keadaan terdesak. Ada yang jadi penakut, ada yang biarpun udah kalah masih bisa pongah, dan yang pasti : manusia tetap akan lebih brutal dari binatang kalau mereka terdesak.


Nah, di sini penonton diajak mikir : kalau kita ada di posisi penghuni apartment, kita bakal kayak gimana? Bisakah kita berbagi dengan sesama walaupun sesuap nasi aja kita nggak punya?


Benar-benar tontonan menarik dan tentu memantik diskusi.

Nilai dari saya : 9/10.

Beberapa waktu setelah nulis ini, saya baca artikel di internet bahwa Concrete Utopia adalah film yang di-submit Korea Selatan buat kategori Best International Feature Film di ajang Piala Oscar 2024.

Well deserved!

(Arsip photo gallery Devi Okta - September 2023

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hompimpa (Sebuah puisi dari Tengsoe Tjahjono)

Puisi Hompimpa karangan Tengsoe Tjahjono pertama kali saya ketahui saat kelas 1 SMP. Tepatnya saat classmeeting yang diadakan pasca ulangan umum. Sekolah saya SMP Negeri 6 Semarang mengadakan beberapa lomba. Yah, buat ngisi hari aja sih. Supaya murid-muridnya nggak nganggur gitu. Waktu itu Bu Tamsih (salah satu pengajar Bahasa Indonesia) mengadakan lomba deklamasi puisi Hom-Pim-Pa untuk anak-anak kelas tiga. Syaratnya : saat deklamasi puisi, satu kelas harus maju semua. Tidak boleh hanya satu orang yang maju deklamasi mewakili kelas mereka. Pokoknya, satu kelas maju bareng. Tampil di tengah-tengah lapangan. Ditonton oleh kelas satu dan kelas dua. Asik ya? Tampil rombongan, gitu. Jadi bisa dilihat kekompakan masing-masing kelas. Kalau satu orang salah, ya satu kelas bisa ancur. Pernah ada kelas yang tampil bagus banget di awal. Setelah memasuki bagian tengah-tengah, ada murid yang suaranya cempreng dan cengengesan (sungguh kombinasi yang absurd, hehe) yang tentu saja membuat semua penon...

i can't believe i have been three years here (part 4 - End)

Chapter #4 : The Planning World  Ah, akhirnya diterusin juga ceritanya. Pada waktu postingan ini pertama dibuat, saya genap tiga tahun kerja di PT USG, hence the title. Kemudian saya lanjutkan ceritanya, lalu sempat vakum, lalu posting lagi cerita lanjutannya, dan vakum lagi cukup lamaaaaaaa di chapter tiga. Ketika chapter empat ini saya susun, saya sudah bekerja di perusahaan ini selama uhmm... delapan puluh sembilan bulan. Sudah menjelang sewindu. Masih ingat kan, hitungan matematika sewindu itu berapa tahun? Gara-gara cerita ini juga, banyak sekali email-email yang masuk ke Gmail dari para calon pelamar kerja yang nanya-nanya soal PT USG kepada saya. Umumnya mereka ini para lulusan baru alias fresh graduate yang lagi nyari kerja, terus mereka lihat lowongan di PT USG sebagai PPMC. Karena nggak paham apa itu PPMC, mereka akhirnya buka Google, terus ngetik keyword "PPMC." Hasil penelusuran mereka salah satunya mengarah ke postingan ini Rata-rata dari mereka adala...

I can't believe i have been three years here

my desk, June 14th 2013 I can't believe i have been three years here. Yep, it is my 3rd year in PT Ungaran Sari Garment. After all the stormy periods, exhausted time, crazy works and many stuffs, I am still alive. Let me emphasize. I - CAN - SURVIVE. Hahaha.. Wow. Waktu cepat sekali berlalu ya? Ceritanya bakal panjang nih. Kalo kamu udah bosen, mending pindah channel aja gih. Biar kayak sinetron, saya akan membagi cerita kilas balik ini dalam beberapa chapter. Dan ini, ladies and gentlement, adalah bagian satu. Chapter #1 : The Beginning Almost three years ago, in 14th June 2010 I was called to be receptionist at Front Office PA1. Nggak kebayang senengnya waktu saya dikasih tau : Kamu keterima. Besok senin mulai masuk ya. Ya Robbi, saya bakal kerja! Setelah hampir satu minggu bolak-balik buat interview, test tertulis, dan test kesehatan, akhirnya besok Senin saya resmi jadi seorang karyawan. Saya bukan anak sekolah lagi! Saya bakal cari duit sendiri! Ay, karam...